Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: PT Pertamina
Kasus: korupsi
Partai Terkait
Ada Dua Kasus Luput Perhatian Publik Setelah Jokowi Terkuak Sebagai Dalang Pelemahan KPK
Keuangan News Jenis Media: Nasional
KNews.id – Wakil Ketua Umum Partai Ummat Buni Yani mengungkapkan dua kasus yang luput perhatian publik setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkuak sebagai dalang di balik pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dua kasus tersebut yaitu dugaan korupsi yang melibatkan anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, serta dugaan sejumlah korupsi yang melibatkan Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang hingga kini KPK seperti tidak memberikan titik terang.
“Ada yang luput dari perhatian publik setelah terkuak Jokowi memang dalang di balik pelemahan KPK. Yaitu dugaan korupsi Gibran dan Kaesang yang sudah dilaporkan tidak diproses KPK,” ungkapnya.
“Dugaan banyak korupsi Ahok yang jadi buku sama sekali tak tersentuh. Puzzle makin tersambung,” lanjut Buni Yani dikutip populis.id dari akun X pribadinya.
“Dugaan banyak korupsi Ahok yang jadi buku sama sekali tak tersentuh. Puzzle makin tersambung,” lanjut Buni Yani dikutip populis.id dari akun X pribadinya.
Sebelumnya, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil dan diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan kasus yang menjerat Setnov, korupsi e-KTP.
Setnov diumumkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017, waktu itu ia menjabat Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, salah satu partai politik yang mendukung Jokowi.
Agus terlebih dahulu menyampaikan permintaan maaf sebelum menyampakan peristiwa tersebut, ia mengaku baru pertama kali mengungkapkannya di hadapan media.
“Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak,” kata Agus dalam wawancara dengan Rosi yang tayang di Kompas TV, Kamis (30/11/2023).
“Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara),” lanjut Agus.
Ketika dipanggil sendiri, Agus merasa heran karena biasanya presiden memanggil lima pimpinan KPK sekaligus, ia juga diminta masuk ke Istana melalui jalur masjid, bukan ruang wartawan.
Saat masuk ruang pertemuan, Agus melihat Jokowi sudah marah, namun ia tidak mengerti maksudnya, tapi setelah duduk ia tahu bahwa presiden meminta KPK untuk menghentikan kasus Setnov.
“Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’, Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov,” ujarnya.
Tapi Agus menolak peruntah Jokowi, karena Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e KTP dengan tersangka Setnov sudah dimulai 3 minggu sebelumnya, dan ketika itu tidak ada mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
“Saya bicara apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu di KPK itu enggak ada SP3, enggak mungkin saya memberhentikan itu,” kata Agus. (Zs/Ops)Sentimen: negatif (100%)