Sentimen
Netral (93%)
19 Mei 2024 : 06.48
Partai Terkait
Tokoh Terkait

Perguruan Tinggi Disebut Bersifat Tersier, DPR: Kian Menegaskan Orang Miskin Dilarang Kuliah

Akurat.co Akurat.co Jenis Media: News

19 Mei 2024 : 06.48
Perguruan Tinggi Disebut Bersifat Tersier, DPR: Kian Menegaskan Orang Miskin Dilarang Kuliah

AKURAT.CO Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda prihatin atas pernyataan Sekretaris Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek Tjitjik Sri Tjahjandarie yang menyebut pendidikan tinggi sebagai pendidikan tersier.

Huda mengatakan, pernyataan tersebut semakin menegaskan persepsi bahwa pendidikan tinggi bersifat elitis dan hanya untuk kalangan tertentu saja.

"Kami prihatin dengan pernyataan Prof Tjitjik bahwa perguruan tinggi merupakan pendidikan tersier yang bersifat opsional atau pilihan. Bagi kami pernyataan itu kian menebalkan persepsi jika orang miskin dilarang kuliah. Bahwa kampus itu elit dan hanya untuk mereka yang punya duit untuk bayar Uang Kuliah Tunggal (UKT)," kata Huda kepada wartawan, Sabtu (18/5/2024).

Baca Juga: Kekekerasan di STIP Jakarta, Puskapdik Desak Kemendikbud Reformasi Total Tata Kelola Sekolah Kedinasan

Dia mengatakan, pernyataan tersebut kurang tepat apalagi disampaikan oleh pejabat publik yang mengurusi pendidikan tinggi dan disampaikan dalam forum resmi. "Kalau protes kenaikan UKT direspons begini ya tentu sangat menyedihkan," tukasnya.

Menurutnya, pernyataan tersebut bisa dimaknai jika pemerintah lepas tangan terhadap nasib mereka yang tidak punya biaya tapi ingin kuliah. Padahal di sisi lain, pemerintah gembar-gembor ingin mewujudkan Indonesia Emas 2045.

"Tapi saat ada keluhan biaya kuliah yang tinggi dari mahasiswa dan masyarakat seolah ingin lepas tangan," katanya.

Politikus PKB ini menilai, kesempatan mengenyam pendidikan tinggi di Indonesia memang masih relatif rendah. Berdasarkan data BPS tahun 2023, angka partisipasi kasar pendidikan tinggi Indonesia masih 31,45 persen. Angka ini tertinggal dari Malaysia 43 persen, Thailand 49 persen, dan Singapura 91 persen.

"Salah satu kendala faktor pemicu rendahnya angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia adalah karena persoalan biaya," katanya.

Di sisi lain, Huda menilai anggaran pendidikan di Indonesia setiap tahun relatif cukup besar dengan adanya mandatory spending 20 persen dari APBN. Tahun ini saja ada alokasi APBN sebesar Rp665 triliun untuk anggaran pendidikan.

Baca Juga: Panja Pembiayaan Pendidikan Bakal Usut Polemik Kenaikan UKT

"Nah ini ada apa kok sampai ada kenaikan UKT besar-besaran dari perguruan tinggi negeri yang dikeluhkan banyak mahasiswa. Apakah memang ada salah kelola dalam pengelolaan anggaran pendidikan kita atau ada faktor lain," katanya.

Saat ini, Komisi X telah membuat Panitia Kerja (Panja) Biaya Pendidikan untuk menelusuri tata kelola anggaran pendidikan di tanah air. Panja ini juga akan memunculkan rekomendasi terkait perbaikan tata kelola anggaran pendidikan baik menyangkut pola distribusi, penentuan subjek sasaran, hingga jenis program.

"Kami berharap rekomendasi Panja Biaya Pendidikan ini bisa menjadi acuan penyusunan RABPN 2025," pungkasnya.

Sentimen: netral (93.4%)