7 Fakta Viral Sejumlah Kasus Bea Cukai Mulai Sepatu, Mainan, hingga Alat Belajar Milik SLB
Liputan6.com Jenis Media: News
Di akun media sosial X dengan akun @ijalzaid mengunggah kronologi alat pembelajaran siswa tunanetwa yang dikirim OHFA Tech dari Korea Selatan tertahan di Bea Cukai. Bahkan barang itu telah tiba di Indonesia pada 18 Desember 2022. Namun, barang tertahan di Bea Cukai.
"Bea cukai membutuhkan dokumen tambahan untuk pemprosesan barang dan penetapan harga barang yang dikim dari OHFA Tech," demikian dikutip dari akun @ijalzaid.
Adapun dokumen yang dibutuhkan antara lain link pemesanan yang tertera harga, spesifikasi dan deskripsi per item barang, invoice atau bukti pembayaran sebenarnya yang telah divalidasi bank. Selain itu, katalog harga barang, gambar dan spesifikasi masing-masing item, nilai freight, dan dokumen lainnya yang mendukung penetapan.
Pihak sekolah mengaku sudah mengirimkan dokumen yang dibutuhkan. Akan tetapi, barang membutuhkan prototipe yang masih tahap perkembangan dan merupakan barang hibah untuk sekolah sehingga tidak ada harga untuk barang tersebut.
"Setelah itu kami dapat email tentang penetapan nilai barang sebesar USD 22.846,52 (kurs 15.688) Rp 361.039.239 dan diminta kelengkapan dokumen," ucap akun @ijalzaid.
Ada pun dokumen tersebut antara lain konfirmasi setuju bayar Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) (estimasi duty tanpa NPWP=Rp 116.616.00, lampirkan surat kuasa (terlampir contoh, wajib diketik), lampirkan NPWP sekolah, lampirkan bukti bayar pembelian barang valid (bukti bayar bank/kredit/paypall/western union (wajib), dan konfirmasi barang/bukan barang (konfirmasi by email).
Selain itu, meminta submit, dokumen surat pernyataan kepemilikan barang dari PIC sekolah.
"Kemudian pihak sekolah tidak setuju dengan pembayaran pajak tersebut dikarenakan barang tersebut merupakan barang hibah alat pendidikan untuk digunakan siswa tuna netra di sekolah negeri SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta dan tetap mengirimkan dokumen-dokumen yang ada," demikian dikutip dari akun tersebut.
Kemudian pihak terkait kembali email untuk menyarankan barang tersebut direaddres dengan dokumen antara lain surat pernyataan bukan kepemilikan barang dari SLB-A Pembina tingkat nasional Jakarta, surta pernyataan hubungan antara PIC sekolah dan SLB-A Pembina tingkat nasional Jakarta, dan surat pernyataan/keabsahan readdress dari PIC Sekolah.
Selain itu, surat permohonan readdress PIC sekolah, surat kuasa readdress PIC sekolah, surat kuasa PIBK PIC sekolah, foto kopi KTP dan NPWP yang menandatangani dokumen tersebut dari PIC sekolah.
Lalu commercial invoice atas nama PIC sekolah, PO dan bukti layar yang sah atas pembelian barang PIC sekolah, jika tidak ada mohon lampirkan surat pernyataan tanpa bukti bayar dan POK, serta surat pernyataan via email yang dikirim langsung dari shipper kalau ada kesalahan pencantuman nama Consignee.
Ia menuturkan, pihak sekolah sudah mengirimankan kelengkapan dokumen ke pihak terkait. Namun, permohonan redress ditolak atau belum dapat disetujui. Setelah diproses cukup lama, pihak sekolah dapat email kembali bawah barang kiriman itu akan dipindahkan ke tempat penimbunan pabean.
"Setelah itu barang sudah cukup sulit untuk diproses karena mengharuskan sekolah membayar pajak yang telah dihitung sebelumnya," tulis akun @ijalzaid.
Singkat cerita, proses berjalan tetapi tetap temui kendala koordinasi antara pihak KOICA, KOTRA, Kementerian Pendidikan dan Kebiayaan dan beka Cukai.
"Kemudian kami tidak mengerti proses kelanjutan dari barang tersebut sampai dengan saat ini," tulis akun @ijalzaid.
Adapun kasus peralatan sekolah milik SLB yang tertahan di Bea Cukai tersebut telah mendapatkan arahan untuk penyelesaian.
"Alhamdullilah sudah ada arahan untuk penyelesaian. InsyaAllah mulai hari Senin pihak sekolah bersurat berjenjang ke dinas pendidikan untuk meminta dibuatkan surat permohonan bebas bea. Terima kasih," demikian dikutip dari akun @ijalzaid, Minggu, 28 April 2024.
Sentimen: positif (98.4%)