Sentimen
Negatif (66%)
3 Mar 2024 : 22.58
Informasi Tambahan

Institusi: Centre for Strategic and International Studies (CSIS)

Kab/Kota: Senayan

Partai Terkait

MK Cabut Ambang Batas Parlemen 4 Persen, Benarkah Untungkan PSI?

3 Mar 2024 : 22.58 Views 9

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

MK Cabut Ambang Batas Parlemen 4 Persen, Benarkah Untungkan PSI?

PIKIRAN RAKYAT - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemerintah dan DPR perlu mengubah ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang sebelumnya ditetapkan sebesar 4 persen. Aturan tersebut harus diterapkan pada Pemilihan legislatif (pileg) 2029.

Putusan tersebut diambil MK setelah mengadili permohonan yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pada Agustus 2023. Dalam permohonannya, Perludem meminta MK menganulir parliamentary threshold sebesar 4 persen yang tertuang di pasal 414 ayat 1 Undang-Undang No. 7/2017 tentang pemilu.

Dalam beberapa pileg terakhir, syarat itu membuat sejumlah partai kesulitan menembus Senayan sehingga suara yang mereka raih saat pemilu terbuang sia-sia karena tak terkonversi menjadi kursi. Situasi itu dianggap Perludem membuat hasil pemilu menjadi tak proporsional.

Maksudnya, raihan kursi partai politik di DPR tidak sesuai dengan perolehan suara mereka sebenarnya. Selain itu, ada banyak orang yang jadi tidak terwakili di parlemen karena partai pilihannya gagal mendapat suara minimal 4 persen.

Apalagi, Perludem menilai penetapan syarat minimal 4 persen selama ini tidak berdasarkan metode perhitungan yang jelas. Oleh karena itu, mereka juga mengusulkan pada MK penggunaan rumus ambang batas efektif yang dicetuskan ilmuwan politik Rein Taagepera asal Estonia untuk menentukan syarat perolehan suara minimal yang baru.

Putusan MK

Dalam putusan yang dibacakan pada Kamis 29 Februari 2024, MK mengabulkan sebagian permohonan Perludem. MK berpendapat angka ambang batas parlemen harus diubah sejak pemilu DPR 2029, tapi rumus untuk menentukan besaran persentasenya diserahkan kepada pemerintah dan DPR sebagai pembentuk undang-undang.

"Mahkamah tetap pada pendirian bahwa ambang batas parlemen dan/atau besaran angka atau persentase ambang batas parlemen merupakan kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang sepanjang penentuan tersebut menggunakan dasar metode dan argumentasi yang memadai," tutur MK.

Untuk Pileg 2024 yang prosesnya masih berlangsung, ambang batas parlemen sebesar 4 persen tetap berlaku.

"Norma pasal 414 ayat 1 UU 7/2017 haruslah dinyatakan konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) sepanjang masih tetap diberlakukan untuk hasil pemilu DPR 2024 dan tidak diberlakukan untuk hasil pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya, kecuali setelah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen dan besaran angka atau persentase ambang batas parlemen," ujar MK.

Perubahan ambang batas parlemen untuk pemilu 2029 dapat dilakukan pemerintah dan DPR dengan merevisi UU No. 7/2017. Perubahan itu mesti dirancang agar "berkelanjutan" dan dapat menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia, kata MK. "Partisipasi publik yang bermakna" juga diwajibkan dalam prosesnya.

Nantinya, syarat minimal perolehan suara bisa jadi akan diturunkan, yang akan memberi peluang lebih besar bagi partai baru seperti PSI untuk lolos ke parlemen. Namun, benarkah semudah itu?

Apa Benar Putusan MK Menguntungkan PSI?

Tak lama setelah MK membacakan putusannya soal perubahan ambang batas parlemen pada Pileg 2029, beredar isu di media sosial bahwa langkah ini sengaja diambil untuk memuluskan jalan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ke parlemen.

Salah satu pemantiknya adalah selebritas media sosial, Denny Siregar. Di akun media sosialnya, dia membagikan tautan berita putusan MK sembari mengatakan "Biar PSI tahun 2029 bisa ikutan ke Senayan".

Berdiri pada November 2014, PSI telah dua kali mengikuti pemilihan legislatif, masing-masing pada 2019 dan 2024. Lima tahun silam, PSI gagal memenuhi ambang batas parlemen karena persentase perolehan suaranya hanya menyentuh 1,89 persen.

Begitu juga pada Pemilu 2024, hasil hitung cepat Litbang Kompas pun menunjukkan PSI hanya meraih 2,8 persen. Padahal, belakangan mereka gencar mengasosiasikan diri dengan Presiden Jokowi dan menjadi bagian dari koalisi partai pendukung pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024.

Direktur eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan bahwa permohonannya ke MK untuk menguji pasal terkait ambang batas parlemen di Undang-Undang No. 7/2017 tidak ada kaitannya dengan PSI.

"Kami advokasi ini sudah lama, sudah pernah juga judicial review soal ini dari 2020," ucapnya.

Di satu sisi, peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai perubahan ambang batas parlemen menjadi lebih kecil memang bisa jadi membuka peluang lebih besar bagi partai-partai bersuara kecil yang selama ini kesulitan lolos ke DPR seperti PSI.

"Partai non-parlemen tentu jadi punya kesempatan," ujarnya.

Kenyataan Tak Semudah Itu

Akan tetapi, peneliti di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aisah Putri Budiatri mengatakan bahwa kenyataannya bisa jadi tak semudah itu.

MK memang mengatakan pemerintah dan DPR sebagai pembentuk undang-undang mesti mengubah ambang batas parlemen. Namun, semua tetap tergantung pada pembahasan antara pemerintah dan partai-partai di DPR, kata Aisah.

"Kenapa sih parliamentary threshold itu 4 persen? Salah satu aspeknya kan ingin menekan kompetisi," kata Aisah Putri Budiatri.

Menurutnya, partai-partai besar punya kepentingan untuk berbagi kursi DPR di antara mereka sendiri. Sehingga, bisa jadi enggan membiarkan partai baru atau yang bersuara kecil masuk ke parlemen melalui ambang batas baru yang lebih rendah.

"Apakah partai-partai nasional yang masuk ke DPR itu setuju untuk diturunin (ambang batas parlemennya) kalau peluangnya itu akan mengurangi kursi mereka juga kalau nanti partai kecil masuk?" tutur Aisah Putri Budiatri.

"Belum tentu juga ini akan berkurang. Bisa saja ujung-ujungnya angkanya dipertahankan," ucapnya menambahkan.

Kata Parpol

Politikus Gerindra, Ramson Siagian mengatakan bahwa terlalu cepat untuk membahas ambang batas parlemen untuk pemilu 2029, apalagi proses pemilu 2024 masih berlangsung. Namun, dia mengatakan semua ada baik dan buruknya.

Di satu sisi, bila ada terlalu banyak partai di parlemen, proses pengambilan keputusan bisa jadi terlalu panjang. Di sisi lain, sejumlah orang mengatakan kedaulatan rakyat akan lebih kuat dengan hadirnya lebih banyak partai di Senayan.

"Tapi kedaulatan rakyat itu kan diatur oleh konstitusi, oleh undang-undang, oleh hukum dasar. Jadi, nggak mungkin harus semua rakyat berbicara (di parlemen), misalnya 280 juta gitu, kan nggak mungkin," tutur Ramson Siagian.

Sementara wakil ketua umum PSI, Andy Budiman mengatakan bahwa pihaknya tidak mau ambil pusing soal putusan MK. Berapa pun angka ambang batas parlemennya, PSI siap mengikuti dan berusaha memenuhinya.

"Diputuskan berapa pun (ambang batasnya), kita siap menerima," ucapnya.

Bahkan, tidak perlu menunggu 2029, Andy Budiman optimistis PSI bisa memenuhi ambang batas parlemen sebesar 4 persen pada Pileg 2024.

"Per hari ini, di perhitungan KPU kita sudah 3 persen, sementara masih ada sekitar 70 juta pemilih, terutama di basis-basis pendukung Pak Jokowi yang belum direkapitulasi. Jadi kita sih yakin kita lolos parliamentary threshold," ujarnya.

Meski begitu, Andy Budiman mengakui ada sejumlah tantangan yang dihadapi PSI sebagai partai baru. Menurutnya, PSI berusaha mengejar para "pemain lama" yang "sudah start puluhan tahun lalu" dan kini memiliki kepengurusan lebih solid dan infrastruktur lebih memadai.

Ketua bidang informasi dan komunikasi Partai Buruh, Kahar S. Cahyono juga menyampaikan sejumlah tantangan yang dihadapi partainya sebagai "pemain baru" tanpa dukungan politik besar seperti yang didapatkan PSI dari keluarga Presiden Jokowi.

Menurutnya, syarat administratif untuk lolos verifikasi sebagai partai peserta pemilu saja sudah berat, termasuk untuk memiliki kepengurusan di 75 persen dari jumlah kabupaten/kota dan di 50 persen dari total kecamatan. Namun, Partai Buruh sedari awal telah menyadari tantangan ini.

"Partai Buruh sendiri, ada atau nggak ada pengurangan parliamentary threshold, itu kita akan tetap maju di 2029. Bagi Partai Buruh, ini [kerja-kerja] panjang. Bahkan kita berani bilang, ini bukan hanya soal parliamentary threshold, tapi soal kerja harian yang memang harus terus dilanjutkan," kata Kahar S. Cahyono.

Akan tetapi, harus diakui pula, penurunan angka ambang batas parlemen akan jadi "angin segar" bagi Partai Buruh, tambahnya.

"Memang harus diakui, hampir semua partai baru kesulitan untuk menembus itu," ujar Kahar S. Cahyono, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC.***

Sentimen: negatif (66.7%)