Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: London
Kasus: HAM
Tokoh Terkait
UU Disahkan Raja, Inggris Kini Bisa 'Buang' Imigran Gelap ke Rwanda
iNews.id Jenis Media: Nasional
LONDON, iNews.id - Pemimpin monarki Inggris, Raja Charles III, telah memberikan persetujuannya terhadap RUU Deportasi Rwanda. Dengan begitu, Perdana Menteri Rishi Sunak kini punya kekuatan hukum untuk memulai rencananya mengirim para imigran gelap atau pencari suaka ke Rwanda.
Reuters melansir, pengesahan oleh Raja Charles III diumumkan di Majelis Tinggi Inggris pada Kamis (25/4/2024). Dengan begitu, rancangan regulasi yang punya nama resmi RUU Keamanan Rwanda (Suaka dan Imigrasi) itu sah menjadi undang-undang.
Baca Juga
Raja Charles III Disebut Bakal Setujui RUU Rwanda Jadi Tempat Penampungan Imigran Gelap dari Inggris
Persetujuan dari raja adalah tahap akhir dalam proses legislasi di Inggris. Hal tersebut sekaligus menjadi tanda berubahnya status RUU menjadi UU, sehingga produk hukum itu pun dinyatakan efektif.
RUU Deportasi Rwanda sebelumnya telah disahkan oleh Parlemen Inggris pada awal pekan ini. Regulasi itu terbilang kontroversial karena adanya pertarungan panjang antara pemerintah dan para penentangnya.
Baca Juga
Raja Charles III Sakit Kanker, Pangeran William Bakal Ambil Alih Sejumlah Tugas Sang Ayah?
Menjelang pengesahan RUU itu di parlemen, Sunak mengatakan bahwa penerbangan deportasi pertama para imigran gelap dari Inggris ke Rwanda dapat dimulai dalam 10-12 minggu. Dia menambahkan, akan ada beberapa penerbangan dalam sebulan selama musim panas dan seterusnya.
Rwanda dan Inggris menandatangani perjanjian imigrasi pada 2022. Isi perjanjian itu menyebutkan, orang-orang yang diidentifikasi oleh Pemerintah Inggris sebagai imigran tidak berdokumen atau pencari suaka akan dideportasi ke Rwanda untuk diproses, mendapat suaka, dan dimukiman kembali. Skema tersebut menuai kritik dari organisasi hak asasi manusia (HAM), serta sejumlah politisi dan pejabat di Inggris.
Baca Juga
Raja Charles III Divonis Mengidap Kanker, Begini Kondisinya
Penerbangan deportasi pertama seharusnya dilakukan pada Juni 2022. Namun rencana itu tidak pernah terwujud karena intervensi Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa, yang memutuskan tindakan tersebut melanggar hukum. Pemerintah Inggris harus menyusun perjanjian baru tahun lalu setelah Mahkamah Agung Inggris memutuskan bahwa skema awal tidak menjamin keselamatan para pencari suaka.
Editor : Ahmad Islamy Jamil
Sentimen: negatif (76.2%)