Sentimen
Negatif (100%)
14 Mar 2024 : 13.20
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Kasus: stunting

Angka Pernikahan di Indonesia Turun, Faktor Ekonomi dan Psikologis Dituding Jadi Sebab

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

14 Mar 2024 : 13.20
Angka Pernikahan di Indonesia Turun, Faktor Ekonomi dan Psikologis Dituding Jadi Sebab

PIKIRAN RAKYAT - Pernikahan sepertinya tidak lagi menjadi impian bagi sebagian masyarakat Indonesia. Hal itu terlihat dari terus menurunnya angka pernikahan, terutama dalam enam tahun terakhir.

Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menunjukkan angka pernikahan di Indonesia yang terus mengalami penurunan cukup signifikan. Angka penurunan paling drastis terjadi pada rentang 2022 menuju 2023, yakni 7,5 persen.

Tren penurunan angka pernikahan tersebut terjadi hampir di semua daerah. Di Jawa Barat, misalnya, angka penurunan terjadi hampir mencapai 29.000. Di DKI Jakarta pun, mengalami penurunan di angka hampir 4.000.

Kondisi yang sama juga terjadi di provinsi padat penduduk lainnya seperti Jawa Tengah yang menyusut hingga 21.000 dan Jawa Timur yang menurun hingga 13.000.

Sementara, pernikahan paling sedikit terjadi di Papua Selatan pada 2023, yakni 871 peristiwa. Di atasnya terdapat Papua Tengah dan Papua Barat dengan jumlah pernikahan masing-masing sebanyak 896 peristiwa dan 1.113 peristiwa.

Melihat trennya, jumlah pernikahan di Indonesia sebenarnya sudah terlihat menurun sejak satu dekade terakhir. Penurunan terdalam terjadi pada 2020 sebanyak 8,96 persen.

Meski demikian, tak semua angka pernikahan di setiap provinsi mengalami penurunan. Beberapa provinsi tercatat sempat mengalami kenaikan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

Misalnya saja Bali yang justru mengalami peningkatan. Dari 2.912 pernikahan pada 2021, 3.047 pada 2022, dan 3.056 pada 2023.

Pada 2018, angka pernikahan di Tanah Air tercatat sebanyak 2.016.171 pasangan. Pada 2019, angkanya menurun jadi 1.968.878. Pada 2020, angkanya menurun lagi menjadi 1.792.548.

Sedangkan pada 2021, angkanya menciut menjadi 1.742.049 pasangan, kemudian pada 2022 sebanyak 1.705.348, dan 2023 sebanyak 1.577.255 pasangan.

Data lain berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023 yang diolah BPS, juga menunjukkan bahwa mayoritas pemuda Indonesia usia 16-30 tahun belum menikah. Persentase yang belum menikah adalah 68,29 persen, sementara yang berstatus menikah 30,61 persen. Sisanya adalah mereka yang berstatus cerai hidup atau mati.

Pakar Ilmu Sosial Prof Dr Endang Komara menyebutkan, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi penurunan angka pernikahan. Misalnya masalah ekonomi karena memiliki anak dan keturunan memerlukan biaya tinggi, serta lebih memilih fokus berkarier.

“Ada pula anggapan bahwa menikah itu sekarang menjadi tidak penting,” ucap Endang, ketika dihubungi Pikiran Rakyat pada Selasa, 12 Maret 2024.

Ada pula beberapa faktor lain seperti trauma akibat orangtua bercerai (broken home) dan KDRT, hingga kesulitan eksternal lain seperti mencari pasangan membutuhkan mahar yang tinggi.

“Seperti di Pakistan, rata-rata mereka harus sudah punya pekerjaan tetap, memiliki rumah, kendaraan, dan memiliki tabungan untuk membayar mahar bagi laki-laki,” ucapnya.

Rektor Uninus ini juga mengatakan, untuk menghadapi fenomena di atas, masyarakat perlu diberikan edukasi pentingnya melakukan pernikahan. “Juga dari sudut pandang Islam, hukum nikah wajib bagi yang mereka yang takut terhindar dari perzinahan dan sunah bagi mereka yang sudah berkecukupan, baik dari aspek psikologis maupun ekonomi,” tuturnya.

Di sisi lain, menurunnya angka pernikahan juga berguna untuk memperlambat pertumbuhan jumlah penduduk, serta membuat SDM semakin berkualitas, karena mendahulukan karier daripada pernikahan.

“Contohnya, Hong Kong, Vietnam, dan Taiwan sepuluh tahun lalu menunda pernikahan bagi warganya untuk tujuan tersebut,” katanya.

Meski demikian, dilanjutkan dia, dari perspektif sosiologis dan kebutuhan biologis, pernikahan tidak bisa ditangguhkan sesuai UU No. 16 tahun 2019. Batas minimal laki-laki melangsungkan pernikahan usia 19 tahun dan perempuan 16 tahun.

Prokreasi

Sementara itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo sempat mengatakan, salah satu alasan penurunan angka pernikahan di Tanah Air adalah perbedaan tujuan antara laki-laki dan perempuan.

Dia menyebutkan, setidaknya ada tiga tujuan pernikahan, yakni security (keamanan), prokreasi (menghasilkan keturunan), dan rekreasi.

“Secara naluriah, tujuan perempuan lebih ke security, ingin dicintai sepenuhnya, meskipun tidak punya anak akan tenang. Tetapi, laki-laki kalau belum punya anak bisa gelisah terus," kata Hasto.

Dia juga menyebutkan, pada umumnya tujuan pasangan menikah di Indonesia masih prokreasi atau untuk menghasilkan keturunan. Rata-rata usia perempuan yang menikah juga semakin mundur, dari 20 menjadi 22,3 tahun.

"Semakin tua orang menikah, padahal dulu-dulu menikah 20 tahun, tetapi sekarang perempuan menikahnya cenderung mundur, padahal semakin tua semakin menyebabkan stunting, kalau 35 tahun sudah tua sehingga anaknya berisiko stunting," ucapnya.

Menurut dia, tekanan orang-orang sekitar juga menjadi salah satu faktor yang membuat masyarakat tidak ingin melangsungkan pernikahan. Misalnya, ketika menikah maka akan ada tekanan untuk mempunyai anak.***

Sentimen: negatif (100%)