Sentimen
Negatif (100%)
18 Jan 2024 : 09.05
Informasi Tambahan

Kasus: KKN, korupsi

Wacana Usulan Pemakzulan Presiden dalam Tahapan Pilpres

18 Jan 2024 : 16.05 Views 1

iNews.id iNews.id Jenis Media: Nasional

Wacana Usulan Pemakzulan Presiden dalam Tahapan Pilpres

Dr Abdul Aziz Hakim, SH, MH

Akedemisi Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Maluku Utara

WACANA usulan pemakzulan atau impeachment Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam tahapan pilpres sebagaimana dilontarkan Faizal Assegaf dkk, dari petisi 100, menarik untuk diamati. Pernyataan itu disampaikan Faizal dkk saat bertemu Mahfud MD di kantor Kemenko Polhukam. Isu ini semakin ramai setelah ditanggapi tiga pakar hukum tata negara, yakni Prof Dr Jimly, Prof Dr Yusril, dan Zainal Arifin Muhtar. 

Saya menilai wacana pemakzulan atau impeachment presiden, hubungannya dengan fenomena Pilpres 2024, tentu tidak sekadar dilihat dalam konteks pengalihan isu, alasan waktu, serta soal prosedural sebagaimana pandangan beberapa pakar. 

Ini merupakan usulan serius dalam konteks berbangsa dan bernegara, lagi-lagi jika dihubungkan dengan fenomena keterlibatan anak Presiden Jokowi, yakni Gibran Rakabuming Raka, yang ikut dalam kontestasi Pilpres 2024. 

Saya tidak sependapat jika isu pemakzulan ini diberi alasan karena ada pengalihan isu, tidak mudahnya prosedur, dan waktu untuk memproses pemakzulan sangat singkat. Alasan ini justru kurang substansial jika dihubungkan dengan konstruksi sistem pemakzulan presiden dalam UUD 1945. 

Permasalahan ini harus disikapi superserius, mengawasi Presiden Jokowi, agar kecenderungan dalam memanfaatkan kekuasaan demi kepentingan anaknya. Sebab, jika tidak, maka demokrasi kita akan terbunuh sendiri, bukan karena perilaku presiden, tetapi kita sebagai anak bangsa ikut terlibat karena melakukan pembiaran secara masif dugaan pelanggaran hukum dalam proses pilpres ini.

Jadi kalau alasannya sekadar pengalihan isu, ini justru tidak substantif dan objektif, jika kemudian dihubungkan dengan perilaku Jokowi yang cenderung melakukan abuse of power dalam tahapan pilpres ini. 

Saya kira ini momentum pilpres paling krusial dalam fase sejarah pemilu kita, sejak Republik didirikan, di mana baru pertama kali anak presiden aktif ikut berkontestasi dalam pilpres. Sejak tahapan awal pendaftran pilpres sudah terlihat gejolak karut marut disebabkan polemik syarat usia Gibran yang belum cukup, kemudian dilegalkan Mahkamah Konstitusi (MK) RI, hingga berakhir dengan diberhentikannya ketua MK oleh MKMK dan dicatat oleh sejarah sebagai putusan yang melanggar etika berat.

Menurut saya, Jokowi terpilih jadi presiden karena ada sejumlah syarat yang dia harus penuhi. Salah satu syaratnya, tidak pernah mengkhianati negara, setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Dan selanjutnya, ketika terpilih sebagai presiden, juga disumpah sebagaimana diatur dalam UUD 1945, yaitu Sumpah Presiden (Wakil Presiden): 

“Demi Allah, Saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil­-adilnya, memegang teguh Undang­Undang Dasar dan menjalankan segala undang­-undang dan peraturannya dengan selurus-­lurusnya, serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.

Dari prinsip-prinsip konstitusi ini, saya berpendapat ini adalah persaolan mendasar kenegaraan dan kebangsaan yang wajib dijalankan presiden demi menjalankan mandat rakyat yang dimanifestasikan melalui konstitusi.

Syarat konstitusional tersebut wajib dijalankan presiden. Jika tidak maka opsi pemakzulan menjadi jalan satu-satunya sebagai mekanisme konstitusional untuk mencabut mandat rakyat tersebut.

Menurut saya, syarat pemakzulan yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 7b yaitu karena Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Maka, berdasar syarat konstitusional tersebut, saya menilai ada dua alasan konstitusional yang bisa ditarik dalam norma ini jika dihubungkan dengan problem pilpres, yakni pertama, bisa saja presiden dimakzulkan karena melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara. Kedua, presiden tidak memenuhi syarat sebagai presiden.

Saya kira prinsip norma ini bisa dijadikan dasar untuk dilakukan pemakzulan presiden, jika tindakannya dalam pilpres ada kecenderungan kuat memanfaatkan kekuasaan dengan menggerakkan alat-alat, badan, lembaga, serta aparatnya ikut serta untuk memengaruhi kemenangan anaknya sebagai cawapres.

Jika dugaan ini terjadii maka saya kira Presiden Jokowi melanggar norma-norma konstitusional seperti pelanggaran terhadap etika berbangsa, larangan untuk KKN, dan terlibat conflict of interest. Ketiga hal ini sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Saya kira kalau ini yang dilakukan Jokowi dan terbukti, maka akan dididakwa atau dimakzulkan di tengah jalan sebagai sanksi konstitusional terhadap presiden karena melakukan pelanggaran konstitusi berupa pengkhianatan terhadap negara dan juga tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden. 

Saya kira presiden harus menahan diri atas ambisinya untuk cawe-cawe pada detik-detik injuri time saat tahapan pilpres ini, apalagi terindikasi menggerakkan beberapa aparaturnya untuk ikut serta mengintervensi proses penyelanggaraan pilpres. 

Jika presiden melakukannya dan diketahui rakyat maka akan menjadi bumerang terhadap anaknya yang maju sebagai cawapres. Justru momentum ini rakyat akan mencabut mandat yaitu dengan tidak memilih Gibran pada 14 Februari nanti.

Ini merupakan sanksi sosial dari dan oleh rakyat terhadap Jokowi karena terindikasi melakukan cawe-cawe dalam pilpres demi kepentingan anaknya.

Jadi menurut saya, usulan pemakzulan ini tidak sekadar isu pengalihan politik sebagaimana dimaknai Prof Jimly. Saya juga menilai, usulan pemakzulan terhadap presiden tidak bisa diberi alasan karena prosedurnya yang rumit. Saya kira rumit dan tidak rumit itu bukan alasan yang tepat, karena nanti kita terjebak dengan hal-hal yang formil prosedural tetapi menghilangkan hal-hal yang substansial. 

Jangan-jangan, suatu saat presiden telah melanggar hukum berupa pengkhinatan terhadap negara serta sudah melanggar konstitusi, lalu kita bilang pemakzulan tidak bisa dilkukan karena prosedurnya rumit dan susah, ini yang bahaya.

Usulan pemkzulan ini jangan dihalangi dengan alasan karena waktunya yang mepet. Saya justru berbeda pandangan dengan Prof Yusril. Usulan pemakzulan ini jangan dihitung dengan waktu tahapan pilpres yakni dengan hitungan sebulan. Jika usulan ini tidak setujui karena tahapan pilpres tinggal sebulan, hal itu benar. Tetapi masa jabatan Jokowi sampai Oktober 2024, bisa saja usulan pemakzulan ke DPR dan proses pemeriksaan ke MK dalam waktu kurang lebih 10 bulan masih sangat efektif untuk dilakukan. 

Lagian, apa relevansinya usulan pemakzulan dengan soal waktu pilpres? Kan kita melihat nilai pelanggaran hukumnya yang dilakukan Presiden bukan soal waktu. Mau 1 hari atau 1 bulan lagi, jika itu pelanggaran hukum, ya tetap pelanggaran. Jadi tetap tidak ada kompromi soal ini. 

Menyinggung soal kekuatan politik, saya menyatakan kekuatan parlemen dengan skema politik saat ini, yakni dua kekuatan politik yaitu partai pendukung Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo bergabung, sangat mungkin dilakukan proses pemakzulan. Ini kalau dua kekuatan politik itu menganggap bahwa Presiden Jokowi sudah tidak netral dan punya kecenderungan melakukan abuse of power, yaitu melakukan intervensi politik alias cawe-cawe untuk memenangkan salah satu pasangan dan itu merugikan secara langsung dua kubu. Saya kira ada peluang besar untuk dilakukan proses pemakzulan dalam masa-masa pilpres.

Usulan pemakzulan presiden di Indonesia selalu terhalang oleh kekuatan politik di parlemen sebagaiman diatur dalam konstitusi, sehingga sistem pemakzulan kita tergantung pada kekuatan politik di parlemen. Nah saya melihat kekuatan politik parlemen sekarang ini, jika dikonsolidasikan, justru sangat mungkin untuk dilakukan pemakzulan.

Editor : Anton Suhartono

Follow Berita iNews di Google News

Bagikan Artikel:

Sentimen: negatif (100%)