Sentimen
Negatif (100%)
23 Mar 2024 : 06.16
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Karet

MK Hapus Pasal Hoaks dan Pencemaran Nama Baik, Ini Kata Polri

Medcom.id Medcom.id Jenis Media: News

23 Mar 2024 : 06.16
MK Hapus Pasal Hoaks dan Pencemaran Nama Baik, Ini Kata Polri

Jakarta: Polri merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus pasal penyebaran berita bohong atau hoaks dan pencemaran nama baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Putusan tersebut keluar pada Kamis, 21 Maret 2024. "Tentu apa yang sudah kita lakukan langkah-langkahnya tidak berlaku surut," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 22 Maret 2024. Dia menjelaskan maksud tidak berlaku surut tersebut ialah undang-undang hanya berlaku untuk peristiwa yang terjadi setelah undang-undang dinyatakan berlaku. Dia menegaskan Polri akan mengikuti putusan MK. "Namun, ke depannya apabila ada ketentuan seperti itu tentu Polri akan beradaptasi. Kemudian mengkaji dan tunduk dan patuh pada aturan yang terbaru," ujar mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya itu. Sebelumnya, MK mencabut Pasal 14 dan 15 KUHP tentang penyebaran hoaks, serta menyatakan Pasal 310 ayat (1) KUHP tentang pencemaran nama baik inkonstitusional bersyarat. Putusan ini dibacakan dalam Sidang MK pada Kamis, 21 Maret 2024.   Dilansir dari laman mkri.id, aturan mengenai larangan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong sehingga menimbulkan keonaran sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini termuat dalam Putusan Nomor: 78/PUU-XXI/2023 atas permohonan yang diajukan Haris Azhar dan Fatiah terkait uji materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP. "Menyatakan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Kamis, 21 Maret 2024. Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Arsul Sani, Mahkamah berpendapat unsur berita atau pemberitahuan bohong dan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan termuat dalam Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP, dapat menjadi pemicu terhadap sifat norma pasal-pasal a quo menjadi pasal karet yang dapat menciptakan ketidakpastian hukum. Pasal karet adalah pasal dalam undang-undang yang tidak jelas tolok ukurnya. Kemudian, penggunaan kata keonaran dalam ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP disebut berpotensi menimbulkan multitafsir. Sebab, antara kegemparan, kerusuhan, dan keributan memiliki gradasi yang berbeda-beda, demikian pula akibat yang ditimbulkan.    "Dengan demikian, terciptanya ruang ketidakpastian karena multitafsir tersebut akan berdampak pada tidak jelasnya unsur-unsur yang menjadi parameter atau ukuran dapat atau tidaknya pelaku dijerat dengan tindak pidana," ujar Arsul. MK juga menyatakan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP tentang pencemaran nama baik inkonstitusional secara bersyarat. Dalil-dalil para pemohon berkaitan dengan inkonstitusionalitas norma Pasal 14 dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 serta Pasal 310 ayat (1) KUHP dinyatakan adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian.

Jakarta: Polri merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus pasal penyebaran berita bohong atau hoaks dan pencemaran nama baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Putusan tersebut keluar pada Kamis, 21 Maret 2024.
 
"Tentu apa yang sudah kita lakukan langkah-langkahnya tidak berlaku surut," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 22 Maret 2024.
 
Dia menjelaskan maksud tidak berlaku surut tersebut ialah undang-undang hanya berlaku untuk peristiwa yang terjadi setelah undang-undang dinyatakan berlaku. Dia menegaskan Polri akan mengikuti putusan MK.
"Namun, ke depannya apabila ada ketentuan seperti itu tentu Polri akan beradaptasi. Kemudian mengkaji dan tunduk dan patuh pada aturan yang terbaru," ujar mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya itu.
 
Sebelumnya, MK mencabut Pasal 14 dan 15 KUHP tentang penyebaran hoaks, serta menyatakan Pasal 310 ayat (1) KUHP tentang pencemaran nama baik inkonstitusional bersyarat. Putusan ini dibacakan dalam Sidang MK pada Kamis, 21 Maret 2024.
 
Dilansir dari laman mkri.id, aturan mengenai larangan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong sehingga menimbulkan keonaran sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
 
Hal ini termuat dalam Putusan Nomor: 78/PUU-XXI/2023 atas permohonan yang diajukan Haris Azhar dan Fatiah terkait uji materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP.
 
"Menyatakan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Kamis, 21 Maret 2024.
 
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Arsul Sani, Mahkamah berpendapat unsur berita atau pemberitahuan bohong dan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan termuat dalam Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP, dapat menjadi pemicu terhadap sifat norma pasal-pasal a quo menjadi pasal karet yang dapat menciptakan ketidakpastian hukum. Pasal karet adalah pasal dalam undang-undang yang tidak jelas tolok ukurnya.
 
Kemudian, penggunaan kata keonaran dalam ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP disebut berpotensi menimbulkan multitafsir. Sebab, antara kegemparan, kerusuhan, dan keributan memiliki gradasi yang berbeda-beda, demikian pula akibat yang ditimbulkan. 
 
"Dengan demikian, terciptanya ruang ketidakpastian karena multitafsir tersebut akan berdampak pada tidak jelasnya unsur-unsur yang menjadi parameter atau ukuran dapat atau tidaknya pelaku dijerat dengan tindak pidana," ujar Arsul.
 
MK juga menyatakan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP tentang pencemaran nama baik inkonstitusional secara bersyarat. Dalil-dalil para pemohon berkaitan dengan inkonstitusionalitas norma Pasal 14 dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 serta Pasal 310 ayat (1) KUHP dinyatakan adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(AZF)

Sentimen: negatif (100%)