Sentimen
Negatif (99%)
11 Feb 2024 : 05.17
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Institusi: MUI

Tokoh Terkait

Pemilu 2024 Dibayangi Problem Etika

11 Feb 2024 : 05.17 Views 15

Jurnas.com Jurnas.com Jenis Media: News

Pemilu 2024 Dibayangi Problem Etika

Mutiul Alim | Sabtu, 10/02/2024 21:55 WIB

Ilustrasi pemilu (Foto: Doknet)

Jakarta, Jurnas.com - Direktur Saiful Mujani Research Center (SMRC), Sirojudin Abbas, mengamini adanya problem etika dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilpres 2024, terutama sejak adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) meloloskan putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden.

Mengacu pada kondisi demokrasi Indonesia saat ini, Sirojudin mengutip kalimat filosof Albert Camus (1913-1960), yang mengatakan bahwa seorang pemimpin tanpa etika itu sama saja seperti melepaskan binatang buas ke rakyatnya.

"Kita lihat kini keputusan penguasa tak lagi mengindahkan etika, bak melepas binatang buas. Saya sangat khawatir, pelanggaran etik MK dan KPU yang lalu ini disetujui presiden," kata Abbas dalam webinar `Pilpres Indonesia: Di Tengah Kemelut Etika dan Hukum?` pada Jumat (9/2).

"Jika itu benar, maka kita sebetulnya sedang melepaskan binatang buas untuk memangsa bangsa sendiri," jelas Sirojudin.

Sirojudin menambahkan jika itu dilakukan, maka yang muncul adalah kekacauan, kebinasaan, dan kerusakan luar biasa.

"Oleh karena itu, kalau kita belajar dari Camus, kita bisa prediksi risiko paling buruk, yaitu memunculkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan rakyat, tentu saja presiden bisa keluarkan dekrit bahwa pemilu itu sah, tapi bagaimana mungkin Jokowi dan MK nanti memuaskan masyarakat yang dari awal sudah melihat kecurangan dan pelanggaran etika yang dilakukan secara berturut turut?" sambung dia.

Menurut Sirojudin, ada risiko hasil pemilu tidak diterima masyarakat dalam waktu atau tempo yang sulit diprediksi.

Secara sosial, lanjut Sirojudin, problem ini masih ada di tataran elit. Gerakan guru besar di universitas-universitas akhir-akhir ini menjadi bukti, seakan ada konsensus di kaum terdidik atau cendekiawan bahwa Indonesia dalam masa bahaya, karena Jokowi melanggar konstitusi dengan mengusung putranya sebagai cawapres.

Sirojudin menambahkan, masyarakat terbuai oleh kebaikan Presiden Jokowi lewat bansos, sehingga mayoritas masyarakat pun masih puas dengan kinerja Jokowi. Tingkat `awareness` mereka masih rendah soal etika, dan masalah-masalah ikutan lainnya.

Jika kalangan menengah berusaha keras dan bergerak, lanjut Sirojudin, masyarakat luas akan turut menyuarakan perlawanan. Karena itu tugas cendekiawan untuk terus menyuarakan, tanpa bosan, agar masyarakat tahu ada problem serius dan lebih luas, daripada sekedar pilpres.

Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud mengatakan, pegangan berbangsa dan bernegara adalah hukum, jika tidak, maka akan kocar-kacir, semrawut.

"Lebih memprihatinkan, yang buat kocar kacir tersebut adalah hukum dipisahkan dari ahklak, etika" tegas dia.

Marsudi mengatakan, mengingatkan pemimpin menjadi kewajiban seorang Muslim, sedangkan pemimpin berkewajiban mendengarkan kritikan rakyat. Ditambahkan Marsudi, sudah disepakati bahwa Indonesia adalah negara demokrasi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto menyatakan, pelaksanaan pemilu yang jurdil dan luber bakal menyelamatkan demokrasi Indonesia. "Ormas, cendekiawan, dan mahasiswa juga sudah turun, kita berharap penyelenggaraan pemilu lancar, meski ada hiruk pikuk," tutup dia.

TAGS : Pemilu Pilpres 2024 Saiful Mujani Sirojudin Abbas

Sentimen: negatif (99.4%)