Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Rezim Orde Baru
Institusi: UNJ
Kab/Kota: bandung
Kasus: HAM, KKN, nepotisme, korupsi
Tokoh Terkait
Maklumat Kebangsaan Tolak Pelanggar HAM dan Politik Dinasti
Gatra.com Jenis Media: Nasional
Jakarta, Gatra.com – Sejumlah Aktivis 98, akademisi, mahasiswa, dan pejuang prodemokrasi menyatakan sikap akan terus melawan dan menolak kembalinya Orde Baru (Orba), politik dinasti, dan pelanggar hak asasi manusia (HAM).
“Menolak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta menolak kembalinya dwifungsi TNI-Polri,” kata Mustar Bonaventura, Aktivis 98 dari organ Forum Kota (Forkot) di Teater Terbuka Tenda Kenduri Perlawanan di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Jakarta Timur (Jaktim), Jumat petang (26/4).
Mustar menyampaikan pernyataan tersebut membacakan Maklumat Kebangsaan Aktivis 98, akademisi, mahasiswa, dan pejuang demokrasi dalam acara Mimbar Rakyat dan Konsolidasi Aktivis 98, akademisi, mahasiswa, dan pejuang demokrasi.
Sejumlah perwakilan Aktivis 98, akademisi, mahasiswa, dan pejuang demokrasi membacakan Maklumat Kebagsaan dalam acara bertajuk “Mimbar Rakyat dan Silaturahmi Akbar Aktivis 98, Akademisi, Mahasiswa, dan Pejuang Prodemokrasi”.
Ia menjelaskan, acara ini merupakan refleksi 26 tahun Reformasi. Elemen-elemen di atas menghelat acara ini karena pemerintahan dan tata kelola negeri ini sudah jauh dari cita-cita yang diperjuangkan pada Reformasi 1998 silam.
“Sudah sangat bergeser jauh dari nilai-nilai dulu yang kita perjuangkan. Dulu kita memperjuangkan demokrasi agar Reformasi total, Orde Baru, pelanggar HAM, dan KKN,” ujarnya.
Ia menyampaikan, praktik-praktik untuk dihentikan dan diperjuangkan pada 1998 itu justru saat ini dipertontonkan kembali dan bahkan sangat vulgar serta tidak tahu malu oleh pemerintah.
“Hari ini jelas-jelas mengabaikan itu. Presiden Jokowi malah mengabaikan itu. Menurut kami, itu menghianati cita-cita yang kami perjuangkan,” ujarnya.
Ia menegaskan, ini membuat para Aktivis 98, akademisi, mahasiswa, dan pejuang prodemokrasi tidak mempunyai pilihan lain, kecuali kembali berkumpul dan menyusun rencana aksi untuk meluruskan cita-cita dan perjuangan Reformasi.
“Hari ini kami berkumpul dari berbagai kota untuk membuat rencana di peringatan 26 tahun Reformasi di bulan Mei. Artinya, konsolidasi yang menuju bulan Mei ini kita sedang persiapkan,” ujarnya.
Mustar melanjutkan, pihaknya akan melakukan konsolidasi total semua Aktivis 98, akademisi dan mahasiswa dari berbagai kampus di Indonesia, dan para pejuang prodemokrasi di seluruh Indonesia.
Semua elemen di atas, ujar dia, semuanya mempunyai rencana. Rencana-rencana tersebut akan disatukan dalam aksi-aksi yang puncaknya pada peringatan 26 Tahun Reformasi pada 26 Mei nanti. “Lokasinya belum ditentukan,” ucapnya.
Mustar Bonaventura, Aktivis 98 dari organ Forum Kota (Forkot) mengatakan sejumlah elemen siap melakukan aksi untuk mengembalikan tujuan Reformasi. (GATRA/Iwan Sutiawan)Sedangkan saat dikonfirmasi soal tudingan dari kubu pendukung Prabowo-Gibran bahwa masih ada pihak-pihak yang bisa move on, menerima kekalahan, dan berupaya menggagalkan kemenangan Prabowo-Gibran, Mustar menegaskan pihaknya tidak ada urusan dengan itu.
“Kita tidak ada upaya untuk kemudian merespons soal itu. Kita melihat Reformasi sudah gagal. Reformasi apa yang kita perjuangkan 26 tahun lalu sudah bergeser dan jauh dari nilai cita-cita itu. Itu yang membuat kita marah, kecewa, dan mau tidak mau harus berkumpul kembali,” tandasnya.
Senada dengan Mustar, Aktivis 98 dari kalangan akademisi, Ubedillah Badrun, menyampaikan, kondisi saat ini membuat pihaknya gelisah karena apa yang dicita-citakan dan diperjuangkan pada Reformasi 1998 jauh dari kenyataan.
“Kami di tahun 1998 itu ingin menghadirkan pemerintahan yan demokrasinya berkualitas, korupsinya hilang atau diminimalisasi, HAM dijunjung tinggi, dan ekonomi tidak stagnan,” ujarnya.
“Itu semua selama 26 tahun ternyata justru kembali mundur. Padahal kami membayangkan tahun 2024, 2025 ini setiap warga negara yang bekerja bisa bergaji Rp20 juta,” ujarnya.
Mahasiwa Sudah Gatal Turun ke Jalan
Perwakilan mahasiswa dari Kota Bandung, Muhammad Rizki Ridwan Saleh, menyampaikan bahwa demokrasi negeri ini saat ini telah dinodai dengan bercokolnya dinasti politik, pelanggaran HAM, dan KKN.
“Semua mahasiswa tidak ingin terjadi lagi seperti kejadian di era abang-abang dulu. Ini akan menjadi triger mahasiswa daerah yang lain, terutama mahasiswa Jabar dikarenakan kawan-kawan di daerah sudah gatal, sudah ingin turun ke jalan, kita sekarang lagi menunggu momentum,” tandasnya.
Koordinator Aliansi Mahasiswa Banten (AMB), Sandi Marta Praja, menyampaikan situasi politik serta proses dan pelaksanaan Pemilu sangat menyakiti rakyat.
“Penetapan presiden yang kita tahu sama tahu, secara prosedur, mekanisme itu melanggar etik berat,” katanya.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Jakarta, Wahid, kondisi demokrasi Indonesia sangat miris. Ia menegaskan pihaknya akan menjadi oposisi sejati dan berupaya mengembalikan hal-hal yang dicita-citakan 26 tahun lalu.
Adapun Holid dari UNJ menyoriti soal mahalnya biaya pendidikan di Indonesia karena pemerintah mengomersialisaikannya. Ini membuat kian menurunnya siswa yang melanjutkan pedidikan di perguruan tinggi.
“Perguruan tinggi merupakan garda depan bangsa kita, tapi ternyata di negeri ini malah dikomersialisasi sehingga ini harus kita perjuangkan,” ujarnya.
87
Sentimen: negatif (98.5%)