Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Karet
Tokoh Terkait
Masih ada pasal karet di UU ITE
Alinea.id Jenis Media: News
Itulah sebabnya, perbaikan kebijakan terkait teknologi informasi, membutuhkan perhatian yang terpusat pada manusia dan infrastruktur yang mendukungnya. Hal itu dalam rangka mewujudkan perlindungan bagi setiap warga negara.
"Revisi kedua Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) diharapkan mampu memperkuat aspek perlindungan setiap warga negara yang merupakan amanah dari konstitusi kita," kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat dalam diskusi online yang dipantau Kamis (7/12).
Kehadiran UU ITE sejatinya sama seperti undang-undang lainnya. Yaitu sebagai bagian dari upaya negara melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Sebagaimana diamanatkan Pembukaan Konstitusi UUD 1945.
Namun, kehadiran sejumlah 'pasal karet' pada UU ITE justru terkesan meniadakan esensi perlindungan sebagaimana ditegaskan UUD 1945. Akibatnya, polemik penanganan kasus berbasis implementasi UU-ITE justru memantik kritik dari masyarakat akan prinsip keadilan, rasa aman melalui kepastian hukum bagi anak bangsa.
Namun, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Muhammad Farhan menyebut, kalau salah satu pasal yang mendapat perubahan pada UU ITE adalah Pasal 27, yang dianggap sebagian orang sebagai pasal karet. Dulu, pasal ini disebut karet dikarenakan tidak memiliki tolak ukur yang jelas dan dipakai untuk menjerat dengan alasan pencemaran nama baik.
"Memang sejumah pihak mengusulkan penghapusan pasal karet tersebut. Namun dalam revisi kedua ini, pemerintah dan DPR hanya mengubah substansi pasal tersebut. Karena kita tetap membutuhkan pasal 27 ini. Sebagai salah satu bentuk sosial kontrol kita kepada semua orang. Terutama kelompok bukan hanya perorangan dalam penggunaan layanan sistem elektronik. Terutama juga adanya fenomena tekanan yang dilakukan debt collector terhadap para debitur pinjaman online yang sering dapat intimidasi. Kemudian pada saat yang bersamaan, intimidasi itu ditambahkan dengan ancaman-ancaman untuk melakukan pelanggaran kesusilaan," papar Farhan dalam diskusi online yang dipantau Kamis (7/12).
Pasal 27 UU ITE mengatur tentang distribusi atau produksi informasi atau dokumen di ruang digital. Pasal itu melarang muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan, dan pencemaran nama baik serta pengancaman. Farhan pun tidak memungkiri kalau hal itu menyebabkan adanya beberapa penghina Presiden Jokowi yang tersandung UU ITE yang kemudian menurunkan indeks demokrasi Indonesia.
Namun dia meyakini, kalau hal itu sepertinya tidak bakal lagi terjadi. Mengingat pada hasil revisi UU ITE, pemerintah dan DPR telah mengupayakan agar tidak ada lagi perbedaaan interpretasi dari penyidik dan penuntut terhadap pasal-pasal tersebut. Di antaranya dengan membuatnya lebih spesifik. Selain itu, revisi kedua UU ITE mengikuti KUHP baru. Jadi bisa dikatakan penuntutan pencemaran nama baik semakin dipersulit.
Untuk lebih jelasnya, berikut bunyi Pasal 27 UU ITE yang telah direvisi:
(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum.
(2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian.
Sebagai perbandingan, berikut Pasal 27 ayat (3) dan ayat (4) sebelum direvisi:
(3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Setelah revisi kedua UU ITE, dua ayat tersebut menjadi Pasal 27A dan Pasal 27B.
Pasal 27A:
Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik.
Pasal 27B:
1. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk:
a. memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.
2. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman membuka rahasia, memaksa orang supaya:
a. memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.
Seperti dikatakan Farhan, pemerintah dan DPR berupaya untuk mencegah terjadinya multitafsir pada pasal ini. Oleh karena itu, pasal ini memiliki pasal penjelas dengan isi sebagai berikut:
Pasal 27A
Yang dimaksud dengan "menyerang kehormatan atau nama baik" adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut, termasuk menista dan/atau memfitnah.
Pasal 27B
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "ancaman kekerasan" dalam ketentuan ini adalah informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi muatan yang ditujukan untuk menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir akan dilakukannya kekerasan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "ancaman pencemaran" adalah ancaman menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum.
Sentimen: negatif (100%)