Sentimen
Positif (79%)
22 Mar 2024 : 15.12
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Mataram

Tokoh Terkait

Angka Perkawinan Anak di NTB Masih Tinggi

22 Mar 2024 : 15.12 Views 9

Medcom.id Medcom.id Jenis Media: News

Angka Perkawinan Anak di NTB Masih Tinggi

Mataram: Angka perkawinan anak di Nusa Tenggara Barat (NTB) masih tinggi, bahkan angkanya di atas rata-rata nasional. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB, Nunung Triningsih, mengakui dari data Pengadilan Tinggi Agama NTB selama periode 2023 terdapat 723 kasus pengajuan dispensasi pernikahan di bawah umur. "Kawin anak masih kerap terjadi dengan salah satu celahnya adalah melalui permohonan dispensasi ke pengadilan, meski kasus dispensasi pernikahan di NTB angkanya fluktuatif," kata Nunung pada dialog kebijakan publik bertemakan 'Dilematik Dispensasi Kawin dalam Perkawinan Anak di NTB' di kantor Gubernur NTB, Mataram, Rabu, 20 Maret 2024.   Nunung mengatakan dari tahun 2019 ada 302 kasus, tahun 2020 ada 875, tahun 2021 meningkat di angka 1.127, tahun 2022 menurun jadi 710 dan tahun 2023 sebanyak 723 kasus. Sementara berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2022 NTB merupakan provinsi dengan angka perkawinan anak tertinggi di tingkat nasional, yakni 16,23 persen. Angka tersebut dua kali lipat lebih besar dari capaian nasional pada tahun 2022, yakni 8,06 persen. "Meskipun angkanya menurun menurut Susenas, dari 16,61 persen di 2020, menjadi 16,23 persen di 2022, namun penurunan ini masih kurang signifikan," jelasnya. Menurut dia Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB telah berinisiatif mengeluarkan serangkaian kebijakan, di antaranya Peraturan Daerah (Perda) NTB Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak dan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 34 Tahun 2023 tentang Rencana Aksi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak Tahun 2023-2026. Namun demikian perkawinan anak masih kerap terjadi, salah satunya dilakukan melalui jalur dispensasi. "Kami sudah memiliki Perda dan awik-awik, namun sanksi yang masih belum diterapkan secara tegas yang menyulitkan dalam menindak pelaku perkawinan anak. Komitmen kita bersama dalam melakukan pencegahan perkawinan anak dan jika kita melakukan bersama, angka kasus perkawinan bisa menurun," ungkapnya.

Mataram: Angka perkawinan anak di Nusa Tenggara Barat (NTB) masih tinggi, bahkan angkanya di atas rata-rata nasional.
 
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB, Nunung Triningsih, mengakui dari data Pengadilan Tinggi Agama NTB selama periode 2023 terdapat 723 kasus pengajuan dispensasi pernikahan di bawah umur.
 
"Kawin anak masih kerap terjadi dengan salah satu celahnya adalah melalui permohonan dispensasi ke pengadilan, meski kasus dispensasi pernikahan di NTB angkanya fluktuatif," kata Nunung pada dialog kebijakan publik bertemakan 'Dilematik Dispensasi Kawin dalam Perkawinan Anak di NTB' di kantor Gubernur NTB, Mataram, Rabu, 20 Maret 2024.
  Nunung mengatakan dari tahun 2019 ada 302 kasus, tahun 2020 ada 875, tahun 2021 meningkat di angka 1.127, tahun 2022 menurun jadi 710 dan tahun 2023 sebanyak 723 kasus.
Sementara berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2022 NTB merupakan provinsi dengan angka perkawinan anak tertinggi di tingkat nasional, yakni 16,23 persen. Angka tersebut dua kali lipat lebih besar dari capaian nasional pada tahun 2022, yakni 8,06 persen.
 
"Meskipun angkanya menurun menurut Susenas, dari 16,61 persen di 2020, menjadi 16,23 persen di 2022, namun penurunan ini masih kurang signifikan," jelasnya.
 
Menurut dia Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB telah berinisiatif mengeluarkan serangkaian kebijakan, di antaranya Peraturan Daerah (Perda) NTB Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak dan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 34 Tahun 2023 tentang Rencana Aksi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak Tahun 2023-2026. Namun demikian perkawinan anak masih kerap terjadi, salah satunya dilakukan melalui jalur dispensasi.
 
"Kami sudah memiliki Perda dan awik-awik, namun sanksi yang masih belum diterapkan secara tegas yang menyulitkan dalam menindak pelaku perkawinan anak. Komitmen kita bersama dalam melakukan pencegahan perkawinan anak dan jika kita melakukan bersama, angka kasus perkawinan bisa menurun," ungkapnya.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(DEN)

Sentimen: positif (79%)