Sentimen
Positif (99%)
25 Apr 2024 : 03.46
Informasi Tambahan

Grup Musik: APRIL

Kab/Kota: Surabaya, Senayan, Palu

Rival Prabowo-Gibran Hadapi Momen Krusial, Gabung Koalisi atau Jadi Oposisi

25 Apr 2024 : 10.46 Views 1

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Rival Prabowo-Gibran Hadapi Momen Krusial, Gabung Koalisi atau Jadi Oposisi

PIKIRAN RAKYAT - Palu sudah diketuk. Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menyampaikan putusan sengketa Pilpres 2024. Pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sudah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih pada Pilpres 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Rabu, 24 April 2024.

Partai pengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, NasDem, memberi isyarat bakal bergabung dengan koalisi Prabowo-Gibran. Ketua Umum NasDem Surya Paloh bilang, dalam kompetisi mesti harus saling menghargai. "Yang kalah menghargai yang menang, yang menang apalagi. Inilah kekuatan kita seharusnya."

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menerima kunjungan Prabowo Subianto di Kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Rabu. Dia pun berbicara ihwal masa depan PKB dengan Partai Gerindra.

"Alhamdulillah PKB bisa menyampaikan selamat secara langsung kepada Pak Prabowo sebagai capres yang terpilih pada Pemilu 2024 ini," tuturnya, seperti dilaporkan Asep Bidin Rosidin.

Cak Imin—sapaan akrab Muhaimin Iskandar—bilang, partainya selama ini sudah bekerja sama dengan partai yang dipimpin Prabowo Subianto itu, baik di parlemen maupun eksekutif. Atas dasar tersebut, Ketua Umum PKB itu kepengin menjalin kerja sama dengan koalisi Prabowo-Gibran.

Momen krusial bagi rival Prabowo-Gibran

Capres nomor urut 1, Anies Baswedan saat diskusi Desak Anies di DBL Arena, Surabaya, Jawa Timur pada Jumat, 9 Februari 2024.

Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor bilang, beberapa pekan ke depan adalah momen krusial bagi partai yang menjadi rival Prabowo-Gibran. Sebab, harus ambil sikap, apakah bakal merapatkan barisan bergabung dengan koalisi pemerintahan atau tetap menjadi oposisi.

"NasDem dan PKB ini belum punya pengalaman oposisi. Mereka terbiasa di dalam pemerintahan, jadi patokan berpolitik mereka pasti tetap berada di dalam pemerintahan," kata dia, seperti dilaporkan BBC News Indonesia.

Ahmad Atang, pakar politik dari Universitas Muhammadiyah, juga sependapat dengan Firman. Menurutnya, Prabowo-Gibran membutuhkan dukungan partai politik lain guna memperkuat pemerintahannya ke depan dan yang utama menguasai parlemen.

Pasalnya, posisi politik di parlemen mesti tetap dijaga supaya pelbagai program andalan yang dijanjikan saat kampanye bisa terlaksana tanpa hambatan. Bila PKB dan NasDem berpeluang besar bergabung pemerintahan Prabowo-Gibran, Ahmad menilai, PDI Perjuangan (PDIP) tidak akan semudah itu.

Menurutnya, PDIP sebagai pengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD, tersandera sikap elite partai yang selama ini kencang dan vulgar menyuarakan kecurangan pemilu. Adapun menurut Firman, sepanjang Megawati Soekarnoputri menjadi penentu arah politik PDIP, sangat mungkin mengambil peran sebagai oposisi.

Gestur politik Megawati sekarang dinilai hampir sama dengan yang dia lakukan terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2004—2014. Ahmad mengungkapkan, bila PDIP masuk pemerintahan Prabowo-Gibran justru menjadi kontraproduktif.

PDIP kuasai Senayan

Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

Ahmad bilang, di Senayan PDIP sudah pasti menguasai kursi terbanyak lantaran di Pemilu Legislatif memperoleh 25 juta suara. Partai tersebut menjadi partai dengan suara tertinggi.

Selain itu, PDIP juga sudah berpengalaman menjadi oposisi pada pemerintahan SBY. "Menurut saya PDIP jauh lebih nyaman menjadi oposisi ketimbang dia masuk (pemerintahan), karena dia tidak memberikan nilai tambah apa-apa. Dengan tingkat kritis ke pemerintahan Prabowo-Gibran, itu kan memberikan nilai tambah secara politik bagi PDIP dan untuk menjaga independensi serta sikap kritisnya."

Firman juga sependapat dengan Ahmad. Menurutnya, sistem demokrasi yang sehat bakal berjalan kalau ada oposisi dan PDIP klaimnya, punya banyak alasan untuk bersikap kritis terhadap pemenang pemilu sekarang.

Dia menambahkan, karena PDIP merasakan langsung dampak dari intervensi negara waktu pemilu berlangsung. "Jadi mereka punya alasan menganggap pemilu ini sangat bermasalah dan itu cukup untuk mengatakan pemerintah yang terbentuk sekarang adalah pemerintahan yang problematik."

"Kalau justru masuk ke dalam (pemerintahan), melebur dan asyik dengan kekuasaan malah akan lupa alasan berpolitiknya," katanya lagi menerangkan.***

Sentimen: positif (99.6%)