Sentimen
Netral (92%)
13 Mei 2024 : 12.57
Informasi Tambahan

BUMN: PT Pertamina, PLN

Kab/Kota: Yogyakarta

Kasus: covid-19, Tipikor, korupsi

Tokoh Terkait

Sejumlah Pihak Ajukan Naskah Kajian Amicus Curiae Kasus Karen Agustiawan

Medcom.id Medcom.id Jenis Media: News

13 Mei 2024 : 12.57
Sejumlah Pihak Ajukan Naskah Kajian Amicus Curiae Kasus Karen Agustiawan

Jakarta: Sejumlah pihak mengajukan naskah kajian Amicus Curiae (sahabat pengadilan) dalam perkara dugaan korupsi yang menjerat eks Direktur PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan. Salah satunya, Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Naskah Amicus Curiae diserahkan langsung Rektor UP45, Benecdictus Renny See, didampingi Direktur LKBH, Philiph Joseph Leatemia, ke Ruang Panitera PN Tipikor Jakarta Pusat. Rektor UP45 Benecdictus Renny See mengatakan kebijakan PT Pertamina (Persero) dalam mengadakan perjanjian jual beli (Sales Purchase Agreement/SPA LNG 2013 dan SPA LNG 2014) dengan Corpus Christi Liquefaction, LLC (CCL) adalah guna mengantisipasi ketersedian LNG untuk jangka panjang ketahanan dan bauran energi. Hal ini seharusnya dijaga, serta menjadi tanggung jawab PT Pertamina (Persero) sesuai dengan tugas dan wewenangnya. "Dengan ditandatanganinya Sales Purchase Agreement (SPA) LNG 2015 antara PT Pertamina (Persero) dengan Corpus Christi Liquefaction, LLC (CCL) yang secara langsung mengubah dan menggantikan SPA LNG 2013 dan SPA LNG 2014, tanggung jawab Galaila Karen Kardinah (Karen Agustiawan) selaku Direktur Utama PT Pertamina beralih kepada Dwi Soetjipto selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2014-2017," ujar Benecdictus di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 13 Mei 2024. Dengan demikian, lanjut dia, apabila dalam perjalanannya, yaitu pada 2020 dan 2021 terjadi kerugian, sudah bukan lagi menjadi tanggung jawab Karen Agustiawan. Untuk memperjelas kasus ini, Benedictus pun memohon Majelis Hakim perintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Dwi Soetjipto selaku mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2014-2017, dan Nicke Widyawati selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero) saat ini. Hal ini untuk memastikan kontrak kerja antara Blackstone dengan Karen Agustiawan benar atau fiktif. Amicus Curiae juga diajukan Pusat Kajian Ketahanan Energi Indonesia (PKKEI) ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Penyusunan dokumen Amicus Curiae dilakukan dengan mengamati proses persidangan, mengumpulkan data dan informasi, serta melakukan Forum Group Discussion (FGD) bersama para 81 amici yang terdiri dari 78 perseorangan dan tiga lembaga untuk menuangkan pendapat bersama. "Perkara ini rumit, karena memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang cukup terkait pemahaman kebijakan/penugasan pemerintah, aksi bisnis korporasi, tata-kelola BUMN, kelaziman bisnis LNG di dunia (best practice), konteks waktu dan peristiwa ketika kebijakan pengadaan ini diambil dengan kondisi saat ini," ujar Ketua Umum PKKEI, Syamsul Bachri Yusuf.   Syamsul mengatakan dalam kasus ini perhitungan kerugian keuangan negara (PKKN) dalam kasus ini dilakukan per transaksi, sebelum kontrak berakhir (2040).  "Sampai dengan Desember 2023, sudah ada pengiriman sebanyak 97 kargo dan hanya 11 kargo yang rugi pada saat pandemi Covid (2020-2021) yang telah dijadikan dasar PKKN oleh BPK dan KPK," terang dia. Dia pun menilai penegak hukum salah orang dalam meminta pertanggungjawaban terkait kasus rasuah ini. Sebab, Direksi Pertamina sudah berganti berkali-kali. Pada 1 Oktober 2014, Karen Agustiawan juga telah resmi mengundurkan diri.  "Seharusnya bukan yang membuat kontrak pengadaan yang harus bertanggung jawab, yang kontraknya sendiri telah dibatalkan oleh SPA LNG 2015, melainkan pejabat yang menjual kenapa 11 kargo dijual rugi, sedangkan 86 kargo dijual untung," tegas dia. Dia berharap Majelis Hakim memahami dengan benar benang merah perkara ini secara utuh, sehingga bisa mengambil keputusan seadil-adilnya. Dia menekankan Direksi pada era Karen sudah menjalankan perintah jabatan, fiduciary duty, Doktrin Business Judgement Rule (BJR), Kelaziman Bisnis LNG global, dalam upaya mewujudkan ketahanan energi.  "Aksi korporasi Pengadaan LNG CCL yang dilakukan oleh Pertamina tahun 2013 dan 2014, berhasil memotret kondisi masa depan yang terjadi saat ini serta proyeksi kecukupan dan keterjangkauan harga gas 10 sampai 15 tahun ke depan," ungkap dia. Dia menilai aksi korporasi Pertamina pada era Karen ini seharusnya dijadikan model dari sebuah praktik bisnis korporasi berbasis BJR dalam pemenuhan kebutuhan pasokan energi (LNG) untuk kebutuhan Pertamina, PLN, Industri, dan masyarakat luas. Sehingga tidak sepatutnya dikriminalisasi. "Karena pengadaan LNG jangka panjang diperlukan untuk mewujudkan ketahanan energi dan perekonomian nasional, supaya ada jaminan ketersedian pasokan energi dengan volume yang banyak (availability)," ujar dia.

Jakarta: Sejumlah pihak mengajukan naskah kajian Amicus Curiae (sahabat pengadilan) dalam perkara dugaan korupsi yang menjerat eks Direktur PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan. Salah satunya, Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.
 
Naskah Amicus Curiae diserahkan langsung Rektor UP45, Benecdictus Renny See, didampingi Direktur LKBH, Philiph Joseph Leatemia, ke Ruang Panitera PN Tipikor Jakarta Pusat.
 
Rektor UP45 Benecdictus Renny See mengatakan kebijakan PT Pertamina (Persero) dalam mengadakan perjanjian jual beli (Sales Purchase Agreement/SPA LNG 2013 dan SPA LNG 2014) dengan Corpus Christi Liquefaction, LLC (CCL) adalah guna mengantisipasi ketersedian LNG untuk jangka panjang ketahanan dan bauran energi. Hal ini seharusnya dijaga, serta menjadi tanggung jawab PT Pertamina (Persero) sesuai dengan tugas dan wewenangnya.
"Dengan ditandatanganinya Sales Purchase Agreement (SPA) LNG 2015 antara PT Pertamina (Persero) dengan Corpus Christi Liquefaction, LLC (CCL) yang secara langsung mengubah dan menggantikan SPA LNG 2013 dan SPA LNG 2014, tanggung jawab Galaila Karen Kardinah (Karen Agustiawan) selaku Direktur Utama PT Pertamina beralih kepada Dwi Soetjipto selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2014-2017," ujar Benecdictus di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 13 Mei 2024.
 
Dengan demikian, lanjut dia, apabila dalam perjalanannya, yaitu pada 2020 dan 2021 terjadi kerugian, sudah bukan lagi menjadi tanggung jawab Karen Agustiawan.
 
Untuk memperjelas kasus ini, Benedictus pun memohon Majelis Hakim perintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Dwi Soetjipto selaku mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2014-2017, dan Nicke Widyawati selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero) saat ini. Hal ini untuk memastikan kontrak kerja antara Blackstone dengan Karen Agustiawan benar atau fiktif.
 
Amicus Curiae juga diajukan Pusat Kajian Ketahanan Energi Indonesia (PKKEI) ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Penyusunan dokumen Amicus Curiae dilakukan dengan mengamati proses persidangan, mengumpulkan data dan informasi, serta melakukan Forum Group Discussion (FGD) bersama para 81 amici yang terdiri dari 78 perseorangan dan tiga lembaga untuk menuangkan pendapat bersama.
 
"Perkara ini rumit, karena memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang cukup terkait pemahaman kebijakan/penugasan pemerintah, aksi bisnis korporasi, tata-kelola BUMN, kelaziman bisnis LNG di dunia (best practice), konteks waktu dan peristiwa ketika kebijakan pengadaan ini diambil dengan kondisi saat ini," ujar Ketua Umum PKKEI, Syamsul Bachri Yusuf.
 
Syamsul mengatakan dalam kasus ini perhitungan kerugian keuangan negara (PKKN) dalam kasus ini dilakukan per transaksi, sebelum kontrak berakhir (2040). 
 
"Sampai dengan Desember 2023, sudah ada pengiriman sebanyak 97 kargo dan hanya 11 kargo yang rugi pada saat pandemi Covid (2020-2021) yang telah dijadikan dasar PKKN oleh BPK dan KPK," terang dia.
 
Dia pun menilai penegak hukum salah orang dalam meminta pertanggungjawaban terkait kasus rasuah ini. Sebab, Direksi Pertamina sudah berganti berkali-kali. Pada 1 Oktober 2014, Karen Agustiawan juga telah resmi mengundurkan diri. 
 
"Seharusnya bukan yang membuat kontrak pengadaan yang harus bertanggung jawab, yang kontraknya sendiri telah dibatalkan oleh SPA LNG 2015, melainkan pejabat yang menjual kenapa 11 kargo dijual rugi, sedangkan 86 kargo dijual untung," tegas dia.
 
Dia berharap Majelis Hakim memahami dengan benar benang merah perkara ini secara utuh, sehingga bisa mengambil keputusan seadil-adilnya. Dia menekankan Direksi pada era Karen sudah menjalankan perintah jabatan, fiduciary duty, Doktrin Business Judgement Rule (BJR), Kelaziman Bisnis LNG global, dalam upaya mewujudkan ketahanan energi. 
 
"Aksi korporasi Pengadaan LNG CCL yang dilakukan oleh Pertamina tahun 2013 dan 2014, berhasil memotret kondisi masa depan yang terjadi saat ini serta proyeksi kecukupan dan keterjangkauan harga gas 10 sampai 15 tahun ke depan," ungkap dia.
 
Dia menilai aksi korporasi Pertamina pada era Karen ini seharusnya dijadikan model dari sebuah praktik bisnis korporasi berbasis BJR dalam pemenuhan kebutuhan pasokan energi (LNG) untuk kebutuhan Pertamina, PLN, Industri, dan masyarakat luas. Sehingga tidak sepatutnya dikriminalisasi.
 
"Karena pengadaan LNG jangka panjang diperlukan untuk mewujudkan ketahanan energi dan perekonomian nasional, supaya ada jaminan ketersedian pasokan energi dengan volume yang banyak (availability)," ujar dia.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(AZF)

Sentimen: netral (92.8%)