Sentimen
Positif (100%)
4 Feb 2024 : 15.20
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Hewan: Gajah

Institusi: Universitas Indonesia, UGM, Universitas Hasanuddin, UII, Universitas Gajah Mada

Kab/Kota: Senayan, Yogyakarta, Mataram, Solo

Partai Terkait

Survei JRC: 82,3% Puas Kinerja Jokowi, Kegaduhan Politik Tidak Pengaruhi Preferensi Publik Minggu, 04/02/2024, 15:20 WIB

4 Feb 2024 : 15.20 Views 27

Wartaekonomi.co.id Wartaekonomi.co.id Jenis Media: News

Survei JRC: 82,3% Puas Kinerja Jokowi, Kegaduhan Politik Tidak Pengaruhi Preferensi Publik
Minggu, 04/02/2024, 15:20 WIB

Warta Ekonomi, Jakarta -

Makin mendekati hari pencoblosan, situasi politik terasa semakin gaduh. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengumumkan pengunduran diri dari kabinet, dengan alasan menghindari persoalan etika karena maju berkontestasi dalam pemilihan presiden.

Publik pun mempertanyakan mengapa Mahfud baru mundur sekarang, padahal deklarasi sebagai calon wakil presiden mendampingi Ganjar Pranowo dan dilanjut besoknya dengan pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum sudah dilakukan sejak bulan Oktober 2023 lalu.

Baca Juga: Ini Strategi Prabowo-Gibran Siapkan Generasi Muda di Tengah Era Gig Economy

Masih dalam jabatannya sebagai Menko Polhukam, Mahfud juga kerap melontarkan kritik terhadap pemerintah di mana Mahfud ada di dalamnya. Mahfud bahkan menyerang keluarga Presiden Jokowi dengan menyindir Gibran Rakabuming Raka yang dinilai tidak etis terlahir dari figur sang ibu negara.

Tidak cukup dengan itu, Mahfud juga sempat menerima rombongan tokoh politik yang tergabung dalam Petisi 100 untuk mendesak pemakzulan Jokowi. Pertemuan yang dihelat di kantor Kemenko Polhukam itu jelas-jelas ditujukan untuk mendongkel atasan Mahfud sendiri.

Hari demi hari kegaduhan semakin menghangatkan atmosfer politik. Terkesan seperti dimobilisasi, kalangan perguruan tinggi tiba-tiba bergerak menyuarakan soal krisis etika dalam penyelenggaraan negara di bawah kepemimpinan Jokowi.

Dimulai dari pernyataan sejumlah guru besar Universitas Gajah Mada (UGM), kampus di mana Jokowi pernah menimba ilmu. Sebelumnya kalangan mahasiswa UGM juga sempat menyematkan gelar kepada Jokowi sebagai alumnus kampus yang paling memalukan.

Berturut-turut sivitas akademika lain turut bersuara, seperti Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Universitas Indonesia (UI), hingga kampus di luar Jawa seperti Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar dan Universitas Mataram (Unram) Nusa Tenggara Barat.

Meskipun pihak kampus mengklarifikasi bahwa aksi-aksi pernyataan tersebut tidak mewakili secara kelembagaan, tetapi gaungnya telanjur kental dengan nuansa politik. Gelombang keprihatinan perguruan tinggi itu muncul seiring makin santernya wacana Pilpres berjalan dalam satu putaran.

Persoalan krisis etika yang dilontarkan pun bisa ditarik mundur ketika keluar putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan penyelenggara negara yang menjabat melalui proses elektoral, termasuk kepala daerah, bisa maju dalam Pilpres meskipun belum berusia 40 tahun.

Putusan MK itu dituding semata-mata demi memuluskan jalan Gibran, putera sulung Jokowi yang masih menjabat walikota Solo tetapi belum memenuhi syarat usia, untuk maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.

Baca Juga: Jokowi: PSI Bakal Lolos ke Senayan

Padahal dalam argumentasinya, putusan MK itu memberi kesempatan bagi ribuan orang selain Gibran yang terhalang oleh regulasi yang dianggap tidak lagi kontekstual. Saat ini anak muda milenial dan generasi Z mendominasi pemilih, tetapi terhalang hak pilihnya pada arena Pilpres.

Kegaduhan politik belakangan ini berbanding terbalik dengan tingginya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi. Temuan survei yang dilakukan Jakarta Research Center (JRC) menunjukkan approval rating Jokowi sangat tinggi hingga mencapai 82,3 persen.

Di antara yang menyatakan puas, sebanyak 11,3 persen merasa sangat puas dipimpin oleh Jokowi. Hanya ada 15,7 persen yang menyatakan tidak puas, termasuk 2,3 persen yang merasa tidak puas sama sekali, dan sisanya 2,0 persen menyatakan tidak tahu/tidak jawab.

Baca Juga: Tembus Pasar Dunia, Jokowi Kembali Apresiasi Produk Nasabah PNM

Tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi juga tercatat naik sejak bulan September 2023 lalu, yang baru mencapai 77,0 persen. Kepuasan terus naik hingga menembus batas psikologis 80 persen pada Januari 2024 lalu, dan mencapai rekor pada Februari 2024.

Artinya, berbagai manuver politik yang dikemas dengan penyikapan soal etika tidak berkorelasi apa-apa dengan persepsi positif terhadap Presiden Jokowi. Tingginya tingkat kepuasan publik juga menjadi afirmasi bahwa mayoritas publik cenderung mendukung keberlanjutan program Jokowi.

Hal itu sejalan dengan tingginya elektabilitas Prabowo-Gibran yang mendaku sebagai pasangan capres-cawapres yang paling berkomitmen untuk melanjutkan legacy Jokowi. Kegaduhan politik yang meletup belakangan tidak berdampak signifikan terhadap pilihan politik mayoritas pemilih.

“Tingginya tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi yang mencapai 82,3 persen membuktikan bahwa kegaduhan politik tidak mempengaruhi persepsi dan preferensi publik dalam keputusan memilih pada gelaran Pilpres,” kata Direktur Komunikasi JRC Alfian P di Jakarta pada Sabtu (3/2).

Menurut Alfian, publik sudah cukup cerdas untuk melihat gerakan politik di balik kegaduhan yang muncul menjelang pemilu. “Pemilih yang mayoritas anak muda tidak lagi menyukai hiruk-pikuk politik semacam itu, apalagi dengan narasi hujatan dan kebencian,” tandas Alfian.

Banyak dari pemilih pada pemilu kali ini merupakan generasi yang terlahir pasca-reformasi dan dibesarkan dalam situasi politik yang stabil. “Pemilih muda lebih menginginkan perbaikan ekonomi, di mana Jokowi telah bekerja keras untuk meletakkan pondasinya,” tegas Alfian.

Kandidat yang dinilai paling konsisten dalam memajukan perekonomian berpeluang kuat untuk dipilih dan memenangkan Pilpres.

“Lebih-lebih sentimen perubahan, yang praktis hanya didukung minoritas publik yang merasa tidak puas terhadap kepemimpinan Jokowi,” pungkas Alfian.

Baca Juga: BI Tetap Independen Demi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Survei Jakarta Research Center (JRC) dilakukan pada 25-31 Januari 2024, secara tatap muka kepada 1200 responden mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Metode survei adalah multistage random sampling, dengan margin of error ±2,9 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen

Baca Juga: Menelisik Kesiapan Industri Asuransi dalam Penerapan PSAK 117

Sentimen: positif (100%)