Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Universitas Indonesia
Kasus: korupsi
Tokoh Terkait
Pernyataan Jokowi Dikhawatirkan Dimaknai Aparat sebagai Instruksi untuk Ikut Berpihak
Kompas.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Riyana Hardjapamekas khawatir bahwa pernyataan Jokowi soal "presiden boleh memihak" bisa berbuntut panjang pada netralitas aparat negara di sisa 29 hari jelang pemungutan suara.
Ia cemas, pernyataan dari kepala negara itu dimaknai sebagai sebuah instruksi agar para aparat negara juga ikut berpihak kepada calon yang disukai presiden.
"Saya berharap ini tidak serta-merta menjadi semacam instruksi ke bawah," kata Erry dalam diskusi Jaga Pemilu, Kamis (25/1/2024).
"Itu yang paling kami khawatirkan. Karena kemarin-kemarin saja sebelum ada pernyataan sejelas dan seterang ini pun, sudah ada laporan-laporan--walaupun tidak formal--tentang netralitas aparat sipil negara atau aparat negara di masyarakat berbagai daerah," ungkapnya.
Baca juga: Soal Pose Dua Jari dari Mobil Kepresidenan, TPN Ganjar-Mahfud Ingatkan Jokowi-Iriana Netral
Erry yang dulu merupakan pendukung Jokowi ini berharap, orang yang pernah ia sangat kagumi itu menarik pernyataan problematik tersebut.
"Kita di sini sungguh mengkhawatirkan ini. Semoga Pak Jokowi diberkati kesadaran yang tertinggi untuk mencabut pernyataan itu dan memperbaikinya, dan bersikap netral dalam sisa waktu," ujar Erry.
Dalam konteks UU Pemilu, Pasal 299 dan 300 memang membolehkan presiden dan wakil presiden terlibat atau berkampanye.
Pasal 281 mengatur bahwa hal tersebut bisa dilakukan sepanjang presiden atau wakil presiden yang bersangkutan cuti di luar tanggungan negara serta tidak memanfaatkan fasilitas jabatan kecuali yang melekat.
Akan tetapi, pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menegaskan bahwa keberpihakan itu hanya boleh ditunjukkan jika seorang presiden, dalam hal ini Jokowi, cuti dari jabatannya.
Baca juga: TPN Ganjar-Mahfud: Keberpihakan Jokowi dalam Pilpres 2024 Bisa Jadi Pintu Masuk Pemakzulan
Ia menegaskan, yang boleh memihak adalah individu Jokowi "yang sedang menjabat dan kemudian mengambil cuti", bukan jabatan presiden itu sendiri.
"Kalau Jokowi yang sedang menjabat presiden itu aturannya lain lagi. Itu yang tidak dijelaskan (Jokowi) dan bisa menjadi bias di dalam konstruksi UU Pemilu yang meminta semua elemen pejabat negara, pemerintah dan fungsional, dan ASN, itu tidak berpihak sebelum, selama dan sesudah masa kampanye," kata Titi dalam kesempatan yang sama.
Sementara itu, Erry mengingatkan Jokowi bahwa seorang kepala negara harus mengutamakan etika di atas ketentuan perundang-undangan.
Apalagi, pernyataan Jokowi ini disampaikan di masa kampanye dalam acara kenegaraan.
Baca juga: Pro dan Kontra Jokowi Bilang Presiden Boleh Berpihak di Pilpres, Wapres Persilakan Publik Menilai
"Di samping ketentuan undang-undang, di atasnya ada yang lebih luhur yang kita sebut sebagai kepantasan, kepatutan, kewajaran atau orang bisa menyebutnya sebagai etik atau etika," kata Erry.
"Jadi saya sangat menyesalkan, sebagai (orang yang) pernah menyatakan pencinta Jokowi, pernyataan beliau," ia menambahkan.
Sentimen: positif (49.2%)