Film Dirty Vote Dinilai Tunjukan Perbedaan Antara Politisi dan Negarawan
Gatra.com Jenis Media: Nasional
Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI), Islah Bahrawi, menanggapi Film dokumenter tentang kecurangan pemilu 2024 'Dirty Vote’.
Menurut Islah, film tersebut ia maknai sebagai pengingat bahwa seorang politisi pada dasarnya tidak selalu identik dengan negarawan. Islah melanjutkan, seorang Negarawan selalu meminta rakyatnya menjadi yang terbaik dan tidak memaksa rakyat untuk memujinya sebagai yang terbaik.
"Seorang Politisi terus memikirkan kekuasaan, kemenangan, kekalahan dan balas dendam," ujar Islah dalam keterangannya, Senin (12/2)
Islah pun berpendapat, manusia pada dasarnya tidak pantas menguasai semua yang diinginkannya. Seorang penguasa pun hanya memiliki kekuasaan selama tidak mengambil segalanya dari orang lain.
"Namun ketika penguasa telah merampas segalanya, maka orang lain seharusnya tidak wajib mengakui kekuasaannya," tegas Islah.
Islah menegaskan, terlalu banyak penguasa jahat dan culas yang membajak jubah-jubah kesalehan, sehingga pada akhirnya tersungkur dalam kebencian massal.
"Ketika seorang penguasa menipu rakyat dengan kata-kata penuh suka cita untuk menutupi kejahatannya, maka dia akan mati terinjak-injak oleh tarian rakyatnya," tegasnya.
Sebelumnya, rumah produksi WatchDoc baru saja merilis film dokumenter terbaru berjudul Dirty Vote. Film yang disutradarai Dandhy Dwi Laksono ini menampilkan tiga orang ahli hukum tata negara, yaitu Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar. Film ini dapat diakses di akun YouTube Dirty Vote.
45
Sentimen: negatif (76.2%)