Sentimen
Negatif (76%)
1 Feb 2024 : 00.00
Informasi Tambahan

Event: Rezim Orde Baru

Kab/Kota: Senayan

Partai Terkait

Jubir Gus Dur Blak-blakan Cara NU Hadapi Monster Politik: dari Era Soekarno, Soeharto, dan Jokowi

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

1 Feb 2024 : 00.00
Jubir Gus Dur Blak-blakan Cara NU Hadapi Monster Politik: dari Era Soekarno, Soeharto, dan Jokowi

PIKIRAN RAKYAT - Jubir Gus Dur, Adhi M Massardie menceritakan bagaimana Nahdlatul Ulama (NU) tidak goyah oleh politik. Bahkan, hal itu terjadi sejak era pemerintahan Presiden Soekarno.

Dia pun menyinggung bagaimana dulu beberapa petinggi NU sempat bersekutu dengan Soekarno. Kala itu, Presiden pertama Indonesia tersebut berniat untuk mengabungkan agama dengan komunis.

"Tahun 60-an itu, Kiai Wahab Hasbullah, kiai idham chalid, dan Saefudin Zuhri kan bersekutu dengan Soekarno bikin Nasakom (Nasionalis, Agam, dan Komunis). Agama dan komunis kan tidak mungkin disatukan, tiga beliau ini bergabung ke situ tapi tidak mendorong NU di arus bawah itu untuk bersama-sama," tutur Adhie Massardi, Selasa 30 Januari 2024.

"Itu sebabnyak ketika kejadian G30S, kan NU yang paling sangar memberantas PKI. Jadi dia tidak membawa ke bawah," ujarnya menambahkan.

Gagal 'Dikuningkan' Soeharto

Tidak hanya itu, Adhie Massardi juga menyinggung kala Gus Dur menerima asas tunggal yang merupakan ide Soeharto pada tahun 80-an. Meski menerima hal itu, Gus Dur tidak membawa apa yang dibuat Presiden kedua Indonesai tersebut ke arus bawah NU.

"Tetap asas Pancasila diterima, tetapi di bawah kan tidak dikendalikan begitu," ucapnya.

Tidak hanya Soeharto, anak-anaknya pun tidak berhasil menjadikan warga Nahdliyin menjadi 'Kuning'. Justru, warga arus bawah mengkritik langkah Gus Dur membawa orang-orang Golkar ke pesantren NU.

"Bahkan pernah pada awal 90-an, dulu Gus Dur membawa Hartono dan mbak Tutut ke pesantren-pesantren untuk dikuningkan, semua orang juga melawan itu 'ini apasih Gus Dur?', tetapi mereka paham bahwa arus bawah di NU itu tahu isyarat-isyarat politik para kiai, mereka tidak membantah tapi tidak ada perintah untuk menjalankan itu," tutur Adhie Massardi.

"Karena itu, ketika terjadi perubahan politik, NU aman-aman aja," ujarnya menambahkan.

Adhie Massardi pun sempat menanyakan alasan Gus Dur membawa anak-anak Soeharto ke pesantren. Rupanya, ada pesan tersembunyi di balik aksinya tersebut.

"Pernah saya bertanya kepada Gus Dur, 'Gus waktu itu kenapa Gus Dur ikut Orde Baru, menuntun pak Hartono ke pesantren-pesantren?' jawaban dia tahu enggak apa? 'Anda belum pernah berhadapan dengan monster sih'," katanya.

Praktik Serupa di Era Jokowi

Oleh karena itu, Adhie Massardi melihat apa yang terjadi di era Jokowi juga memiliki pola serupa. Petinggi NU banyak yang berpihak pada kubunya, tetapi tak pernah mengajak warga Nahdliyin untuk berpihak ke Paslon yang sama.

"Saya melihat apa yang dilakukan oleh Yahya, oleh Saifullah Yusuf, oleh Khofifah, saya merasakan itu atmosfer yang pernah disampaikan oleh Gus Dur. Ini yang dilawan itu monster, jadi harus diikuti sampai saatnya nanti mengetahui titik lemahnya, dia akan berbalik," ucapnya.

"Itu sebabnya di acara muslimat tempo hari di Senayan itu, Khofifah juga tidak menyerukan muslimat untuk ikut Paslon tertentu. Yahya juga tidak mengistruksikan Nahdliyin untuk ikut paslon tertentu," ujar Adhie Massardi menambahkan.

Oleh karena itu, dia percaya bahwa NU tetap satu apapun yang terjadi. Konflik-konflik di elite politik itu tidak akan berpengaruh kepada NU, seperti bagaimana sejarah membuktikan.

"Saya paham, Yahya mengendalikan NU yang organisasi besar ini kalau melawan monster yang enggak bisa dilawan bisa hancur itu. Jangankan PBNU yang ormas biasa, partai politik aja enggak berani, takut," kata Adhie Massardi.

"Kurang apa kuatnya sih Megawati? enggak berkutik. Jadi saya yakin ini bagian dari strategi mereka untuk menyelamatkan diri dan menyelamatkan organisasi agar tidak diobok-obok," tuturnya menambahkan, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari kanal Youtube Hersubeno Point.***

Sentimen: negatif (76.2%)