Benarkah Industri Migas di Ujung Senja? Ini Penjelasan Ahli
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Periode 2016-2019 Arcandra Tahar buka suara terkait isu sumber energi dunia yakni minyak dan gas bumi (migas). Yang dinilai berada diambang senja.
Diambang senjanya industri migas imbas dunia yang sedang bertransisi menuju energi baru terbarukan (EBT) dan kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV).
"Penantang teknologi migas ini adalah Renewable Energy (RE) dan kendaraan Listrik (EV). Dengan makin pesatnya pertambahan kapasitas pembangkit dari RE terutama angin dan matahari, ditambah dengan mulai maraknya pemakaian EV dan bio energy, sebagian orang mulai percaya lagi bahwa masa keemasan industri migas akan segera berakhir," ujar Arcandra dalam akun Instagram resminya @arcandra.tahar, Senin (29/4/2024).
Walaupun begitu, dia mengungkapkan bahwa kebutuhan dunia akan migas sendiri masih akan tinggi. Dalam catatannya berdasarkan data Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) kebutuhan minyak mentah (crude) hingga tahun 2045 akan bertambah hingga 20 juta barel per hari dibandingkan dengan kebutuhan pada tahun 2020 lalu sekitar 90,7 juta barel per hari.
Arcandra menyebutkan hal itu tidak sebanding dengan migrasi masyarakat yang beralih menggunakan kendaraan listrik yang bisa mengkonversi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) hingga 6 juta barel per hari pada tahun 2040 mendatang.
"Sementara migrasi masyarakat dunia ke kendaraan listrik (EV) hanya akan mengkonversi penggunaan bahan bakar minyak sekitar 6 juta barel per hari pada tahun 2040. Relatif kecil dibandingkan kenaikan konsumsi BBM dunia," jelasnya.
Arcandra menilai kondisi tersebut harus dinilai secara hati-hati lantaran hal tersebut bisa mempengaruhi strategi jangka panjang sebuah negara dalam memenuhi kebutuhan energi di masa mendatang.
"Kalau EV belum cukup kuat untuk menggantikan kendaraan motor bakar di tahun 2040, usaha apa yang mesti dilakukan agar ketahanan energi sebuah negara bisa tercapai dengan tetap mempertimbangkan isu lingkungan yang sedang terjadi," tambahnya.
Selain itu, dia mengatakan meskipun beberapa perusaan migas dunia seperti BP, Shell, ENI, Total, Repsol, dan Equinor saat ini tengah melakukan diversifikasi usaha menuju EBT. Namun, perusahaan tersebut belum sepenuhnya meninggalkan industri migas.
Arcandra menjelaskan bahwa masih banyak perusahaan yang siap untuk melakukan eksplorasi sumber cadangan migas terbaru di berbagai lokasi di dunia.
"Pada tahun 2020, Shell dan Total masing-masing punya sekitar 500 ribu km2. ENI punya sekitar 400 ribu km2 sementara BP dan Equinor masing-masing punya sekitar 200 ribu km2. Sebagai bahan perbandingan, luas pulau Bali sekitar 5 ribu km2. Jadi luas wilayah kerja BP sekitar 100 kali pulau Bali. Masih sangat besar bukan?," bebernya.
Hal itu juga didukung dengan penemuan lapangan migas baru di dunia saat ini yang menambah cadangan baru migas dunia yang dinilai cukup signifikan.
Dia mengatakan Reserves Replacement Ratio (RRR) Shell tahun 2022 sebesar 120%, hal itu artinya penemuan cadangan pengganti 20% lebih banyak daripada yang diproduksi. Dengan kata lain, Shell masih surplus dari sisi cadangannya minyaknya.
"Kalau lebih jauh lagi kita menganalisa, perusahaan migas dunia masih aktif melakukan eksplorasi dan eksploitasi migas dalam rangka memenuhi permintaan yang diperkirakan akan terus meningkat, paling tidak sampai tahun 2045," tandasnya.
[-]
-
Video: Terulang Lagi, Produksi Migas 2023 Tak Capai Target(pgr/pgr)
Sentimen: positif (99.6%)