Sentimen
Netral (98%)
19 Feb 2024 : 08.40
Informasi Tambahan

Brand/Merek: Tesla

Kasus: HAM

HPN 2024: Greenpeace Sebut Transparansi Jadi Kendala Utama Prinsip ESG Tak Bisa Berjalan Lancar

19 Feb 2024 : 15.40 Views 1

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

HPN 2024: Greenpeace Sebut Transparansi Jadi Kendala Utama Prinsip ESG Tak Bisa Berjalan Lancar

PIKIRAN RAKYAT – Greenpeace menyebut prinsip ESG (Environmental Social Governance) memang harus diterapkan oleh perusahaan di Indonesia. Dengan adanya prinsip ESG ini, perusahaan tak hanya mengedepankan kepentingan ekonomi belaka, tapi juga memikirkan masa depan bumi dan lingkungan sosial.

Namun demikian, tak semua perusahaan di Indonesia sudah menerapkan prinsip ESG ini. Oleh karena itu, para investor dari luar negeri memiliki pertimbangan yang cukup besar jika harus berinvestasi di Indonesia.

Bahkan Elon Musk yang sempat tertarik untuk berinvestasi di Indonesia, sampai mundur teraratur gegara belum kuatnya ESG di Indonesia. Tentu ini menjadi rapor merah Indonesia, dan menjadi pertimbangan besar untuk ke depannya.

Senior Forest Campaigner Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra, menyoroti sikap Elon Musk tersebut. Menurutnya, perusahaan Tesla yang dipimpin Elon memang mengedepankan aspek lingkungan.

Baca Juga: 'Masa Lalu Biarlah Masa Lalu', Kata Pemilih yang Tak Peduli Isu Pelanggaran HAM Prabowo

“Ketika Indonesia agresif mengundang infestor, kalau pernah ingat ada Elon Musk yang hampir investasi ke Indonesia, ada nikel dan sebagainya. Awalnya Elon Musk tertarik, tapi mundur, karena di Indonesia ESG nya sangat jelek. Penerapan ESG nya gak bagus, dan itu dia ungkapkan di dokumen S&P Global Market Intelligence,” kata Syahrul Fitra dalam Seminar Selamatkan Planet Bumi Melalui Penerapan Prinsip ESG, Minggu 18 Februari 2024.

“Dia mengatakan bahwa Tesla sangat sensitif dengan yang namanya aspek lingkungan. Ketika bicara nikel di Indonesia, aspek lingkungannya apakah sudah memenuhi standar yang baik? Apakah penambangannya tidak berdampak pada masyarakat di sekitar itu?” katanya menambahkan.

Hal utama yang memicu penerapan ESG buruk di Indonesia adalah tidak adanya transparansi dari perusahaan dan pemerintah. Sehingga tidak ada pengawasan dari masyarakat soal penerapan ESG di suatu perusahaan.

“Di Indonesia, hal yang membuat implementasi ESG jadi buruk adalah minimnya transparansi. Jadi apapun kriteria yang dibentuk, sekuat apapun indikator ESG yang dibangun, selama transparansi gak ada, tidak ada yang bisa menguji itu. Hanya perusahaan dan negara saja yang tahu,” ucap Syahrul.

Pemerintah tak mau transparan

Syahrul mengungkapkan bahwa pemerintah masih enggan untuk transparan perihal ESG. Dia mencontohkan soal food estate yang ada di Kalimantan Tengah.

Menurut pemerintah, food estate sukses dijalankan. Pada kenyataannya di lapangan, Greenpeace melihat adanya kegagalan dalam program tersebut.

Namun saat diminta untuk transparan dalam mengungkap data, pemerintah justru tak kunjung terbuka. Hal itu yang memicu ESG sulit diterapkan jika tak adanya transparansi data.

“Greenpeace mengatakan bahwa food estate itu gagal dan menghilangkan lahan 700 hektare di sana. Pemerintah mengatakan itu gak gagal, dan berhasil itu. Untuk memastikan ya harus dilihat saat peliputan di sana, untuk menyatakan itu gak gagal, siapa sih yang bilang, itu sebagai contoh saja,” ucap Syahrul.***

Sentimen: netral (98.4%)