Jika RI Punya Pembangkit Nuklir, Apa Benar-Benar Aman?
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - PT ThorCon Power Indonesia (TPI) yakni perusahaan asal Amerika Serikat (AS) berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia tahun 2032 mendatang.
Lantas apakah PLTN yang akan dibangun di Indonesia benar-benar aman dari kecelakaan yang sudah pernah terjadi di bagian negara lain?
Direktur Operasi TPI, Bob S. Effendi menyebutkan, khekawatiran publik atas pengembangan PLTN di Indonesia menjadi salh satu konsentrasi perusahaan. Khususnya jika berbicara mengenai keselamatan.
"Sebenarnya salah satu concern yang selalu muncul di nuklir itu jadi nuklir itu problemnya menurut saya adalah public perception. Jadi salah satu yang selalu menjadi concern itu adalah keselamatan. Karena orang selalu ingat terhadap Chernobyl, Fukushima, ada filmnya dan lain-lain," ujar Bob kepada CNBC Indonesia dalam program Energy Corner, Selasa (30/4/2024).
Dia mengatakan publik juga harus menilai fakta dan data yang ada, Bob mengatakan bahwa kematian per terawatt hour dari reaktor nuklir merupakan tingkat kematian yang terendah bila dibandingkan sumber energi lainnya. Dia mengatakan tingkat kematian terendah tersebut sudah termasuk dari kecelakaan yang terjadi di Chernobyl dan Fukushima.
"Nah kalau kita bicara keselamatan faktanya kita harus bicara kematian. Faktanya adalah kematian per terawatt hour untuk nuklir itu adalah terendah. Itu bisa di-google, misalnya kita google aja death per terra watt hour maka angka nuklir itu adalah terendah. Itu udah termasuk dengan Fukushima dan Chernobyl," jelasnya.
Dengan begitu, dia mengatakan bahwwa nuklir merupakan sumber energi yang paling aman dengan tingkat kematian yang rendah. "Jadi kalau dia kematiannya terendah maka sesungguhnya gak ada kata lain yang bisa dikatakan dia yang paling aman sebenarnya," ungkapnya.
Dia bahkan menjelaskan bahwa Indonesia seharusnya sudah bisa membangun PLTN sejak tahun 1972 silam di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Namun kebijakan tersebut dievaluasi kembali setelah terjadi kecelakaan nuklir di Fukushima dan Chernobyl.
"Bahkan di dalam kalau gak salah roadmapnya Presiden Soekarno saat itu tahun 1972 Indonesia sudah punya PLTN pertama. Harusnya. Nah lalu juga berdasarkan kebijakan energi nasional yang pertama which is Perpres 5/2007 atau 2006 bahkan di dalam kebijakan energi yang pertama itu Indonesia di 2016 sudah memiliki PLTN pertama. Namun demikian karena terjadi Fukushima maka itu akhirnya tertunda sampai sekarang. Jadi menurut saya PLTN is way overdue," tandasnya.
[-]
-
Jreng.. Pembangkit Nuklir di RI Bukan Lagi Opsi Terakhir(pgr/pgr)
Sentimen: positif (47.1%)