Sentimen
Positif (66%)
20 Des 2023 : 15.39
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Tangerang, Bogor, Bekasi, Depok, Banjar, Cianjur, New York, Sydney

Mendagri Beberkan Urgensi Pembentukan Dewan Aglomerasi di Jakarta

20 Des 2023 : 15.39 Views 2

Medcom.id Medcom.id Jenis Media: News

Mendagri Beberkan Urgensi Pembentukan Dewan Aglomerasi di Jakarta

Jakarta: Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, membeberkan urgensi pembentukan Dewan Aglomerasi yang meliputi Jakarta dan kota sekitarnya. Wacana itu menjadi sorotan publik seiring pembahasan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta beredar, sebagai beleid yang mengatur Jakarta setelah kehilangan status Daerah Khusus Ibu Kota. Daerah yang masuk dalam kawasan aglomerasi Jakarta, yakni Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi. “Jakarta dengan kota satelit di sekitarnya sudah sangat intens, ada lebih dari 35 juta penduduk untuk seluruh aglomerasi ini. Interaksi dan mobilitasnya sangat tinggi. Banyak hal harus diharmonisasikan, mulai dari perencanaan pembangunan sampai evaluasi. Ini perlu ada koordinasi. Kalau tidak, bisa kacau,” ujar Tito dalam diskusi di Media Center Indonesia Maju, Selasa, 20 Desember 2023. Tito mencontohkan persoalan banjir yang memerlukan sinkronisasi kebijakan antara pemerintah yang berada di dataran tinggi dan di dataran lebih rendah. Kemudian, kata Tito, persoalan transportasi di Jakarta dan kota sekitarnya tidak memiliki pembatas alam. “Contohnya banjir. Daerah tangkapan air di Cianjur dan (Kabupaten) Bogor harus melakukan reboisasi. Kemudian daerah tengah, Bogor dan Depok, harus disiapkan semacam waduk. Terus daerah bawah, DKI Jakarta, harus siapkan pelebaran sungai, banjar kanal, sodetan. Kalau setiap kepala daerah bekerja dengan konsepnya sendiri, yang jadi korban adalah rakyat,” ucap Tito.   Eks Kapolri itu mengeklaim ide pembentukan Dewan Aglomerasi sudah ada sejak 2022, sehingga tidak ada kaitannya dengan kepentingan atau janji kampanye calon presiden. Di samping itu, pembentukan badan yang fokus pada harmonisasi kebijakan bukan sesuatu yang baru Indonesia. “Oleh karena itu, apa pun namanya nanti, diperlukan semacam mekanisme untuk harmonisasi dan sinkronisasi di aglomerasi. Ini memang kebutuhan. Dan, ini sama seperti Badan Percepatan Pembangunan Papua yang dipimpin Wapres (Wakil Presiden Ma'ruf Amin) yang sudah berjalan dua tahun lebih,” terang Tito. Tito menjelaskan Badan Percepatan Pembangunan Papua dipimpin Wapres Karena melibatkan empat kementerian koordinator. "Kalau hanya dua kementerian saja pasti akan terkunci. Dan saya tegaskan, Dewan Aglomerasi bukan eksekutor. Dia hanya sinkronisasi, perencanaan, dan evaluasi. Eksekutornya adalah pemerintah daerah masing-masing," jelas dia. Tito optimistis Jakarta bisa menjadi kota ekonomi global, seperti New York di Amerika Serikat atau Sydney di Australia. Artinya, nilai lebih dari Jakarta tidak akan hilang walaupun sentra politiknya telah hijrah ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Jakarta: Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, membeberkan urgensi pembentukan Dewan Aglomerasi yang meliputi Jakarta dan kota sekitarnya. Wacana itu menjadi sorotan publik seiring pembahasan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta beredar, sebagai beleid yang mengatur Jakarta setelah kehilangan status Daerah Khusus Ibu Kota.
 
Daerah yang masuk dalam kawasan aglomerasi Jakarta, yakni Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
 
“Jakarta dengan kota satelit di sekitarnya sudah sangat intens, ada lebih dari 35 juta penduduk untuk seluruh aglomerasi ini. Interaksi dan mobilitasnya sangat tinggi. Banyak hal harus diharmonisasikan, mulai dari perencanaan pembangunan sampai evaluasi. Ini perlu ada koordinasi. Kalau tidak, bisa kacau,” ujar Tito dalam diskusi di Media Center Indonesia Maju, Selasa, 20 Desember 2023.
Tito mencontohkan persoalan banjir yang memerlukan sinkronisasi kebijakan antara pemerintah yang berada di dataran tinggi dan di dataran lebih rendah. Kemudian, kata Tito, persoalan transportasi di Jakarta dan kota sekitarnya tidak memiliki pembatas alam.
 
“Contohnya banjir. Daerah tangkapan air di Cianjur dan (Kabupaten) Bogor harus melakukan reboisasi. Kemudian daerah tengah, Bogor dan Depok, harus disiapkan semacam waduk. Terus daerah bawah, DKI Jakarta, harus siapkan pelebaran sungai, banjar kanal, sodetan. Kalau setiap kepala daerah bekerja dengan konsepnya sendiri, yang jadi korban adalah rakyat,” ucap Tito.
 
Eks Kapolri itu mengeklaim ide pembentukan Dewan Aglomerasi sudah ada sejak 2022, sehingga tidak ada kaitannya dengan kepentingan atau janji kampanye calon presiden.
 
Di samping itu, pembentukan badan yang fokus pada harmonisasi kebijakan bukan sesuatu yang baru Indonesia.
 
“Oleh karena itu, apa pun namanya nanti, diperlukan semacam mekanisme untuk harmonisasi dan sinkronisasi di aglomerasi. Ini memang kebutuhan. Dan, ini sama seperti Badan Percepatan Pembangunan Papua yang dipimpin Wapres (Wakil Presiden Ma'ruf Amin) yang sudah berjalan dua tahun lebih,” terang Tito.
 
Tito menjelaskan Badan Percepatan Pembangunan Papua dipimpin Wapres Karena melibatkan empat kementerian koordinator. "Kalau hanya dua kementerian saja pasti akan terkunci. Dan saya tegaskan, Dewan Aglomerasi bukan eksekutor. Dia hanya sinkronisasi, perencanaan, dan evaluasi. Eksekutornya adalah pemerintah daerah masing-masing," jelas dia.
 
Tito optimistis Jakarta bisa menjadi kota ekonomi global, seperti New York di Amerika Serikat atau Sydney di Australia. Artinya, nilai lebih dari Jakarta tidak akan hilang walaupun sentra politiknya telah hijrah ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id

(AZF)

Sentimen: positif (66%)