Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Universitas Indonesia, UGM
Kab/Kota: Yogyakarta, Solo, Magelang
Tokoh Terkait
Alasan Mimbar Mahasiswa Yogya Jijik Atas Klaim Gibran Merupakan Perwakilan Anak Muda
abadikini.com Jenis Media: News
Abadikini.com, JAKARTA – Aksi Mimbar Kerakyatan digelar aktivis perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM dari berbagai kampus di Yogyakarta.
Ketua BEM Universitas Gadjah Mada (UGM), Gielbran Mohammad menolak narasi yang mengklaim bahwa Wali Kota Solo itu adalah perwakilan seluruh pemuda Indonesia dan merepresentasikan aspirasi suara pemuda. Mengingat Gibran lolos pencalonan wakil presiden di tengah polemik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia calon presiden dan wakil presiden. Namun, anak sulung Presiden Jokowi itu lantas diklaim sebagai representasi anak muda dalam jalur politik.
“Kami jelas tidak mau, untuk seorang anak, yang bahkan anak seorang presiden itu diklaim perwakilan seluruh pemuda di Indonesia,” kata Gielbran Mohammad dilansir dari tempo Minggu (3/12/2023).
“Kami tidak terima atas klaim itu, sebagai anak muda kami justru jijik. Apa yang dijalankan Presiden Jokowi dengan Gibran itu bagi kami justru hal paling najis dalam sistem demokrasi yang kita anut,” ucap Gielbran menambahkan.
Aksi Mimbar Kerakyatan tersebut dilakukan oleh aktivis perwakilan BEM dari beberapa kampus. Di antaranya adalah Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, hingga Universitas Muhammadiyah Magelang (UMM).
Lantas, apa sebenarnya alasan mahasiswa Jogja tak setuju dengan klaim Gibran wakili anak muda?
Menurut Gielbran Mohammad, majunya Gibran sebagai cawapres Prabowo dinilai tidak lebih dari praktik culas atas konstitusi melalui rekayasa di lembaga tinggi negara, Mahkamah Konstitusi. Relasi Gibran-Jokowi dengan Anwar Usman (eks ketua MK) dan hakim-hakim lain, kata dia, sudah dinyatakan melanggar etik dan menjadi bukti empiris yang tidak bisa dibantah.
Gielbran juga menjelaskan hal yang membuat kalangan mahasiswa jijik atas majunya Gibran sebagai cawapres, adalah karena sekarang jalanan di berbagai daerah dibanjiri dengan baliho-baliho ukuran besar namun dengan gagasan kecil. “Jadi pemuda tetap bukan sebagai subyek, tapi tetap objek dalam pemilu ini karena yang disasar mereka hanya jumlah suara saja,” kata dia.
Praktik kekuasaan yang dijalankan Jokowi dan keluarganya melalui kontestasi pemilu presiden 2024, kata Gielbran, telah mengancam masa depan reformasi Indonesia. “Meskipun reformasi masih seumur jagung, janganlah dimatikan,” ujar Ketua BEM UGM tersebut.
Selain itu, Ketua BEM Universitas Indonesia (UI) Melki Sedek Huang juga mengatakan bahwa majunya Gibran sama sekali tak memberi keuntungan bagi generasi muda. Sebaliknya, hal itu justru melahirkan persoalan baru.
Melki menjelaskan bahwa putusan MK soal batas usia itu hanya mengubah batasan umur dengan frasa pengalaman kepala daerah. Oleh karena itu, putusan tersebut tidak memiliki keberpihakan apapun pada kaum muda.
“Kalau MK (Anwar Usman) menilai kemudaaan itu dari angka usia, kenapa tidak sekalian memberi kesempatan usia 17 tahun saja bisa jadi calon wakil presiden? Frasa kemudaan yang lantas ditambah pengalaman sebagai kepala daerah justru memperberat anak muda di bidang politik bakal butuh ongkos politik yang lebih berat,” ujar Melki.
Sentimen: netral (72.7%)