Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UNPAD
Kab/Kota: bandung, Jagakarsa
Kasus: covid-19, HAM, pembunuhan
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Pengamat Politik: Ada 3 Hal yang Dilihat Pemilih Saat Debat Capres
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Debat calon presiden (capres) perdana yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) kurang mampu mengelaborasi gagasan setiap kandidat. Akan tetapi, debat itu sudah cukup mampu memperlihatkan posisi berdiri (standing position) dari masing-masing kandidat.
Selain posisi itu, penampilan para capres yang akan dipilih pada 14 Februari 2024 itu juga menunjukkan diferensiasi ketiganya. Diferensiasi itu juga akan menjadi pertimbangan para pemilih, utamanya para swing voters yaitu yang belum memantapkan pilihan dan undecided voters yang belum menentukan pilihannya.
Pengamat politik Firman Manan menuturkan, para capres telah memperlihatkan perbedaan posisi berdiri berdasarkan beberapa isu yang ditanyakan. Dari sisi itulah, pemilih mendapatkan sikapnya.
"Debat memang seharusnya begitu. Dalam debat, pemilih akan komparasi, apa perbedaan gagasan, visi-misi dari masing-masing capres, bagaimana standing position terhadap isu-isu tertentu dan melihat perbedaannya," kata Firman di Bandung, Kamis, 14 Desember 2023.
Baca Juga: Kumpulan Kata-kata Mutiara Catatan Wali Kelas di Rapor, Bikin Haru Menyentuh Hati
Dari pengamatannya, Firman mengatakan bahwa capres Anies Baswedan menunjukkan bahwa dia dalam posisi mengedepankan agenda perubahan. Karena itulah, ia mengkritisi hal-hal yang dilakukan pemerintahan sekarang. Contohnya adalah masalah IKN yang dikritiknya.
Sementara, capres Prabowo Subianto dikatakannya ada didalam posisi agenda keberlanjutan. Hal itu bisa dilihat dari beberapa pernyataannya yang menunjukkan apresiasi terhadap pemerintahan sekarang dan akan melanjutkan yang dianggapnya berhasil. Misalnya soal konflik di Papua di mana Presiden Joko Widodo dikatakannya sudah mampu membangun perekonomian di sana.
"Sementara, Ganjar Pranowo memang terlihat berada di tengah. Ia tidak seperti Anies yang terlihat sangat begitu kritis dan ofensif, tapi juga tidak seperti Prabowo dengan agenda keberlanjutan," tuturnya.
Baca Juga: Kemenkes Keluarkan SE Soal Covid-19, Buntut Kenaikan Kasus di 21 Provinsi
Mengenai konsep debatnya, ia mengatakan memang terlihat bahwa ketiga kandidat memiliki komitmen untuk perbaikan penegakan hukum, perbaikan kualitas demokrasi, penegakan HAM, dan pelayanan publik. Akan tetapi, gagasan yang mencuat hanya hal normatif.
Ia mengakui bahwa acara debat capres itu sulit menampilkan gagasan yang komprehensif karena waktunya yang terbatas. Tetapi, melalui debat itu, diferensiasi gagasan dan posisi berdiri akan menjadi penilaian dari pemilih.
"Sebetulnya memang dalam debat kemarin kurang terelaborasi, terutama pertanyaan dari panelis. Seharusnya, ada kesempatan untuk panelis bisa mengelaborasi lebih lanjut paparan kandidat. Sangat disayangkan, karena justru pemilih ingin mendengar hal yang lebih konkret," ujarnya.
Baca Juga: Mantap Bercerai, Irish Bella ke Ammar Zoni: Tidak Sesuai Janji
Pemilih menilai layak tidaknya dari penampilan kandidatMenurut Firman yang juga akademisi dari Universitas Padjadjaran itu, ada 3 hal yang dilihat oleh pemilih di dalam debat. Hal itu diperhatikan karena untuk memadankan pertimbangan pemilih tentang layak tidaknya para capres untuk menjadi presiden.
"Itu karena melalui debat, pemilih bukan hanya mendengar, tapi juga melihat. Kalau hanya untuk mengetahui visi-misi, pemilih bisa tahu dengan membaca dokumennya. Tetapi, itulah kelebihan debat. Di sana, bukan semata-mata informasi dan gagasan, tapi bagaimana kualitas personalnya. Pemilih jadi bisa menilai dengan bukan hanya mendengar dan membaca, tapi juga menyaksikan langsung performa kandidat," ucapnya.
Sebanyak 3 hal yang dilihat dari para capres. Pertama, presidential appearance. Seorang kandidat akan dinilai apakah dianggap layak atau tidak dari penampilannya. Hal itu bermakna beragam, mulai dari penampilan fisik sampai ke penampilan debatnya apakah kompeten atau tidak.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Usung 'Sat Set' untuk Saingi Keberlanjutan dan Perubahan
Ia mencontohkan, pasangan Ganjar-Mahfud yang mengenakan baju kekinian yang kasual seperti gaya kaum muda. Sementara, penilaian kompetensi dengan melihat apakah seorang kandidat mampu berbicara dengan tepat dalam mengatasi persoalan, memahami persoalan, dan bisa memberikan solusi.
Hal ke dua, pemilih akan melihat dan menilai leadership melalui acara debat. Kualitas kandidat dalam hal kepemimpinan bisa dilihat ketika kandidat mampu menunjukkan ketegasan.
Ketegasan itu juga berkaitan dengan kualitas gagasan, konsistensi, dan membicarakan gagasannya dengan menunjukkan penegasan. Penilaian atas kualitas leadership mampu memengaruhi persepsi publik.
Baca Juga: Prabowo Dituding Anies Tak Tahan jadi Oposisi, Sekjen Gerindra: Saya Gak Pernah Denger
Hal ke tiga, kata Firman, adalah atribut personal. Itu kadang-kadang berupa hal kecil tapi yang bisa menjadi perhatian masyarakat pemilih. Publik pun kerap mengkritik hal itu, selain visi-misi yang disampaikan.
"Misalnya, menunjukkan empati. Saat akhir debat, Ganjar mengatakan, dia dan Mahfud berasal dari rakyat bawah, itu menunjukkan empati, lalu penyampaiannya dengan pembawaan santai, tapi juga tegas. Hal yang dihindari pemilih adalah sikap-sikap emosional," ujarnya.
Ketiga hal yang dinilai itu dikatakannya bisa menjadi catatan bagi masyarakat pemilih. "Bisa saja sebetulnya visi-misinya bagus, tapi ketika debat, apabila performa tidak baik dalam mengkomunikasikannya dan kelihatan kurang siap, maka bisa menjadi catatan," katanya.
Baca Juga: Isi Pakta Integritas Ijtima Ulama untuk Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar
Debat harus dipakai menjangkau 28 persen pemilih yang masih goyahDebat dalam pilpres bisa menjadi salah satu alat untuk memastikan pilihan. Utamanya adalah bagi para swing voters yang pilihannya belum mantap serta para undecided voters.
Firman mengatakan, kedua kategori pemilih itu diperkirakan jumlahnya ada 28 persen dari keseluruhan pemilih. Angka itu cukup besar dan bisa memengaruhi kemenangan calon. Apalagi, selisih suara ketiga kandidat berdasarkan survey tidak terlalu jauh.
Swing voters dikatakannya merupakan pemilih yang sudah memiliki preferensi ke capres nomor 1, 2 , atau 3. Akan tetapi, mereka masih mempertimbangkan banyak hal sehingga bisa berubah tergantung dinamika masa kampanye.
"Debat menjadi salah satu alat atau instrumen untuk menentukan pilihannya, apakah tetap dengan pilihannya atau berubah," kata Firman.
Baca Juga: Pria yang Bunuh 4 Anak di Jagakarsa Jadi Tersangka KDRT, Polisi Ungkap Kelanjutan Kasus Pembunuhan Berencana
Sementara, undecided voters adalah mereka yang belum menentukan pilihan yang jumlahnya cukup banyak. Mereka menjadikan debat untuk mempertimbangkan ketiga capres.
Pertimbangan dalam menentukan pilihan melalui suatu debat dikatakannya memang membutuhkan calon pemilih yang kritis. Mereka juga merupakan masyarakat pemilih yang cerdas dan rasional.
Karena itulah, setelah debat usai, Firman menyatakan bahwa yang diperlukan adalah amplifikasi dari penampilan para capres. Amplifikasi itu terlihat melalui potongan-potongan acara debat yang disebarkan melalui beragam media sosial.
"Amplifikasi itu membantu untuk mengembalikan memori tentang penampilan capres berkaitan dengan kualitas kepemimpinan dan atribut personal, dari sisi positif maupun negatif. Itu juga penting bagi pemilih yang belum menentukan pilihannya," ujarnya.***
Sentimen: positif (50%)