Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Tokoh Terkait
Presiden Dianggap Terlibat Kecurangan Pemilu, MK Berhak Panggil Jokowi
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) berhak memanggil dan menghadirkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk didengar keterangannya pada Sidang Sengketa Hasil Pilpres 2024.
Menurut Feri, MK berwenang mempermasalahkan kinerja Presiden secara konstitusional jika Presiden dianggap melanggar hukum dan tidak memenuhi syarat menjadi Presiden.
“Ini, kan, konteks kepemiluan, dan Presiden dianggap terlibat dalam kecurangan pemilu,” kata Feri dikutip dari kanal YouTube Feri Amsari, Sabtu, 13 Apri 2024.
Presiden Jokowi.
Menteri bela PresidenFeri juga menyinggung keterangan empat menteri yang menghadiri Sidang Sengketa Pilpres 2024 pada 5 April 2024. Keempat menteri itu adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy.
Menurut Feri, keterangan yang diberikan keempat menteri tersebut cenderung membela Presiden Jokowi dan programnya.
Feri juga menilai pertanyaan yang diberikan hakim konstitusi tidak tajam dan jawaban para menteri cenderung normatif.
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) menyampaikan kesaksiannya dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (5/4/2024). MK memanggil Sri Mulyani beserta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, serta Menteri Sosial Tri Rismaharini untuk memberikan keterangan dan pendalaman lebih jauh oleh hakim konstitusi dalam sidang PHPU Pilpres 2024. ANTARA FOTO/Ad
Ia mencontohkan, hakim tidak bertanya kepada Airlangga mengapa dia dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan turut membagikan bansos secara langsung ke masyarakat pada masa kampanye. Padahal, membagikan bansos bukan tugasnya.
Tindakan itu dinilai melanggar UU Nomor 11/2009 dan UU Nomor 14/2019, yang menyebut bahwa pembagian bansos itu merupakan tugas menteri sosial.
“Kenapa para hakim tidak bertanya kepada Pak Airlangga, Pak Zulkifli Hasan, turun membagikan bansos, sembako, dan bantuan tertentu, karena itu bukan tugas mereka. Dan, harusnya bertanya, bukankah Pak Airlangga tidak berwenang karena itu bukan tugas Bapak dan melanggar undang-undang kementerian negara?" tuturnya.
Hakim, menurutnya, semestinya mempertanyakan kepada Muhadjir kenapa ikut memberi keputusan data penerima bansos, padahal seharusnya hanya mengoordinasi saja.
“Yang saya tangkap, memang para menteri sekonyong-konyong membela Presiden dan programnya, tetapi harus dilihat MK sebagai hakim karena sifatnya aktif, betul-betul harus menggali dan pertanyaan harus mendalam,” tuturnya.
MK tidak beri pelajaranDia menyebut, ada beberapa hakim yang mengajukan pertanyaan kuat, tetapi tidak diikuti dengan pertanyaan yang lebih tajam. Misalnya, kenapa Presiden mendatangi daerah kubu lawan dan memberikan bantuan dana.
Kalau bantuan lebih dari jumlah yang ditentukan oleh undang-undang dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), maka termasuk pelanggaran Pemilu. Dalam konteks ini, hakim bisa mempertanyakan apakah ada atau tidak teguran dari KPU.
“Ini tidak terelaborasi dengan menarik di sidang kemarin, dan MK tidak memberikan pembelajaran yang baik untuk peserta Pemilu karena kecenderungan mereka berpikir curang sehabis-habisnya nanti tidak bisa dibuktikan,” ujarnya.
Menurut Feri, harus ada upaya untuk membenahi Pemilu agar peserta tidak mencurangi pemilu sehabis-habisnya dan jarak perolehan suara yang terlalu lebar membuat kecurangan-kecurangan itu diabaikan di MK. Dia khawatir ada upaya untuk mengabaikan nilai-nilai penegakan hukum yang baik dalam persidangan di MK.***
Sentimen: negatif (96.6%)