Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: Tipikor, korupsi
Tokoh Terkait
HEADLINE: Geger Skandal Pungli Rutan KPK Rp6,1 Miliar, Penindakannya?
Liputan6.com Jenis Media: News
Liputan6.com, Jakarta - Skandal pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK) kembali bikin geger. Tak tanggung-tanggung skandal pungli tersebut diduga melibatkan 93 pegawai dan nilainya mencapai Rp6,148 miliar.
Hal itu sebagaimana diungkap oleh Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Albertina Ho pada Senin 16 Januari 2024.
"Jadi, teman-teman menanyakan totalnya berapa? Saya tidak bisa menyatakan yang pasti, tetapi sekitar Rp6,148 miliar sekian itu total kami di Dewas," kata Albertina di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan.
Albertina menjelaskan nominal yang diduga diterima para pihak terkait perkara pungli rutan KPK tersebut bervariasi, dengan penerimaan terbesar mencapai Rp504 juta.
"Lalu kalau kita hubungkan dengan uang-uang yang diterima itu paling sedikit itu menerima Rp1 juta, dan yang paling banyak menerima Rp504 juta sekian itu yang paling banyak," ujarnya.
Selain itu, Pemeriksaan oleh Dewas KPK juga menemukan ada 93 pegawai KPK yang diduga terlibat dalam perkara pungli di Rutan KPK.
Sebanyak 93 pegawai lembaga antirasuah itu akan berhadapan dengan Majelis Sidang Kode Etik Dewan Pengawas KPK pada Rabu, 17 Januari 2024.
Albertina mengatakan sidang kode etik itu akan terbagi dalam sembilan berkas, masing-masing enam berkas untuk 90 orang dan tiga berkas lainnya masing-masing untuk satu orang.
"Kasus pungli rutan ini dibagi dalam enam perkara yang akan disidangkan segera dan ada tiga lagi yang akan disidangkan setelah perkara ini. Jadi, kita bagi dalam sembilan berkas karena yang terlibat cukup banyak ada 93 (orang)," katanya.
Albertina mengatakan, pemisahan berkas sidang etik itu dilakukan karena penerapan pasal kode etik yang berbeda. Namun, dia tidak menjelaskan lebih lanjut soal pasal yang diterapkan.
Sementara itu, Anggota Dewas KPK Syamsudin Haris menjelaskan modus skandal pungli terhadap tahanan di rutan KPK adalah dengan memberikan pelayanan istimewa. Seperti memberi fasilitas komunikasi melalui handphone hingga pengecasannya.
"Pokoknya dengan melakukan pungutan kepada tahanan, maka tahanan itu mendapat layanan lebih lah. Contohnya, misalnya HP untuk komunikasi, itu contohnya. Bisa juga dalam bentuk apa namanya ngecas hp dan lain-lain," ujar Syamsudin Haris di gedung Dewas KPK, Rabu (17/1/2024).
Haris mengungkapkan, pihaknya pada Rabu (17/1/2024), telah meggelar sidang etik terkait skandal dugaan pungutan liar di Rumah Tahanan Negara KPK. Dari 90-an pegawai KPK yang terlibat, sebanyak 15 jalani sidang etik.
"Itu yang 90 orang itu yang enam itu bergelombang. Hari ini satu hukuman dulu sebab banyak kan 90 bagi 6 kan bisa 15 kali," ujar Haris.
Ia juga menjelaskan, dari 93 pegawai KPK itu di antaranya yang terlibat adalah kepala rutan KPK, Achmad Fauzi hingga mantan kepala rutan. Skandal Pungli tersebut menurutnya dikomandoi oleh seseorang.
"93 itu ada kepala rutan ada mantan kepala rutan, ada apa ya semacam komandan regunya yang gitu. Ada staff biasa pengawal tahanan, macem-macem," beber dia.
Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengatakan, skandal pungutan liar (Pungli) di rutan KPK merupakan peristiwa yang tidak mengherankan. Hal itu dikarenakan KPK selama ini dinilai telah memiliki problematika mulai dari pimpinan hingga bawahannya.
"Kasus Dugaan Pungli 93 Pegawai di Rutan KPK bukan hal yang mengherankan bagi saya, Kenapa? karena problematik di KPK itu sudah bermasalah dari atas sampe kebawah. Jadi kalo di kepalanya ini ada persoalannya Firli, persoalan Lily, Johanis Tanak dan semua komisoner-komisioner KPK, dan itu pasti akan mempengaruhi pegawai-pegawai KPK di Bawah, jadi itu rusak dari kepala sampai ekor. Jadi tidak mengherankan buat saya," ujar Hamzah kepada Liputan6.com, Rabu (17/1/2024).
Selain itu, Hamzah menilai, integritas lembaga KPK di bawah pimpinan Firli Bahuri juga tampak mengalami penurunan standar integritas yang signifikan. Hal ini yang selanjutnya juga menjadi salah satu indikator adanya pungli di lingkup rutan KPK.
"Yang kedua, kenapa kemudian pungli terjadi itu karena memang ada standar integritas KPK yang sudah menurun sejak periode Firli ini, itu kan selaras dengan UU KPK dulu. Jadi pasca itu Firli masuk ada semacam penurunan standar integritas di dalam tubuh KPK, itu yang mempengaruhi tindakan-tindakan seperti pungli yang dilakukan oleh pegawai-pegawai KPK di rutan KPK itu," ujarnya.
Menurut Hamzah, penurunan standar integritas di KPK inilah yang mempengaruhi tingkah laku buruk termasuk dugaan pungli yang saat ini menyeret hampir seratus pegawai rutan KPK.
"Jadi penurunan standar itu yang sangat mempengaruhi semua tingkah laku buruk termasuk dugaan pungli itu di tubuh KPK," ucap Hamzah.
Oleh karenanya, Hamzah mengharapkan dewan pengawas (dewas) bertindak tegas dan dapat menjatuhkan sanksi etik berat dalam skandal pungli di rutan KPK tersebut.
"Jadi paling tidak dewas pada wilayah etik itu (bisa) menjatuhkan sanksi etik berat. Kalau sanksi etik berat artinya, itu bisa melakukan pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH. Itu etikanya jadi saya berharap ada tindakan tegas dari dewas pada wilayah etik dengan PTDH, jadi harus dijatuhkan sanksi berat pegawai-pegawai yang melakukan pungli di tahanan," ucap Hamzah.
"Karena kalau ini kemudian dibiarkan itu akan terjadi kedepannya dan menjadi preseden buruk," Hamzah menambahkan.
Adapun dalam proses hukumnya, Hamzah menilai, skandal dugaan pungli yang menerpa puluhan pegawai KPK tersebut mestinya tidak bisa langsung ditangani oleh KPK. Ia menyebut, hal itu mesti ditangani oleh aparat penegak hukum lain seperti kepolisian supaya tidak menimbulkan kesan tidak fair dalam pengusutannya.
"(Proses hukum) harus ditangani oleh Aparat Penegak Hukum. Ada yang bilang KPK aja yang nanganin, jangan dong! itu seperti jeruk makan jeruk kalo proses hukumnya ditangani oleh KPK. Mestinya ditangani oleh kepolisian saja, itu lebih fair, jadi tidak terkesan jeruk makan jeruk," kata Hamzah.
Untuk itu, Hamzah meminta pihak kepolisian untuk segera mengambil alih proses penanganan pidana kasus dugaan pungli pegawai rutan tersebut dari KPK dan segera memprosesnya.
"Kepolisian harus mengambil alih proses penanganan pidananya terhadap 93 pegawai KPK yang melakukan pungli itu. kalau sanksi pidananya kan jelas di atur di dalam UU Tindak pidana korupsi," tandasnya.
Sementara itu, Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo menilai, skandal pungli di rutan KPK menjadi bukti lemahnya pengawasan dan ketidakmampuan lembaga antirasuah dalam mendeteksi pungli di internal KPK.
"Ini salah satu lemahnya pengawasan di internal KPK karena tidak mampu mendeteksi secara aktif adanya puluhan pegawai yang melakukan pungli di tahanan. Artinya ini kan melibatkan banyak orang," kata Yudi kepada Liputan6.com, Rabu (17/1/2024).
Selain itu, Yudi mengatakan, skandal pungli di rutan KPK secara langsung juga telah memperburuk citra KPK di muka publik, setelah sebelumnya KPK mengalami goncangan usai pimpinan lembaga tersebut terjerat kasus korupsi. Kini skandal kembali terjadi.
"Tentu kasus ini makin perburuk citra KPK di masyarakat setelah ketua KPK menjadi tersangka kasus korupsi yang sudah berjalan di sidik Polda Metro, dan sebelumnya Lily mundur ketika dia kena kasus etik lagi disidang malah mundur," ucapnya.
Oleh karena itu, ia meminta baik KPK maupun Dewas agar secepatnya menuntaskan kasus pungli Rutan KPK, dan mengungkap siapa aktor utama di balik skandal besar tersebut.
"Dewas atau KPK seharusnya secepatnya mengungkap kepada publik siapa yang menjadi aktor utama, aktor intektual terkait pungli ini," ujar Yudi.
Yudi menambahkan bahwa tentu ada klaster-klaster dalam perbuatan mereka. Mulai dari yang terberat hingga ringan, sehingga Dewas dan KPK harus tegas dan jernih memilah, pecat semua yang menjadi otak dalam kasus pungli ini.
"Tentu keterlibatannya pasti berbeda-beda klaster klasternya baik yang aktor intelektual dan membantu, turut serta ataupun hanya menerima saja karena bagian dari rutan," pungkasnya.
Sentimen: negatif (100%)