Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Ramadhan
Institusi: UNPAD, UNAIR, Universitas Airlangga
Tokoh Terkait
Satu per Satu Parpol Dirayu Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Oposisi Cuma Mimpi?
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Koalisi partai politik tak sekadar untuk mengusung kandidat calon presiden dan calon wakil presiden, tetapi juga menjaga eksistensi partai politik. Sehingga koalisi partai politik menjadi jalan untuk mencapai tujuan atau kepentingan masing-masing. Ketika presiden terpilih sudah diumumkan, koalisi tidak berakhir tapi terus berjalan.
Bahkan koalisi pendukung presiden terpilih ini, akan menjadi magnet bagi oposisi untuk bergabung. Partai politik yang tadinya berada di seberang presiden terpilih akan merapat, agar kebagian insentif.
Pengamat politik Universitas Padjadjaran Firman Manan sempat menyampaikan rasa pesimisnya pada partai politik yang tidak mendukung presiden terpilih akan berada di oposisi. Ia menyebutkan pengalaman sebelumnya ternyata berulang. “Satu sisi pemerintah terpilih akan berupaya menarik ke dalam kubu yang sama. Hal itu untuk mendapatkan dukungan di parlemen. Seperti kelaziman sebelumnya, yang seharusnya oposisi, malah tetap merapat,” katanya kepada kontributor Pikiran Rakyat Dewiyatini.
Dikatakan Firman, koalisi pendukung pemerintah juga penting, tapi sebaiknya tidak terlalu gemuk. Ia menyebut di angka 50-60 persen sehingga tidak perlu mengajak semua parpol bergabung dalam koalisi. Karena dampaknya, fungsi kontrol parlemen tidak akan berjalan. Namun kenyataannya, karakter parpol tetap pragmatis. Mereka menjadi bagian koalisi pendukung bukan dengan pendekatan program, tapi mengharapkan jatah jabatan.
Bagi pemerintah sendiri, merapatnya calon oposisi ke arah mereka akan menguntungkan. “Karena pemerintah harus memastikan stabilitas dan efektivitas saat mereka menjalankan program-programnya,” katanya.
Ia menyebutkan posisi PDIP yang jadi pemenang di pileg sudah seharusnya akan menjadi oposisi yang mampu melakukan tugasnya dengan seimbang mengingat pemenang di Pilpres bukan dari PDIP, melainkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming. Namun yang menjadi problem saat ini, Prabowo seakan merasa tidak cukup dengan koalisi yang ada. Parpol di luar koalisi terus berusaha ditarik untuk bergabung.
“Terlihat adanya upaya membangun format koalisi pendukung pemerintah dengan menambah parpol pendukung. Padahal saat ini, koalisi mereka sudah 60-70 persen,” ujarnya.
PDIP dan PKS memiliki karakter yang loyal menjadi oposisi. Karakter yang loyal ini diperlukan untuk menjalankan mekanisme demokrasi, sebagai kontrol akan kinerja eksekutif. Namun sayangnya, oposisi di Indonesia cenderung lemah dan menimbulkan masalah.
Pemerintah akan menarik sebanyak-banyaknya dukungan untuk menguatkan posisinya. Mereka yang semula oposisi kemudian bergabung dengan koalisi, hanya yang mengharapkan insentif dan pembagian sumber daya. Itu yang selalu menjadi daya tarik parpol berbondong-bondong masuk ke koalisi dalam pemerintahan. Firman menyebutnya sebagai politik kartel yakni saat bertarung di pihak yang berlawanan tapi kemudian bergabung dengan pemenang sehingga pada akhirnya melahirkan koalisi gemuk.
Firman mengatakan masyarakat berharap adanya oposisi yang loyal sehingga PDIP harus membangun komunikasi sejak awal. PDIP harus menunjukkan dan menekankan pentingnya fungsi oposisi. PDIP dapat mengomunikasikan soal nilai dan prinsip yang harus dijaga sehingga pemerintah tidak menyimpang.
Akan tetapi, di akar rumput, akan tetap ada kelompok yang tidak puas. Selain itu akan tetap ada suara kritis dari akademisi yang menjadi kontrol terhadap pemerintahan terpilih agar tetap berada di rel. Selain itu, ada catatan penurunan angka demokrasi yang menjadi alasan kuat mengawal demokrasi oleh akademisi.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Muhammad Nur Ramadhan mengatakan dalam Pemilu 2029, kondisi memang lebih ke pragmatis. Banyak parpol memilih untuk bergabung dengan penguasa.
Bagi parpol oposisi yang minim sumber daya, berada di luar pemerintah tidak akan kebagian apa pun. Nur mengatakan masih ada parpol yang mengasumsikan koalisi pemerintah sebagai persoalan bisnis. “Mereka akan lemah saat berada di luar kekuasaan sehingga esensi sebagai oposisi bukan hal ideal buat mereka,” katanya.
Nur mengatakan PKS memiliki karakter sebagai oposisi yang loyal. Berkaca dari pengalaman, PKS sering kali memberikan catatan dan gagasan. Namun, yang disampaikannya tidak menjadi hal yang strategis karena kekuatan di parlemen yang tidak seimbang sehingga oposisi sangat lemah.
Bambang Hermanto dari Universitas Airlangga dalam Jurnal Transformative Vol. 5 Nomor 1 Mei 2019 dengan judul: Positioning Ideologi Partai Politik dalam Pembentukan Koalisi Indonesia Adil Makmur Pada Pemilihan Presiden Tahun 2019. “Pada tahun 2014 dinamika partai politik di Indonesia menjelang dan sesudah pemilihan presiden dimaknai sebagai manifestasi dari model koalisi office-seeking,” tulisnya.
Karakteristik model koalisi office-seeking bersifat cair, tidak permanen. Hal ini seakan membenarkan adagium politik praktis yang menyatakan bahwa di dalam politik tidak ada teman atau musuh abadi, yang ada adalah kepentingan abadi. Bambang menyebutkan peta aliansi politik di Indonesia mengalami perubahan setelah Pemilihan Presiden 2014. “Koalisi partai politik berubah, partai-partai politik yang semula bersikap oposan terhadap pemerintahan sebagian beralih menjadi partai pendukung pemerintah,” ucapnya.
Memang tidak mudah dalam membentuk koalisi karena setiap partai politik mempunyai kepentingan masing-masing. “Tetapi di sini membuktikan bahwa koalisi merupakan kerjasama aktor-aktor politik untuk mencapai tujuan bersama, baik melalui persepsi ancaman atau pengakuan bahwa tujuan mereka tidak dapat dicapai jika partai politik bekerja secara terpisah,” kata Bambang.***
Sentimen: positif (97%)