Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Tangerang, Tanah Abang, Bintaro, Depok, Kebayoran Lama
Kasus: kecelakaan
Kecelakaan Kereta Beradu Muka Pernah Terjadi pada 19 Oktober 1987, Disebut Tragedi Bintaro
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Kecelakaan maut melibatkan dua kereta atau KA beradu muka pernah terjadi di Indonesia pada Senin, 19 Oktober 1987, pagi WIB, yang disebut sebagai Tragedi Bintaro. Awan hitam menggelayut di ibu kota. Kecelakaan yang menjadi musibah terparah dalam sejarah perkeretaapian Indonesia itu terjadi di daerah Pondok Betung (sekarang Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten), Bintaro, Jakarta Selatan.
Kecelakaan kelam itu terjadi pukul 6.45 WIB, tepat di KM.17+300/400 m melibatkan KA 225 Rangkasbitung-Tanah Abang dan KA 220 Tanah Abang-Merak. Koran Pikiran Rakyat edisi Selasa, 20 Oktober 1987, melaporkan bahwa kecelakaan itu bukan kali pertama terjadi, musibah pertama terjadi pada 1969, kala kereta lambat tabrakan dengan kereta cepat di Desa Ratujaya, Depok, menewaskan 67 penumpang.
Musibah kelam yang terjadi di Pondok Betung itu berjarak 4 km dari Stasiun Kebayoran Lama dan 6 km dari Stasiun Sudimara. 151 orang dilaporkan tewas akibat bencana pada Senin pagi kelam itu. Benturan hebat membuat gerbong penumpang terdepan meluncur dan menelan lokomotif.
Menteri Perhubungan Roesmin Nurjadin meminta petugas bekerja keras menemukan korban yang mungkin masih selamat. Dua hari setelah peristiwa kelam itu, Departemen Perhubungan belum bisa menyampaikan musabab tabrakan maut itu lantaran masih proses penyidikan.
Koran Kompas edisi Selasa, 20 Oktober 1987, bahkan membuat sketsa tabrakan yang digambar tangan, dengan sudut pandang dua dimensi dari posisi atas dan samping. Peta lokasi tabrakan kereta beradu muka menunjukkan jalur rel yang melengkung.
Pemberitaan kecelakaan kelam itu hampir memenuhi halaman pertama koran Kompas. Pemberitaannya berjudul Kecelakaan KA Paling Tragis Lebih Seratus Orang Tewas, Tim Gapka Amankan Kedua Masinis, Roesmin: Ini Pelajaran Bagi PJKA, Masinis Bukanlah Sopir, Ia Cuma Juru Mesin, dan lainnya. Dua potret berwarna hitam-putih turut disimpan di halaman sampul, menunjukkan evakuasi korban.
Dalam koran Pikiran Rakyat edisi Rabu, 21 Oktober 1987, berita berjudul Pencarian Maut Berakhir yang Tewas Jadi 151 Orang ditayangkan di halaman pertama. Berita itu disertai empat potret berwarna hitam putih yang menunjukkan kereta porak-poranda.
Kondisi perkeretaapian Indonesia
Foto koleksi IPPHOS repro dari buku berjudul Siliwangi dari Masa ke Masa tentang perbaikan rel kereta api yang rusak akibat serangan Belanda di Banten pada 1947.
Saat terjadinya musibah kelam itu, kondisi jalur kereta masih belum menggunakan jalur rel ganda--jalur rel baru dari Stasiun Serpong ke Stasiun Tanah Abang diresmikan 5 Juli 2007--, masih digunakan bergantian. Titik kejadian yang berada setelah tikungan membuat masinis tak bisa melihat jauh. Kala itu, kereta dipenuhi penumpang. Bahkan tak sedikit pula yang berdiri di luar kepala kereta.
KA 225 Rangkasbitung-Tanah Abang bermesin diesel hidrolik yang diproduksi tahun 1984 oleh Henschel, Jerman Barat, bernomor seri BB 306 16. Kereta itu membawa tujuh gerbong penumpang.
Sementara KA 220 Tanah Abang-Merak bermesin diesel hidrolik yang diproduksi tahun 1975 oleh Henschel, dengan nomor seri BB 303 16. Kereta itu membawa satu gerbong penumpang dan barang serta enam gerbong penumpang. Kedua lokomotif berbobot sekira 90 ton.
Kronologi musibah kelamSenin pagi, KA 225 Rangkasbitung-Tanah Abang bermuatan penuh dan melebihi kapasitas, bertolak dari Stasiun Serpong, KA itu terlambat dari jadwal memasuki Stasiun Sudimara. Jalur kereta penuh di Stasiun Sudimara, kereta itu menempati jalur 3, jalur 2 diisi kereta barang, dan jalur 1 kereta barang tanpa kepala.
Dalam waktu yang sama, di Stasiun Kebayoran KA 220 Tanah Abang-Merak akan berangkat menuju Stasiun Sudimara dan akan melintas jalur 3 stasiun itu tanpa berhenti. Stasiun Sudimara meminta KA 225 Rangkasbitung-Tanah Abang pindah ke jalur 1, tetapi kereta itu tidak pindah, malah maju keluar stasiun menuju Stasiun Kebayoran.
Terjadi miskomunikasi antara petugas yang terdiri dari masinis, kondektur dan petugas Stasiun Sudimara. KA 225 Rangkasbitung-Tanah Abang melanjutkan perjalanan.
Petugas Stasiun Sudimara berusaha mengejar KA Rangkasbitung-Tanah Abang untuk memberi tanda agar kereta itu berhenti, tetapi kereta itu tetap melaju. Petaka datang, kereta beradu muka lantaran keduanya tak saling lihat. Tikungan sebelum titik kecelakaan membuat kedua kereta tak mengetahui keberadaan satu sama lain.
Santunan tak pandang bulu dan mereka yang divonis bersalahBerdasarkan laporan koran Pikiran Rakyat dua hari setelah kejadian, pencarian jenazah korban kereta beradu muka itu berakhir usai petugas yang dikerahkan bekerja keras selama 30 jam, sejak 19 Oktober 1987 pagi. Bukan cuma korban tewas yang mencapai 151 orang, tragedi Senin kelam itu juga mengakibatkan 150 orang harus menjalani perawatan di rumah sakit. 118 orang diperbolehkan pulang. Kerugian akibat musibah kelam itu mencapai Rp2 miliar.
Seluruh korban musibah kelam itu mendapat santunan tanpa terkecuali, baik penumpang resmi maupun tidak resmi. Hal itu disampaikan langsung Dirut Asuransi Jasa kala itu, Raharja Sudrajat.
Pada 20 Agustus 1988, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan, masinis KA 225 Tanah Abang-Merak divonis 5 tahun penjara lantaran dianggap memberangkatkan KA tanpa perintah, kondektur KA 225 Tanah Abang-Merak divonis 2,5 tahun penjara lantaran dianggap tak berusaha menghentikan KA yang berangkat tanpa perintah, Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA) Stasiun Sudimara dan Stasiun Kebayoran divonis 10 bulan.
1910 dalam nyanyian Iwan Fals
Iwan Fals tampil di Synchronize Fest, Jumat 1 September 2023. Bunga-bunga kehidupan tumbuh subur di trotoar.
Selain pernah diangkat ke layar lebar, yakni dalam film berjudul Tragedi Bintaro itu diproduksi tahun 1989, disutradarai Bruce Malawau dan dibintangi oleh Roldiah Matulessy, Lia Chaidir, dan Ferry Octora, musibah kereta terparah itu juga digambarkan oleh Iwan Fals dalam lagunya berjudul 1910. Dalam lagu itu, Iwan Fals bahkan menyebut bahwa Tragedi Bintaro menjadi satu catatan air mata.
Selain itu, dalam lagu berdurasi 5 menit 48 detik itu, Iwan Fals juga mengungkap kondisi Jakarta saat musibah terparah itu terjadi.
"19 Oktober tanah Jakarta berwarna merah. Meninggalkan tanya yang tak terjawab. Bangkai kereta lemparkan amarah. Air mata. Air mata," demikian penggalan lirik 1910 itu.***
Sentimen: negatif (100%)