Sentimen
Negatif (96%)
3 Mei 2024 : 22.20
Informasi Tambahan

Kasus: kekerasan seksual, pelecehan seksual

Tokoh Terkait

Komnas Perempuan Soroti Pemenuhan Hak Korban TPKS Belum Optimal

Detik.com Detik.com Jenis Media: News

3 Mei 2024 : 22.20
Komnas Perempuan Soroti Pemenuhan Hak Korban TPKS Belum Optimal
Jakarta -

Komnas Perempuan menyatakan masih kurangnya infrastruktur layanan korban kekerasan seksual seperti Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) membuat implementasi UU TPKS belum berjalan optimal. Peraturan Turunan UU TPKS yang belum disahkan pemerintah hingga saat ini juga menjadi hambatan.

Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menjelaskan pengadaan UPTD untuk menangani kasus kekerasan seksual telah dimandatkan dalam UU TPKS. Meski demikian, masih banyak daerah yang belum memiliki UPTD.

"Infrastruktur misalnya, UPTD ada yang dimandatkan dalam UU TPKS. Tapi baru berapa kabupaten yang punya UPTD yang sudah disesuaikan dengan UU TPKS. Banyak daerah belum ada UPTD," tutur Siti dalam konferensi pers di Hotel Mercure Jakarta Sabang, Jakarta Pusat, Jumat (3/5/2024).

-

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, masih kurangnya UPTD disebabkan masih banyak yang perlu disiapkan oleh daerah masing-masing. Selain pembentukan UPTD, pemerintah daerah juga perlu menyiapkan SDM, tempat, dan mekanisme layanan.

"Dengan adanya Perpres UPTD, semua daerah diminta membuat maksimal 3 tahun. Setelah itu kan, membuat itu, membuat, meningkatkan kapasitas SDM-nya, kemudian membuat mekanisme layanan, kemudian juga memastikan infrastruktur yang ada di sana," ujarnya.

"Karena jangan sampai dibentuk UPTD tapi tidak disediakan orangnya, tidak disediakan tempatnya, tidak disediakan anggaran. Maka UPTD PPA itu urgennya seperti itu," sambungnya.

Siti kemudian menjelaskan bahwa kasus kekerasan seksual memang dapat diproses secara hukum. Namun infrastruktur layanan yang belum memadai membuat pemenuhan hak korban belum optimal.

"Kalau tadi kasusnya, ya semua sedang belajar, kasusnya sudah bisa masuk nih ke penyidikan sampai pengadilan, tapi karena infrastruktur layanan korbannya belum ada. Kalaupun sudah ada, belum optimal. Maka pemenuhan hak korbannya juga belum optimal," ucapnya.

Lebih lanjut, Siti mengatakan kurangnya UPTD membuat pendampingan terhadap korban tidak berjalan maksimal. Ini menyebabkan korban merasa tidak dilindungi.

"Nah sekarang polisi misalnya dimandatkan meriksa, meriksa itu harus didampingi korban, kalau tidak ada UPTD, tidak ada LBH, tidak ada WCC, korban kan tidak ditemenin. Kasus pengadilannya mungkin jalan, tapi kan korban nggak kuat, tidak mengalami penguatan, tidak dilindungi," ucapnya.

Siti kemudian juga mengatakan bahwa pengetahuan masyarakat tentang UU TPKS terus meningkat. Hanya saja infrastruktur masih harus terus disiapkan.

"KSBE terus meningkat, kemudian kasus-kasus pelecehan seksual sekarang juga mulai diadukan. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang tindak pidana kekerasan seksual mulai membaik tapi infrastrukturnya masih terus dipersiapkan," kata Siti.

"Dan kami mempercayai komitmen dari seluruh pihak untuk sama-sama menghadirkan pelayanan yang optimal bagi korban dan tentunya kita bisa sama-sama memberikan saran dan masukan yang konstruktif bagi seluruh pihak dan membangun dialog agar Undang-Undang TPKS ini mencapai tujuan," sambungnya.

Selain infrastruktur berupa UPTD, peraturan turunan atau peraturan pelaksana juga diperlukan. Komnas Perempuan juga telah mengirimkan rancangan peraturan turunan kepada Kementerian Sekretaris Negara untuk disahkan secepat mungkin.

"Komnas Perempuan sudah berkirim surat ke Mensekneg kira-kira di Bulan Februari untuk meminta percepatan, waktu itu masih satu, yang pertama itu Diklat ya, kami menyampaikan agar sisanya itu juga dipercepat," ucap Siti.

Siti menilai aturan turunan yang belum disahkan sampai saat ini merugikan. Ia mengharapkan agar lima rancangan peraturan pelaksana yang telah diajukan segera ditandatangani presiden.

"Tentu kita mengharapkan di 5 hari terakhir kelima peraturan pelaksana ini bisa disahkan atau ditandatangani oleh presiden, mengingat UU TPKS memandatkan peraturan pelaksana maksimal tersedia dua tahun setelah UU TPKS disahkan," ungkapnya.

"Ini merugikan ketika peraturan pelaksana ini tidak segera disahkan," pungkasnya.

(jbr/jbr)

Sentimen: negatif (96.9%)