Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Sekretaris Direktorat Jenderal
Kasus: Tipikor, korupsi
Tokoh Terkait
Saksi SYL: BPK Minta Rp12 Miliar untuk WTP tapi Kementan Cuma Sanggup Bayar Rp5 Miliar
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Sesditjen PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Hermanto, menyebutkan bahwa pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk Kementan terkendala oleh program food estate atau lumbung pangan nasional.
Fakta tersebut disampaikan Hermanto saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi dengan terdakwa mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi Syahrul Yasin Limpo berjalan untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (6/5/2024). Sidang lanjutan mantan Menteri Pertanian itu beragenda mendengarkan keterangan empat saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum KPK. ANTARA FOTO
Awalnya, Jaksa KPK mendalami pengetahuan Hermanto soal pemeriksaan BPK yang dilakukan setiap tahun terhadap Kementan. Hermanto mengaku mengetahui soal adanya pemeriksaan BPK.
“Saksi tahu di Kementan tiap tahun ada pemeriksaan BPK?” ucap Jaksa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 8 Mei 2024. “Sepengetahuan saya WTP, ya,” kata Hermanto.
Jaksa kemudian bertanya kepada Hermanto soal nama-nama auditor yang memeriksa Kementan. Hermanto lantas menyebut nama Victor sebagai pihak yang melakukan pemeriksaan terhadap Kementan, dan Haerul Saleh selaku Ketua Akuntan Keuangan Negara 4.
“Sebelum kejadian WTP, saksi ada kenal Haerul Saleh? Victor? orang-orang itu siapa?” kata Jaksa.
"Kenal, kalau Pak Victor itu auditor yang memeriksa kita,” kata Hermanto.
“Kalau Haerul Saleh ini?” ucap jaksa menambahkan.
“Ketua Akuntan Keuangan Negara (AKN) 4,” ucap Hermanto.
Jaksa lantas mendalami keterangan Hermanto terkait kronologis Kementan mendapatkan WTP, padahal BPK menemukan soal program food estate. Hermanto menyebut temuan-temuan itu tidak banyak tapi signifikan.
“Ada temuan dari BPK terkait food estate,” ucap Hermanto.
“Ada temuan-temuan, ada banyak?” ucap Jaksa memastikan.
“Iya temuan-temuan, tidak banyak tapi besar,” ucap Hermanto.
“Tapi pada akhirnya jadi WTP. Itu bagaimana ada temuan-temuan tapi bisa menjadi WTP. Bisa saksi jelaskan?” tanya Jaksa melanjutkan.
“Temuan food estate itu temuan istilahnya kurang kelengkapan dokumen kelengkapan administrasinya. Istilah di BPK itu BDD (Biaya Dibayar Dimuka), bayar di muka. Jadi, itu yang harus kita lengkapi, dan itu belum menjadi TGR (Tuntutan Ganti Rugi),” tutur Hermanto.
“Artinya ada kesempatan untuk kita melengkapi dan menyelesaikan pekerjaan itu,” ucap Hermanto menambahkan.
“Bagaimana proses pemeriksaannya BPK itu sehingga menjadi WTP?” cecar Jaksa.
“Saya enggak terlalu (tahu) persis mekanismenya,” jawab Hermanto.
Karena merasa janggal Kementan mendapatkan WTP dari BPK, jaksa kemudian mendalami soal dugaan adanya permintaan uang oleh oknum BPK. Hermanto pun tidak membantah bahwa ada dugaan permintaan uang sebagaimana kecurigaan jaksa. Dia menyebut oknum BPK meminta Rp12 miliar agar Kementan mendapatkan opini WTP.
“Apakah kemudian ada permintaan atau yang harus dilakukan Kementan agar itu menjadi WTP?” tanya Jaksa
“Ada. Permintaan itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp12 miliar untuk Kementan,” ucap Hermanto.
“Diminta Rp12 miliar oleh pemeriksa BPK itu?” tanya Jaksa.
“Iya, Rp12 miliar oleh Pak Victor tadi,” ungkap Hermanto.
Hanya dibayar Rp5 MiliarLebih lanjut, Hermanto mengungkapkan, Kementan tidak dapat memenuhi permintaan uang Rp12 miliar. Menurutnya. Kementan hanya sanggup membayar Rp5 miliar.
“Akhirnya apakah dipenuhi semua permintaan Rp12 miliar itu atau hanya sebagian yang saksi tahu?” tanya jaksa.
“Enggak, kita tidak penuhi (Rp12 miliar). Saya dengar tidak dipenuhi. Saya dengar mungkin enggak salah sekitar Rp5 miliar atau berapa,” ucap Hermanto.
“Saksi dengarnya dari siapa?” tutur jaksa memastikan.
“Pak Hatta (Direktur Kementan)” ucap Hermanto.
Akan tetapi, Hermanto mengaku tidak mengetahui soal asal usul uang, pun mekanisme penyerahan uang Rp5 miliar ke oknum BPK RI. Hanya saja, dia menyebut oknum BPK RI terus menerus menagih kekurangan pembayarannya.
“Hanya dipenuhi Rp5 miliar dari permintaan Rp12 M. Saksi mendengarnya setelah diserahkan atau bagaimana pada saat cerita Pak Hatta kepada saksi?” kata jaksa.
“Saya enggak tahu proses penyerahannya kapan, dari mana uangnya,” ucap Hermanto.
“Ditagih enggak kekurangannya, kan ditagih Rp12 miliar,” sebut jaksa menambahkan.
“Ditagih terus,” tutur Hermanto.
“Saksi tahunya ditagih dari siapa?” sebut jaksa memastikan.
“Dari Victor,” sebut Hermanto,
“Masih menghubungi lagi dia?” kata jaksa melanjutkan.
“Iya 'tolong sampaikan tolong sampaikan',” ucap Hermanto.
“Victor menghubungi saksi?” tutur jaksa lagi.
"Iya, untuk disampaikan ke pimpinan,” kata Hermanto.
Hermanto tidak menanggapi permintaan dari oknum BPK RI tersebut. Di sisi lain, dia membeberkan bahwa duit Rp5 miliar yang diserahkan ke oknum BPK RI bersumber dari vendor di Kementan.
“Saksi tahunya Pak Hatta yang urus Rp l5 miliar itu? Pak Hatta dapat uangnya dari mana?” tanya jaksa.
“Vendor,” ucap Hermanto.
“Vendor napa pemahaman saksi? Yang melaksanakan pekerjaan?” tanya jaksa menambahkan.
“Pekerjaan, (di Kementan),” kata Hermanto.***
Sentimen: negatif (97%)