12 Maret 2024 06:05 WIB

Syamsul mengatakan yang paling penting adalah toleransi dan tetap fokus beribadah di bulan Ramadan

Ilustrasi Ramadan (Istimewa)

YOGYAKARTA, JITUNEWS.COM - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyebut perbedaan awal Ramadan adalah hal yang biasa. Menurutnya, masing-masing pihak memiliki dalilnya sendiri.

"Ya, harus toleransi satu sama lain," kata Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Prof. Syamsul Anwar di UMY, Senin (11/3).

Syamsul mengatakan ada yang menggunakan hisab dan ada yang menggunakan rukyat untuk menentukan awal Ramadan.

Ramadan Tiba! Ini Bacaan Niat dan Tata Cara Mandi Wajib Sebelum Puasa

"Karena memang pandangan masing-masing mempunyai dalilnya sendiri-sendiri," katanya.

Meski awal puasa Ramadan berbeda, namun ia berharap Hari Raya Idul Fitri baik Pemerintah, Nahdlatul Ulama (NU) hingga Muhammadiyah bisa sama.

"Nah, untuk Muhammadiyah termasuk yang menggunakan hisab karena itu puasanya hari ini. Tapi nanti Lebaran Insyaallah Lebaran bersama-sama," ujarnya.

"Jadi yang puasa hari ini hitungannya puasa 30 hari dan yang mulai besok (12/3/2024) hitungannya puasa 29 hari," lanjut Syamsul.

Syamsul mengatakan yang paling penting adalah toleransi dan tetap fokus beribadah di bulan Ramadan.

"Yang penting toleransi, dan tetap ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing," katanya.