Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: Tipikor, korupsi
Tokoh Terkait
Singgung Kasus SYL, Novel Baswedan Sebut Era Firli yang Paling Suram di KPK
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, memberikan komentar tajam terkait peran Firli Bahuri dalam kasus yang melibatkan Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Novel mengungkapkan bahwa Firli merupakan sosok yang sangat diandalkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Firli ini yang diandalkan oleh DPR," ujar Novel dalam keterangannya di aplikasi X @nazaqistsha (19/4/2024).
Sebagai Ketua KPK, Firli dipersepsikan oleh pendukung Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK dan beberapa politisi sebagai sosok yang akan memberantas korupsi.
"Para pendukung TWK KPK dan Politisi-politisi untuk memberantas korupsi sebat ketua KPK," ucapnya.
Namun, menurut Novel, hal ini sangatlah ironis. Ia menyatakan bahwa Firli merupakan sosok yang patut dicurigai, sebagaimana yang sering kali ia katakan.
"Sebagaimana yang sering kami katakan bahwa Firli ini parah," tukasnya.
Lebih lanjut, Novel berani menyatakan bahwa era kepemimpinan Firli di KPK dapat dianggap sebagai masa tersuram dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Ini masa tersuram dalam pemberantasan korupsi di Indonesia," tandasnya.
Sebelumnya, kesaksian dari orang dekat SYL mengungkap peran Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasan dana besar.
Dalam ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kesaksian Panji Hartanto, ajudan mantan Menteri Pertanian tersebut menjadi kunci penting dalam mengungkap benang merah kasus ini.
Panji Hartanto, yang selalu 'nempel' pada SYL sebagai ajudan, memberikan kesaksian yang mengungkap peran Firli dalam kasus tersebut.
Panji mengonfirmasi bahwa Firli Bahuri pernah meminta dana sebesar Rp 50 miliar kepada SYL untuk menghapus kasus yang menjeratnya di kantor antikorupsi.
Kehadiran Panji Hartanto di ruang sidang memberikan kejelasan tentang peristiwa yang terjadi langsung di sekitar SYL pada masa itu.
Kesaksiannya menjadi bukti yang sangat penting dalam kasus ini.
Seperti yang diketahui, SYL didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total mencapai Rp 44,5 miliar.
Selain SYL, dua mantan anak buahnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian nonaktif, Kasdi, dan Direktur Kementerian Pertanian nonaktif, M Hatta, juga didakwa dalam perkara ini, meskipun mereka diadili dalam berkas perkara terpisah.
(Muhsin/fajar)
Sentimen: negatif (91.4%)