Sentimen
Tokoh Terkait
Jimly Asshiddiqie Blak-Blakan Soal Hak Angket ke Airlangga, Sebut Ini
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bertemu dengan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie pada Senin (26/2/2024) lalu. Pertemuan keduanya membahas banyak hal termasuk hak angket.
Airlangga memanggil Jimly untuk datang ke kantornya saat itu. Pertemuan berlangsung sekitar 40 menit, sejak Jimly datang 16:51 WIB hingga selesai 17:35 WIB.
"Kan sudah beberapa kali saya diundang diskusi masalah-masalah tata negara," kata Jimly saat ditemui seusai pertemuan.
Jimly menceritakan beberapa hal yang dibahas adalah ide perubahan kelima UUD 1945. Selain itu juga terkait hak angket.
"Momentum sekarang ini bisa enggak dipakai untuk supaya orang move on kita ajak publik ini berpikir tentang masa depan, perbaikan sistem termasuk disepakati itu jadi ide perubahan kelima UUD itu," tutur Jimly.
Soal perubahan kelima UUD 1945 itu berfokus pada Presidential Threshold 20%. Hal tersebut tengah jadi perdebatan di masyarakat.
Foto: Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan kesimpulan saat membacakan putusan terkait laporan pelanggaran etik dengan terlapor enam hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, (7/11/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan kesimpulan saat membacakan putusan terkait laporan pelanggaran etik dengan terlapor enam hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, (7/11/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jimly menyampaikan kepada Airlangga untuk menerima ide hak angket. Sebab hak angket adalah hal dinamika biasa dalam berdemokrasi namun juga tetap harus diperhatikan agar tetap terarah.
"Tapi memang harus diperhatikan supaya terarah, kalau tidak terarah bisa melebar-lebar ke mana-mana, tapi adanya angket ini misalnya terjadi saya malah apresiasi supaya dalam catatan sejarah di era pemerintahan Jokowi hak angket dipakai," kata Jimly.
"Semua presiden itu mulai dari Pak Habibie, Megawati, Gus Dur, SBY, semua sudah mengalami hak angket, dipakai DPR, masa 10 tahun terakhir hak angket enggak pernah ada dipakai DPR, jadi enggak apa-apa ini," tegasnya.
Namun dia mengatakan hak angket tidak akan berujung pada pemakzulan pasangan pemimpin terpilih 2024 nanti. "Tidak bisa, itu lain lagi, kalau impeachment itu pernyataan pendapat. Jadi kan ada interpelasi, ada angket, ada pernyataan pendapat, nah pernyataan pendapat itu mekanismenya sendiri lagi. Jadi impeachment itu kaitannya pernyataan pendapat, dan itu panjang ceritanya bisa setahun," tegas Jimly.
Hak angket hanya terkait penyelidikan pelanggaran Pemilu atau Pilpres 2024. Nantinya melalui keputusan itu bertujuan menemukan sejumlah pelanggaran hukum, termasuk terkait pelanggaran hukum.
Jimly juga menekankan, terkait jumlah hasil pemilu seperti suara dan siapa yang harus duduk di kursi objek perkara di MK. Sedangkan hak angket untuk panitia di DPR dan menyelidiki penyelenggara pemilu oleh pemerintah.
Pemerintah juga bisa dipanggil DPR terkait hak angket. Nantinya pemerintah dapat menjelaskan tanggung jawab soal pemilu, mulai dari penerbitan UU pemilu, pelaksanaan anggaran dalam APBN, lalu struktur KPU, Bawaslu, serta DKPP, dan peraturan pelaksanaan pemilu.
"Itulah keterlibatan pemerintah dalam urusan kepemiluan, selebihnya itu tanggung jawab KPU, Bawaslu, DKPP," papar Jimly.
[-]
-
Airlangga Bongkar Kunci PDB RI Tumbuh 5% di Atas Negara Maju(npb/wur)
Sentimen: netral (84.2%)