Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: korupsi
Tokoh Terkait
Saling sikut KPK dan Kejagung usut korupsi LPEI
Alinea.id Jenis Media: News
Kejagung pun meminta KPK agar menyampaikan lebih jauh dan mendetail tentang perkara yang ditanganinya. Dengan begitu, tidak akan ada tumpang tindih.
"Silakan teman-teman KPK kalau mau koordinasi, kasus yang dimaksud yang mana. Kami terbuka dan tidak mau ada tumpang tindih penanganan perkara di antara aparat penegak hukum sesuai dengan MoU yang sudah kita sepakati," beber Ketut.
Koordinasi antarlembaga
Terpisah, pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Hibnu Nugroho, mendorong agar Kejagung dan KPK berkoordinasi dalam mengusut kasus dugaan korupsi di LPEI. Ini diperlukan agar ada analisis lebih jauh tentang kasus yang ditangani masing-masing lembaga dan memastikan tidak tumpang tindih.
Ia mengingatkan, pengadilan enggan meladeni perkara yang bersifat nebis in idem alias dua kasus dengan objek perkara serupa. Karenanya, Hibnu cenderung tidak sependapat apabila KPK dan Kejagung "saling sikut" dalam pengusutan perkara ini.
"Namanya suatu perkara, kan, banyak sudut pandang. Apakah perusahaannya hanya enam? Mungkin lebih. Nah, kita tunggu analisanya," jelasnya kepada Alinea.id. "Keduanya harus bertemu untuk menemukan titik temu objek perkaranya dulu."
Setelah dianalisis, maka objek perkara akan diketahui. Selanjutnya, kasus yang telah berproses harus diutamakan. Namun jika berbeda, penanganan perkara oleh masing-masing lembaga bisa tetap berlanjut.
Hibnu menilai, KPK dan Kejagung bisa berkolaborasi (joint investigation) dalam pengusutan kasus korupsi LPEI. Langkah ini dapat ditempuh untuk memecah kebuntuan ketika masing-masing bersikukuh melanjutkan penanganan perkara.
Manuver Menkeu
Sementara itu, pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar berpandangan, Menkeu melaporkan kasus dugaan korupsi LPEI kepada Kejagung karena pertimbangan kinerja KPK. Apalagi, komisi antirasuah sempat dilanda masalah internal: banyak pegawainya yang terlibat skandal.
"KPK sekarang lamban menangani korupsi yang sudah jelas pembuktiannya," tegasnya kepada Alinea.id. Ia pun mendukung langkah Menkeu berkoordinasi dengan Kejagung.
Fickar menambahkan, memburuknya kinerja KPK sejak status pegawainya berubah menjadi aparatur sipil negara (ASN). Sebab, itu memungkinkan para pegawai diatur pihak lain bahkan internal.
Lebih jauh, ia menyampaikan, ada keuntungan ketika kasus ditangani "Korps Adhyaksa". Misalnya, Menkeu bisa melapor kepada Presiden bahkan meminta Jaksa Agung dipecat jika penanganan oleh kejaksaan juga tidak optimal.
"Jika Kejagung macam-macam, Sri Mulyani lapor Presiden dan Jaksa Agungnya bisa minta dipecat dan diganti dengan Jaksa Agung yang jujur dan berani," terangnya.
"Kalau KPK, kan, Presiden tidak bisa mengganti sembarangan. Jadi, memang karena faktor perubahan aturan itu KPK sudah tidak independen dan gampang dimainkan oleh pihak pihak tertentu," sambung Fickar.
Sentimen: negatif (98.1%)