Sentimen
Informasi Tambahan
Hewan: Sapi, Kambing
Kab/Kota: Dukuh, Sleman, Gunungkidul
Tokoh Terkait
Dinkes Sebut Antraks di Sleman-Gunungkidul Sudah Bisa Jadi KLB
Harianjogja.com Jenis Media: News
Harianjogja.com, JOGJA—Kemunculan kasus antraks di perbatasan Sleman dan Gunungkidul disebut sudah bisa dikategorikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Pasalnya kasus ini baru pertama kalinya terjadi di Sleman dan untuk wilayah Gunungkidul lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya.
Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembajun Setyaningastutie menjelaskan untuk menjadi KLB, satu kasus saja sudah bisa dinyatakan KLB asalkan tahun lalu tidak ada kasusnya di wilayah tersebut. Atau bisa juga pernah terjadi, tetapi tahun ini lebih banyak dari tahun lalu.
Meski demikian, untuk menjadikan KLB merupakan wewenang pemerintah daerah setempat. “KLB ini kewenangan harus dari daerah setempat dulu, baru nanti di tingkat provinsi. Informasi ini juga sudah sampai Pusat, maka kami tidak bisa lagi mengabaikan. Koordinasi kabupaten-kota harus diperkuat,” ujarnya, Rabu (13/3/2024).
Dia menjelaskan hingga saat ini, total sudah ada sebanyak 43 warga yang suspek antraks dan sedikitnya lima hewan ternak mati mendadak dengan gejala antraks. Satu orang warga Sleman juga dikabarkan meninggal, tetapi belum diketahui apakah disebabkan antraks atau tidak.
“Yang meninggal Saya ga bisa bilang itu antraks atau bukan, karena yang bersangkutan sudah meninggal sebelum diambil sampelnya. Gejala bisa sama tapi hasil lab belum tentu. Ini sudah kesekian kali di Gunungkidul, terjadi lagi,” katanya.
Ia menceritakan kasus ini bermula pada 7 Maret 2024 lalu Dinas Kesehatan Gunungkidul menerima informasi dugaan kasus antraks dari Dinas Kesehatan Sleman. Waktu itu ada pasien yang opname di RSUD Prambanan dengan gejala antraks.
“Dinas Kesehatan Gunungkidul lalu berkoordinasi dengan Puskesmas Gedangsari 2 dan RSUD Prambanan untuk memastikan. 8 Maret, bersama satgas One Health, dilakukan epidemologi gabungan ke lokasi perbatasan antara dusun Kayoman, Serut, Gedangsari dan Dusun Kalinongko Gayamharjo, Prambanan,” kata dia.
BACA JUGA: Pencegahan Antraks, Sleman Belum Berencana Beri Kompensasi Bagi Ternak Mati
Dari penelusuran, diketahui pada 12 Februari ada penduduk yang memiliki kambing mati dan dikubur. Tiga kambing lainya disembelih dan dibagikan ke warga sekitarnya. Hari berikutnya satu sapi mati malam hari, dikuliti dagingnya dan dibagi.
“Itu di Pak Dukuh sudah mengingatkan, tapi ternyata memang sudah kemana mana. Lalu pada 24 februari dengan orang yang sama pada peternak yang sama kambingnya mati. Disembelih dan dikuliti di rumah tetangganya, daging masih dibagi juga untuk warga,” paparnya.
Setelah itu banyak warga sekitar mengalami gejala panas, muntah dan diare. Pada 2 Maret 2024, seorang warga mengeluuh demam, sakit kepala dan gatal di sekitar wajah disertai merah bengkak berair. Warga tersebut lalu dirawat di RSUD Prambanan pada 6 Maret 2024.
“Beliau dirawat, ditunggui istrinya yang juga mengalami gejala sama. Pada 7 Maret, laporan lagi, satu sapi milik bapak tersebut mati mendadak. Hasil PE [Pemeriksaan Epidemologi] 8 Maret, 23 orang dilakukan pemeriksaan dengan 16 orang tidak bergejala dan tujuh orang bergejala,” katanya.
Pada 9 Maret 2024, Puskesmas Gedangsari 2 melaporkan 30 oarng Kayoman dilakukan pemeriksaan, 20 orang tidak bergejala dan 10 orang bergejala. Puluhan sampel telah dikirim ke BBTKLPP untuk diketahui hasilnya seminggu setelah pengambilan sampel.
Dia berharap Pemkab Sleman dan Gunungkidul terutama yang sudah beberapa kali kejadian, lebih waspada dan banyak melakukan edukasi. “Sebentar lagi Hari Raya [Idulfitr] dan iduladha,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sentimen: negatif (99.9%)