Gaduh Ketua KPU Langgar Etik Terkait Pencalonan Gibran

Liputan6.com Liputan6.com Jenis Media: News

7 Feb 2024 : 00.00
Gaduh Ketua KPU Langgar Etik Terkait Pencalonan Gibran

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja memastikan, putusan DKPP yang memvonis Ketua KPU Hasyim Asy'ari melanggar etik tidak mempengaruhi pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Pilpres 2024.

"Putusan DKPP itu akan berkaitan dengan pribadi dari penyelenggara pemilu, jadi seharusnya tidak mempengaruhi putusan lembaga ya," kata Bagja dikutip dari merdeka.com, Selasa (6/2/2024).

Menurut Bagja, putusan DKPP terkait pelanggaran etik ketua KPU tidak terkait dengan proses tahapan Pemilu 2024 yang sudah berjalan. Bagja menambahkan, putusan lembaga tidak akan terpengaruh dengan pelanggaran etik yang diarahkan ke Ketua KPU Hasyim Asy'ari.

"Enggak ada, memang tidak ada dan juga terkait dengan profesional penyelenggara. Kami juga pernah di DKPP dan diputus bersalah, tapi prosesnya sudah berjalan dan kemudian misalnya kami mendapat peringatan soal komisioner perempuan ya di penyelenggara pemilu di provinsi Sumatra Utara, kami kena peringatan dan itu tapi kan tidak mengubah komisionernya itu balik lagi seleksiknya tidak demikian cara kerjanya," tutur Bagja.

Meski demikian, Bagja mengungkapkan, hasil putusan DKPP akan dijadikan catatan bagi Bawaslu untuk proses pengawasan ke depannya.

"Bentuk pengawasannya itu adalah memastikan bahwa nanti ada surat, itu yang harus dibuat surat teguran kepada komisioner KPU. Nah kami juga demikian, kami sebagai ketua Bawaslu kemudian menegur Bawaslu provinsi atau kota ataupun Bawaslu RI sebagai ketua lembaga untuk menindaklanjuti putusan DKPP," tambah Bagja.

Hal yang sama juga disampaikan Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid. Menurut dia, putusan DKPP tidak memiliki implikasi terhadap pencalonan Gibran.

"Setelah DKPP mengeluarkan putusan dalam perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023 Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023 Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023 Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023, dengan menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena melanggar kode etik terkait proses pendaftaran capres-cawapres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perubahan syarat batas usia peserta Pilpres, maka tidak mempunyai implikasi konstitusional serta hukum apapun terhadap pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, eksistensi sebagai 'legal subject' paslon adalah konstitusional serta 'legitimate'," ujar Fahri melalui keterangan tertulis, Senin (5/2/2024).

Dia menjelaskan, dalam membaca Putusan DKPP ini harus dilihat pada dua konteks yang berbeda.

"Konteks pertama yaitu status konstitusional KPU sebagai subjek hukum yang diwajibkan 'legal obligation' untuk melaksanakan perintah pengadilan yaitu Putusan MK Nomor 90/PUU- XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023 sebagaimana mestinya," ucap Fahri.

"Dan yang kedua adalah bahwa dalam melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi 'a quo' tindakan Para Teradu (KPU) dianggap tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu, sehingga berkonsekwensi terjadi pelanggaran etik," sambung dia.

Fahri Bachmid menguraikan bahwa DKPP dalam pertimbangan hukumnya berpendapat bahwa putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah produk hukum yang mengikat bagi KPU selaku pemangku kepentingan.

"Hal ini didasarkan pada ketentuan norma Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditegaskan kembali dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-IX/2011, tanggal 18 Oktober 2012 yang dalam pertimbangan hukum pada halaman 75 dan 76 yang menyatakan:'Terhadap dalil para Pemohon bahwa Pasal 59 ayat (2) UU 8/2011 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Mahkamah mempertimbangkan sebagai berikut: Bahwa Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan, antara lain, 'Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final ...'," terang dia.

"Ketentuan tersebut jelas bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat umum 'erga omnes' yang langsung dilaksanakan 'self executing' putusan Mahkamah derajatnya sama seperti Undang-Undang yang harus dan wajib dilaksanakan oleh negara, seluruh warga masyarakat, dan pemangku kepentingan yang ada...'," sambung Fahri.

Fahri Bachmid menambahkan bahwa DKPP mengutip pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 sebagaimana terdapat pada halaman 56.

"Putusan yang menyatakan: '... Dengan demikian, oleh karena jabatan kepala daerah baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota saat ini paradigmanya adalah jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, sehingga selengkapnya norma a quo berbunyi berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. sehingga lebih lanjut, ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana dimaksud dalam putusan a quo berlaku mulai pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 dan seterusnya...'," papar dia.

Fahri mengatakan bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, KPU selaku subjek hukum tata negara memiliki kewajiban konstitusional untuk melaksanakan Putusan MK sebagaimana mestinya.

Sehingga, lanjut dia, dengan demikian dari aspek hukum tata negara tindakan KPU menindaklanjuti Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dalam pencalonan peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 adalah tindakan yang sudah sesuai dengan Konstitusi.

"Dalam pertimbangan yuridis Putusan DKPP mengatakan bahwa dalam melaksanakan Putusan MK, tindakan KPU selaku teradu tidak sejalan dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu, artinya KPU seharusnya segera menyusun rancangan perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai tindaklanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, tetapi pada hakikatnya itu merupakan ranah etik yang tentunya dapat dinilai secara etik sesuai Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu, tutup Fahri Bachmid," jelas Fahri.

Sentimen: negatif (99.6%)