Sentimen
Negatif (99%)
14 Jan 2024 : 12.43
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Sriwijaya

MK Seperti Menjadi Alat Politik Kekuasaan

14 Jan 2024 : 12.43 Views 1

Beritajatim.com Beritajatim.com Jenis Media: Politik

MK Seperti Menjadi Alat Politik Kekuasaan

Jakarta (beritajatim.com) – Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi pusat perhatian setelah memberikan keputusan yang mengizinkan calon presiden dan calon wakil presiden yang berusia muda untuk maju dalam pemilihan presiden.

Keputusan ini menuai kontroversi lantaran memberi peluang bagi Gibran Rakaningbumi Raka, anak sulung Presiden Joko Widodo, untuk mencalonkan diri sebagai cawapres. Ditambah, Ketua MK, Anwar Usman, memiliki hubungan kekerabatan dengan Gibran sebagai pamannya.

Banyak pengamat, praktisi, aktivis, tokoh masyarakat, dan budayawan menyuarakan kritik terhadap keputusan MK ini. Mereka menduga bahwa keputusan MK mengenai batas usia calon presiden dan wakil presiden dapat menciptakan konflik kepentingan.

Pengamat politik dari Forum Demokrasi Sriwijaya (ForDes), Bagindo Togar, juga tidak menyembunyikan rasa kekecewaan dan kritik terhadap keputusan MK. Bagindo Togar berpendapat bahwa kepercayaan publik terhadap MK telah berkurang secara signifikan.

“Jelas sekali, saat ini MK terlihat seperti menjadi alat politik kekuasaan. MK sekarang tampaknya bukan lagi sebagai Mahkamah Kekuasaan, tetapi lebih mirip Mahkamah Keputusan yang sangat memicu kontroversi. Pertanyaannya adalah mengapa hakim-hakim ini menjadi alat politik kekuasaan? Jika memungkinkan, kita harus mempertimbangkan opsi pemakzulan (impeachment) terhadap keempat hakim MK tersebut, serta memberikan sanksi dan mencopot mereka dari jabatannya di MK,” ujar Bagindo, Jumat (11/3/2023).

BACA JUGA:
Putusan MKMK Dinilai Kunci Kembalikan Wibawa Mahkamah Konstitusi

Bagindo mengungkapkan bahwa MK seharusnya berfungsi sebagai lembaga penjaga konstitusi. Tetapi keputusan terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden telah menggoyahkan kepercayaan publik terhadap MK.

Ia khawatir MK yang telah kehilangan kredibilitasnya akan dimanfaatkan sebagai alat politik kekuasaan jika terjadi sengketa dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

“Bagaimana jika terjadi sengketa dalam pemilu? Mereka sudah kehilangan kredibilitas, dan itu akan menimbulkan keraguan besar. Mereka telah mengorbankan etika yang semestinya dijunjung tinggi,” tambahnya.

BACA JUGA:
MKMK Diminta Gunakan Nurani dalam Perkara Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Konstitusi

Mantan Ketua IKA Fisip Universitas Sriwijaya (Unsri) ini juga mencurigai bahwa para hakim MK mungkin telah menerima imbalan atau kompensasi tertentu yang mendorong mereka melanggar etika. Menurutnya, hal ini perlu diselidiki, dan jika terbukti, para hakim tersebut harus dihentikan dari jabatan mereka dan dikenai sanksi.

“Kenapa mereka berani melanggar etika? Pasti ada imbalan atau kompensasi yang mendorong mereka untuk melanggarnya. Melanggar etika bukan hal yang gratis, dan kita harus menyelidiki hal ini serta memberikan sanksi kepada mereka jika terbukti bersalah. Mereka sudah tidak layak lagi untuk menjabat,” tandasnya. [hen/beq]


Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks


Sentimen: negatif (99.8%)