Sentimen
Positif (99%)
26 Feb 2024 : 00.17
Informasi Tambahan

Event: Ramadhan

Institusi: UNPAD

Kab/Kota: bandung, Senayan

Penggunaan Hak Angket kepada Pemerintah secara Konseptual Keliru

26 Feb 2024 : 07.17 Views 1

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Penggunaan Hak Angket kepada Pemerintah secara Konseptual Keliru

PIKIRAN RAKYAT - Penggunaan hak angket secara konseptual keliru apabila ditujukan kepada pemerintah yang berkuasa. Hak angket seharusnya ditujukan kepada penyelenggara Pemilu seperti KPU dan Bawaslu.

Hal ini diungkapkan oleh Vice Director Centre for Political Analysis Strategic Indonesia Farid Farhan Al Athas saat diwawancarai pada Minggu 25 Februari 2024.

Menurut Farid dipastikan hak angket ini pun tidak akan berjalan mulus. Apalagi hak angket bisa digunakan pemerintah untuk sebelumnya melakukan 'barganing position' di kabinet. 

"Terlebih beberapa partai yang diwacanakan akan ikut hak angket sudah berkomunikasi dengan pemerintah," katanya.

Baca Juga: Doa Ziarah Kubur sebelum Ramadhan, Lengkap dengan Artinya

Farid juga menyatakan apabila hak angket ini digulirkan akan merusak citra publik di masyarakat. Hal ini pun diperkuat dengan kemenangan 50% plus 1 dari salah satu paslon yang menang.

"Pemilu ini merupakan kalender konstitusional kedaulatan rakyat. Jika diadakan hak angket maka presiden yang terpilih saat ini dianggap tidak konstitusional. Ini berarti pula partai-partai pendukungnya juga dianggap tidak layak," katanya.

Di sisi lain kata Farid partai-partai yang mengajukan hak angket pun nantinya citranya akan runtuh 

"Padahal citra publik masih dibutuhkan untuk perkembangan partai di masa mendatang," katanya.

Baca Juga: Ironi di Bandung Barat: Sekolah Rusak Tak Tersentuh Perbaikan, Alun-Alun Justru Dibangun Megah

Farid juga menyampaikan beberapa penggunaan hak angket pernah berhasil beberapa tahun ke belakang. Misalnya pada kasus century, bulog gate dan impeachment Gus Dur pada awal terjadinya reformasi.

"Pada era Pak SBY pun hak angket ini digunakan oleh PDIP melalui Ibu Megawati. Tapi bisa kita lihat bersama, hak angket ini dibuat dan disahkan dengan permasalahan yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah," katanya.

Pengamat politik dan Guru Besar Unpad dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Prof Muradi menambahkan ada tiga kelompok yang memiliki kepentingan dalam pengajuan hak angket tersebut.

Baca Juga: PSI Masih Bisa Lolos ke Senayan, Ini Skenario Kaesang Menang Susul sang Abang

Menurut Muradi kepentingan yang pertama datang dari partai-partai yang merasa dicurangi terkait hasil Pemilu. Semisal PDI Perjuangan, PPP, PKB, Partai Demokrat, Partai Nasdem dan PKS.

Selain itu kepentingan lainnya adalah demi menaikkan daya tawar dari partai-partai yang disebutkan di atas tadi. Bahkan beberapa partai sudah melakukan pertemuan terbuka dengan Presiden RI Joko Widodo.

Nantinya partai-partai yang melakukan pertemuan ini dipastikan meminta garansi politik dari pemerintah. Terutama dalam mencoba meraih kursi di kabinet pada pemerintahan yang akan berkuasa nanti.

Baca Juga: Bocoran Cerita Avatar: The Last Airbender Season 2, Ada Lompatan Waktu?

"Kepentingan ketiga datang dari NGO-NGO yang ingin mencari keuntungan dengan adanya wacana hak angket tersebut," ucapnya.

Memang kata Muradi beberapa kali pula hak angket ini berhasil dilakukan. Semisal kasus BLBI hingga Century. Hanya saja senada dengan Farid, Muradi menilai hak angket ini digunakan untuk kebijakan yang dianggap merugikan rakyat.

"Jadi sebenarnya nanti hak angket ini tidak ditujukan kepada pemerintah berkaitan dengan Pemilu secara langsung. Nantinya diwacanakan hak angket ini ditujukan misalnya terkait penggunaan bantuan sosial," katanya.

Penggunaan bantuan sosial oleh pemerintah ini pun ada yang menilai kata Muradi, juga melibatkan kalangan eksekutif di pemerintahan. Masyarakat yang mendapatkan bansos ini jadi diarahkan oleh kalangan eksekutif untuk memilih salah satu paslon capres dan cawapres.

Baca Juga: Korban Dugaan Pelecehan Rektor Universitas Pancasila Minta Perlindungan LPSK

Meski kata Muradi hak angket ini bisa saja diterima namun kemungkinan tidak akan menganulir hasil. Namun ini bisa merusak legitimasi paslon yang menang Pemilu.

"Pengaju hak angket juga bisa mencari bukti apakah Presiden Jokowi tidak melakukan cawe-cawe saat pembagian bansos. Atau bahkan saat menemui para elit politik," katanya.

Oleh karena itu kata Muradi apabila benar adanya ada pertemuan ada indikasi kecurangan maka akan terbentuk opini publik yang negatif kepada pemerintah. 

"Jadi hak angket ini tidak berpengaruh langsung kepada hasil Pemilu. Hanya saja legitimasi publik terhadap kepemimpinan Presiden RI bisa berkurang," ucapnya.***

Sentimen: positif (99.1%)