Sentimen
Positif (100%)
16 Jan 2024 : 17.03
Informasi Tambahan

Event: Pemilu 2019

Kab/Kota: Solo

Kasus: korupsi

Ingat Almas Penggugat di MK yang Muluskan Gibran Jadi Cawapres? Kini Digugat Rp 204 T

17 Jan 2024 : 00.03 Views 1

Oposisicerdas.com Oposisicerdas.com Jenis Media: News

Ingat Almas Penggugat di MK yang Muluskan Gibran Jadi Cawapres? Kini Digugat Rp 204 T

Ingat Almas Tsaibbbirru yang gugatannya ke Mahkamah Konstitusi memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres)? 

Setelah gugatannya terkait batas usia capres cawapres dikabulkan MK, Almas Tsaibbirru kembali berkasus. 

Kali ini Almas Tsaqibbirru yang justru digugat oleh warga solo, Ariyono Lestari. 

Ariyono Lestari menggugat Almas membayar Rp 204 triliun karena dianggap berperan dalam mengubah UU Pemilu mengenai batas usia capres cawapres.

Salah satu poin gugatannya karena Almas keliru menulis kepanjangan dari UNSA yakni Universitas Negeri Surakarta padahal yang benar Universitas Surakarta.

Kuasa hukum Almas, Arif Sahudi mengungkapkan, alih-alih terbebani, pihaknya  justru berterima kasih atas adanya gugatan ini dan memberikan Rp 10 juta sebagai hadiah.

“Sidang digelar kemarin secara online. Mas Almas akan memberikan uang Rp 10 juta kepada penggugat dan kuasanya sebagai bentuk rasa terimakasih telah digugat. Ini sebagai sarana pelajaran,” ungkap kuasa hukum Almas, Arif Sahudi, Jumat (12/1/2024).

Ia akan memberikan uang ini tak peduli hasil dari sidang gugatan tersebut, menang atau kalah.

Dengan begitu jika ia kalah ia tetap harus membayar Rp 204 triliun sekaligus Rp 10 juta yang ia janjikan.

“Nanti waktu putusan. Menang atau kalah kita kasih,” tegasnya.

Terkait kesalahan menulis kepanjangan dari UNSA, Arif mengakui kekeliruan ini. Namun, ia mengklaim telah memperbaiki ini saat dimulai sidang.

“Gugatan ini dasarnya kesalahan tulis ketika gugatan belum diperbaiki. Unsa ditulis Universitas Negeri Surakarta. Padahal Universitas Negeri Surakarta tidak ada. Adanya Universitas Sebelas Maret. Itu terjadi sebelum perbaikan,” jelasnya.

Menurutnya, sudah tidak ada yang keliru saat sidang dimulai. Dengan demikian pernyataan penggugat bahwa ia dirugikan atas penulisan ini dianggap tidak valid.

“Perkara di sidang selalu ada masa untuk perbaikan. Ketika dibacakan tidak ada yang keliru,” terangnya.

Arif justru menuding balik penggugat yang menuliskan alamat secara keliru.

Menurutnya, penggugat menuliskan alamat Kecamatan Purwosari padahal tidak ada kecamatan itu di Solo.

“Tapi di gugatan dia ini ketika gugatan ada perbaikan tidak, ternyata dia juga salah menyebut Kecamatan Purwosari. Padahal di Solo tidak ada Kecamatan Purwosari. Identitas dari penggugat. Ketika perbaikan tidak mengubah itu,” jelasnya.

Selain itu, ia juga meragukan posisi penggugat yang merupakan alumni Universitas Sebelas Maret (UNS). Padahal, pihaknya tidak pernah menyebutkan kampus tersebut dalam gugatan ke MK.

“Penggugat mewakili alumni Universitas Sebelas Maret. Apakah ia memperoleh izin, apakah berhak. Ini nggak ada hubungannya gugatan ini dengan Universitas Sebelas Maret,” ungkapnya.

Sumber Uang Rp 10 Juta Dipertanyakan

Di bagian lain, pihak penggugat yakni Ariyono Lestari mempertanyakan sumber uang Rp 10 juta yang dijanjikan Almas.

Kuasa hukum Ariyono Lestari, Andika Dian Prasetyo sumber uang Rp 10 juta dipertanyakan karena Almas masih berstatus mahasiswa saat mengajukan gugatan batas usia capres-cawapres ke Mahkamah Konstitusi. 

"Respons saya bangga dan terharu. Wong mahasiswa gak punya duit kok mau memberikan hadiah pada kami kan ya luar biasa," ungkapnya.

Ia juga berencana akan menyumbangkan uang hadiah tersebut bila nantinya benar akan diberikan.

"Nanti kalau sudah kami terima, rencananya akan kita berikan ke panti asuhan yang paling dekat dengan alamat rumahnya mas Almas," kata dia.

"Uang yang sangat besar senilai Rp 10 juta nanti akan kami sumbangkan ke panti asuhan," imbuhnya.

Lebih lanjut menurut Andika, seharusnya Almas tak mengambil keputusan menggugat syarat pendaftaran capres-cawapres ke MK bila kemampuan finansialnya hanya Rp 10 juta.

"Ya kan gini, mas Almas kan dia kan sudah menggugat seperti itu. Kalau memang kemampuan ekonominya hanya Rp 10 juta ya nggak usah aneh-aneh, gugat-gugat konstitusi yang efeknya merugikan bangsa ini," ujar dia.

"Kalau kemampuan Rp 10 juta ya nggak usah neko-neko gitu lho maksud saya," imbuhnya.

Namun demikian, Andika juga masih belum mengetahui kapan pastinya hadiah uang tersebut akan diberikan kepada kliennya.

Meski demikian, sejumlah rencana juga telah disusun oleh pihak Andika apabila uang tersebut benar-benar diberikan pada kliennya.

"Itu baru rencana mereka, tapi sudah ditulis dimana-mana. Nanti kalau ada uang lebih, katakanlah kalau kita dikasih lebih nanti kita akan kumpulkan pemuda dan akan kami dandani biar nanti seperti mas Almas," urai dia.

"Jadi pakai kacamata dan gaya rambutnya, kan mas Almas itu idola anak muda Surakarta. Jadi apresiasi kita seperti itu," tambahnya.

Sementara itu, terkait persidangan. Andika memastikan pihaknya telah menyiapkan sejumlah bukti-bukti untuk menguatkan gugatan di mata Majelis Hakim.

"Ya nanti kita tetap pembuktian seperti agenda persidangan," kata dia.

"Kami juga siapkan bukti-bukti dan lainnya, ya kita ikuti saja nanti persidangan," imbuhnya.

Andika berpendapat, sidang akan tambah menarik ketika memasuki agenda pemanggilan saksi kedepannya.

"Masih lama, mungkin yang menarik nanti pembuktian saksinya. Kalau tanggal belum tahu," ucap dia.

"Setelah jawab-jinawab ini kan nanti pembuktian saksi," imbuhnya.

Sosok Almas Tsaibbirru

Almas Tsaibbirru yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta. 

Dia adalah putra sulung aktivis antikorupsi Boyamin Saiman. 

Boyamin Saiman adalah Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang kerap menjadi whistle blower sejumlah kasus korupsi besar, di antaranya kasus ekspor CPO dan kelangkaan minyak goreng, kasus dugaan korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe, serta kasus dugaan pungli pejabat Kemenkumham.

Hal ini diakui sendiri oleh Almas saat ditemui TribunSolo.com, di wilayah Manahan Solo, Senin (16/10/2023).

"(Putra Pak Boyamin) yang pertama," ujar Almas.

Almas juga mengatakan sosok mahasiswa UNS yang juga mengajukan gugatan syarat usia Capres-Cawapres bernama Arkaan Wahyu merupakan adiknya.

Pemuda kelahiran 16 Mei 2000 tersebut merupakan anak pertama Boyamin dari lima bersaudara.

Sementara Arkaan merupakan putra kedua Koordinator MAKI.

Almas menambahkan bahwa sang ayah merupakan lulusan Fakultas Hukum UMS.

Namun ia tidak mengetahui secara pasti tahun berapa sang ayah mulai duduk di bangku kuliah.

Seperti diketahui, Almas Tsaqibbirru Re A mengajukan gugatan uji materi itu didampingi kuasa hukum Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023.

Gugatan tersebut berisikan batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Dalam sidang pleno yang digelar di Gedung MKRI lantai 2 hari ini, Senin (16/10/2023), Ketua MK mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian.

Sehingga Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi:

"Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."

Atas dikabulkannya gugatan tersebut, seseorang yang pernah/sedang menjabat sebagai kepala daerah dan pejabat negara yang dipilih melalui pemilihan umum dapat mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres meski berusia di bawah 40 tahun.

Keputusan ini membuat putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka akhrnya dipasangkan sebagai cawapres Prabowo Subianto.

Dalam gugatannya gugatan bernomor 92/PUU-XXI/2023, Almas menyebut mengagumi pejabat pemerintahan berusia muda yang dinilainya berhasil dalam membangun ekonomi daerah.

Termasuk putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Salah satunya adalah Gibran Rakabuming yang merupakan Wali Kota Surakarta yang berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi daerah Surakarta hingga 6,25 persen dari sebelumnya hanya -1,74 persen."

"Diakui Pemohon ada banyak data yang menunjukkan sejumlah kepala daerah terpilih yang berusia di bawah 40 tahun pada Pemilu 2019 disertai dengan kinerja yang baik."

"Dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Majelis Hakim menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally in constitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan “Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah," seperti keterangan yang tertera di laman mkri.id.

Foto: Almas Tsaqibbirru, penggugat MK yang muluskan jalan Gibran jadi cawapres kini digugat Rp 204 triliun/kolase tribun solo/tribunnews

Sentimen: positif (100%)