Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Institusi: UII
Kab/Kota: Yogyakarta, Sleman
Tokoh Terkait
Gunakan Simbol Keranda, Akademisi UII: Indonesia Telah Dimutilasi
Medcom.id Jenis Media: News
Sleman: Akademisi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengkritik keras tingkah pemerintah yang sudah merusak demokrasi. Guru besar Fakultas Hukum UII, idwan Khairandy menyebut Indonesia seperti telah dimuilasi. "Negara hukum telah mati dengan dimutilasi pemimpin negeri. Hukum administrasi dan tata negara berfungsi, di situ negara eksis. Ketika keduanya tak berfungsi, demokrasi mati," kata Ridwan dalam pernyataan sikap bertajuk 'Selamatkan Demokrasi Indonesia' di Halaman Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang, Kamis, 14 Maret 2024. Ia merujuk pada sederet peristiwa, dari intervensi Mahkamah Konstitusi (MK), ndakan pelanggengan kekuasaan keluarga atau politik dinasti, hingga upaya Presiden Jokowi untuk menjabat 3 periode. Selain itu juga persoalan bansos diduga untuk memenangkan salah satu kontestan Pilpres. "Negeri ini telah dimutilasi tapi tidak ditemukan di mana bagiannya. Pemimpin sendiri yang melakukan mutilasi demokrasi. Pemimpin negeri yang akalnya sudah tidak sehat itu," jelasnya. Sebulan pascapemilu 14 Februari 2024, Indonesia dinilai menunjukkan kerusakan di berbagai aspek. Kerusakan itu membuat bangsa Indonesia layak berduka setelah gelaran Pemilu. Duka tersebut lanas disimbolkan dengan keranda tertutup kain hitam bertulis 'DEMOKRASI'. "Kita menyaksikan, sejak 14 Februari sampai hari ini demokrasi telah mati, gurgur, telah dikebiri oleh pemimpin tertinggi negara," kata Guru Besar Program Studi Ilmu Komunikasi UII, Masduki. Dosen Program Studi Hubungan Internasional UII, Karina Utami Dewi, mengatakan Pesiden Jokowi telah merusak demokrasi. Narasi Indonesia emas yang terus digaungkan telah dirusak sendiri oleh pemerintah dari cara lain. "Narasi Indonesia emas membahana. Rakyat dikecoh dengan tindakan pelanggaran-pelanggaran," kata dia. Ia menilai, pernyataan sikap tersebut menjadi keputusan dari hati nurani untuk mengingatkan pemerintah sebagai check and balaces. Selain itu, partai politik yang diharapkan menjadi kontrol juga telah mati atau dibungkam pemerintah. "Kita harus melawan demi masyarakat, bukan demi pelanggengan kekuasaan," ujarnya.
Sleman: Akademisi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengkritik keras tingkah pemerintah yang sudah merusak demokrasi. Guru besar Fakultas Hukum UII, idwan Khairandy menyebut Indonesia seperti telah dimuilasi."Negara hukum telah mati dengan dimutilasi pemimpin negeri. Hukum administrasi dan tata negara berfungsi, di situ negara eksis. Ketika keduanya tak berfungsi, demokrasi mati," kata Ridwan dalam pernyataan sikap bertajuk 'Selamatkan Demokrasi Indonesia' di Halaman Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang, Kamis, 14 Maret 2024.
Ia merujuk pada sederet peristiwa, dari intervensi Mahkamah Konstitusi (MK), ndakan pelanggengan kekuasaan keluarga atau politik dinasti, hingga upaya Presiden Jokowi untuk menjabat 3 periode. Selain itu juga persoalan bansos diduga untuk memenangkan salah satu kontestan Pilpres.
"Negeri ini telah dimutilasi tapi tidak ditemukan di mana bagiannya. Pemimpin sendiri yang melakukan mutilasi demokrasi. Pemimpin negeri yang akalnya sudah tidak sehat itu," jelasnya.
Sebulan pascapemilu 14 Februari 2024, Indonesia dinilai menunjukkan kerusakan di berbagai aspek. Kerusakan itu membuat bangsa Indonesia layak berduka setelah gelaran Pemilu. Duka tersebut lanas disimbolkan dengan keranda tertutup kain hitam bertulis 'DEMOKRASI'.
"Kita menyaksikan, sejak 14 Februari sampai hari ini demokrasi telah mati, gurgur, telah dikebiri oleh pemimpin tertinggi negara," kata Guru Besar Program Studi Ilmu Komunikasi UII, Masduki.
Dosen Program Studi Hubungan Internasional UII, Karina Utami Dewi, mengatakan Pesiden Jokowi telah merusak demokrasi. Narasi Indonesia emas yang terus digaungkan telah dirusak sendiri oleh pemerintah dari cara lain.
"Narasi Indonesia emas membahana. Rakyat dikecoh dengan tindakan pelanggaran-pelanggaran," kata dia.
Ia menilai, pernyataan sikap tersebut menjadi keputusan dari hati nurani untuk mengingatkan pemerintah sebagai check and balaces. Selain itu, partai politik yang diharapkan menjadi kontrol juga telah mati atau dibungkam pemerintah.
"Kita harus melawan demi masyarakat, bukan demi pelanggengan kekuasaan," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(DEN)
Sentimen: negatif (79%)