Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Tidore
Kasus: Tipikor, korupsi
Tokoh Terkait
Kepercayaan publik ke KPK tak cukup lantik Nawawi Pomolango
Alinea.id Jenis Media: News
Presiden Jokowi melantik Nawawi Pomolango sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara. Hal itu berdasarkan Keputusan Bersama (Keppres) Nomor 116/P Tahun 2023 tentang Pemberhentian Sementara Ketua Merangkap Anggota KPK Masa Jabatan (2019-2024) dan Pengangkatan Ketua KPK Sementara Masa Jabatan 2019-2024 yang dibacakan Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kementerian Sekretariat Negara, Nanik Purwanti.
Berdasarkan data Wikipedia, Nawawi Pomolango menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2019. Ia mengawali kariernya di Pengadilan Negeri Soasio Tidore, Kabupaten Halmahera Tengah pada 1992.
Pelantikan Nawawi pada hari ini (27/11), dilakukan setelah Presiden Joko Widodo resmi memberhentikan sementara Firli Bahuri dari jabatan Ketua KPK, karena menjadi tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Tentunya banyak harapan dari sejumlah kalangan kalau pelantikan Nawawi bisa mengembalikan marwah KPK.
Peneliti Transparency International Indonesia Alvin Nicola mengatakan, pengangkatan Nawawi sebagai Ketua KPK sementara, sebenarnya tidak cukup untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap KPK. Pasalnya, persoalan utama dari memudarnya kepercayaan publik terhadap KPK tidak dibenahi. Dia menunjuk Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagai penyebab dari turunnya kredibilitas KPK.
"Maka dari itu, krisis kepercayan publik akan sulit dikembalikan jika hanya berlandaskan pada ketiadaan Firli Bahuri di KPK. Karena masalah ini berasal dari UU KPK. Maka sebenarnya, ini waktu yang tepat merefleksikan kembali UU KPK. Kita harus melihat kalau ternyata UU KPK baru banyak mudaratnya," kata dia saat dihubungi Alinea.id, Senin (27/11).
Makanya, dia sangat berharap agar seharusnya presiden melakukan seleksi ulang buat mengganti Firli Bahuri. Kalau waktunya tidak cukup, presiden bisa memilih dari empat nama yang sebelumnya tidak lulus pada fit n propert test. Lagi pula, pemilihan Ketua KPK seharusnya dilakukan internal KPK, bukan presiden.
Kendati begitu, dia tetap berharap agar KPK di bawah kepemimpinan Nawawi bakal terus melanjutkan penyidikan kasus besar korupsi yang diduga dilakukan aktor politik. KPK tidak boleh menghentikan pemeriksaan kasus dugaan korupsi yang dilakukan politikus hanya karena adanya momentum pemilu. Sebab, itu hanya akan mengurangi kepercayaan publik. Padahal, itu penting untuk membuktikan kalau KPK tidak pandang bulu dalam menyelesaikan kasus korupsi.
KPK jangan lupa kembali melakukan konsolidasi internal. Di antaranya dengan kembali menjalankan desain lembaga kPK sejak awal, yang dalam proses pengambilan putusannya berkonsep kolektif kolegial. Di mana, sejak Firli Bahuri menjadi Ketua KPK, pengambilan keputusan cenderung one man one show. Makanya, Nawawi harus bisa mengorkestrasi proses pengambilan keputusan dengan kembali menjalankan konsep kolektif kolegial.
Sentimen: negatif (98.3%)