Sentimen
Negatif (92%)
22 Jan 2024 : 17.23

Kala KPU diseret ke DKPP buntut terima pencawapresan Gibran

23 Jan 2024 : 00.23 Views 1

Alinea.id Alinea.id Jenis Media: News

Kala KPU diseret ke DKPP buntut terima pencawapresan Gibran

"Saya pikir, adalah lalai yang dilakukan KPU sehingga ini menimbulkan masalah hukum," katanya kepada Alinea.id, Rabu (17/1).

Kaka melihat, pelanggaran tersebut bukan sebatas etika, melainkan mencakup hukum moral sehingga terjadi ketidakpastian hukum. Selain itu, sambungnya, masalah ini menjadi polemik hukum yang berbahaya.

Lebih jauh, ia berharap DKPP bisa mengambil keputusan dengan bijak dalam menyidangkan Perkara Nomor 135/PKE-DKPP/XII/2023 itu. Sebab, bisa memberikan kepastian hukum atas polemik tersebut. "Nah, putusannya [DKPP] melanjutkan atau menghentikan tentu, kan, akan punya konsekuensi."

Putusan MK bukan peraturan

Hal senada diutarakan pakar hukum tata negara Universitas Pembangunan Nasional (UPN) "Veteran", Wicipto Setiadi. Ia mengakui putusan MK bersifat final and mmengikat, tetapi bukanlah peraturan perundang-undangan. 

Agar menjadi peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat umum, jelasnya, maka putusan MK harus ditindaklanjuti menjadi norma peraturan perundang-undangan. Apalagi, MK bukan lembaga pembentuk peraturan perundang-undangan (UU). 

Lebih jauh, Wicipto menerangkan, dalam teori, legislator menjadi dua: positif (DPR) dan negatif (MK). Sayangnya, MK dalam praktiknya sudah menjadi legislator positif karena putusannya langsung mengikat tanpa dilakukan perubahan peraturan perundang-undangan.

"Putusan MK seharusnya menjadi bahan untuk membentuk norma peraturan perundang-undangan," ucapnya kepada Alinea.id, Kamis (18/1).

Wicipto mengingatkan, putusan MK mestinya tidak mengandung kecacatan, baik hukum maupun etik. Namun, yang kini terjadi justru sebaliknya.

Penegakannya pun, sambung dia, harus dipisahkan antara etik dan hukum. Pelanggaran etik tidak bisa dikenakan sanksi hukum apalagi pidana.

Berkaca atas situasi saat ini, Wicipto menyarankan Prabowo agar kelak memilih calon yang tak bermasalah etik ataupun hukum. "Sayangnya, kita masih belum tinggi tingkat kesadarannya, baik di bidang hukum maupun etik."

Sentimen: negatif (92.8%)