Alasan BI Beli Surat Utang Pemerintah Rp1.104,8 Triliun
Tirto.id Jenis Media: News
BI melakukan pembelian surat berharga negara (SBN) senilai Rp1.104,8 triliun untuk periode 2020- 2022. Dia menjelaskan pembelian dilakukan dengan beberapa tahapan. Sebagian bunga dari pembelian SBN tersebut bahkan ditanggung oleh BI.
"BI melakukan pembelian SBN oleh BI untuk pembiayaan SBN dengan skema burden sharing sebesar Rp 1.104,85 triliun," tutur calon Gubernur BI Perry Warjiyo saat menjalani uji kelayakan atau fit and proper test di Komisi XI DPR hari ini, Senin (20/3/2023).
Dia menilai hal tersebut merupakan penyebab Indonesia bisa keluar dengan cepat dari krisis.
"BI mendanai APBN untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis," katanya.
Lebih lanjut, dia membeberkan hal yang dilakukan dalam 5 tahun terakhir. Pertama, terkait kebijakan moneter. Kedua, makroprudensial. Ketiga, pendalaman pasar keuangan serta ekonomi inklusif demi mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Bagaimana kami mengarahkan suku bung untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, dan digitalisasi dan insentif untuk kredit. Tahun lalu mensukseskan G20 2022. Sehingga ini jadi kebanggaan Indonesia dan regional payment activity ASEAN dan penggunaan mata uang lokal," bebernya.
Secara keseluruhan, Perry menyebut pembelian SBN oleh BI untuk pembiayaan APBN selama 2020- 2022 atas dasar UU nomor 2 Tahun 2020 berjumlah Rp1.104,85 triliun. Kemudian, pada 2022 total pembelian SBN sebesar Rp273,11 triliun. Terdiri dari Rp49,11 atas dasar kesepakatan bersama (KB) I dan Rp224 triliun atas dasar KB II.
Pada 2021, pembelian SBN oleh BI di pasar perdana mencapai Rp358,32 triliun. Terdiri dari Rp143,32 triliun atas SKB I dan Rp215 triliun atas dasar SKB II. Lalu pada 2020, pembelian SBN oleh BI di pasar perdana mencapai Rp473,42 triliun. Terdiri dari Rp75,85 triliun atas SKB I dan Rp397,56 triliun atas SKB II.
Sementara itu, Perry juga mencatat kinerja perekonomian Indonesia pada 2018 hingga 2022, mempunyai pertumbuhan rerata sebanyak 3,43% dalam periode 2018- 2022, atau pemulihannya mencapai 5,31% pada 2022.
Perry menilai, stabilitas makroekonomi Indonesia juga kian terjaga. Rerata Inflasi rendah di angka 2,98% selama periode 2018- 2022, kecuali pada 2022 sebesar 5,51% karena harga BBM. Rerata depresiasi Rupiah sebesar 1,89% dengan depresiasi tertinggi di angka 6,16% pada 2018.
Lebih lanjut, ketahanan eksternal juga ikut terjaga. Defisit transaksi berjalan rendah, bahkan surplus USD mencapai 13,2 miliar pada 2022. Cadangan devisa tinggi, yakni menyentuh 137,2 miliar dollar AS pada 2022.
Stabilitas sistem keuangan juga ikut terjaga, dengan CAR yang tinggi, NPLs rendah, dan kredit meningkat sebesar 11,35 persen pada 2022, termasuk kepada UMKM dan ekonomi keuangan syariah.
Sentimen: positif (65.3%)