Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Institusi: UNJ
Kab/Kota: Kebayoran Baru, Jayapura, Sorong
Kasus: Tipikor, korupsi
Tokoh Terkait
Budi Santoso
Brigjen Endar Priantoro
Ironi Ketua KPK Firli Bahuri
Kompas.com Jenis Media: Nasional
MENINGGALKAN Bareskrim Polri dengan wajah tertunduk, melangkah terburu-buru, kemudian berselonjor di dalam mobil yang menjemputnya sambil menutup wajah dengan tas, usai diperiksa penyidik polisi atas dugaan pemerasan. Itulah ironi Firli Bahuri.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mestinya berjalan tenang, gagah penuh integritas dan percaya diri bila berurusan dengan persoalan korupsi, justru seperti ‘kucing basah’, bersikap bak tersangka korupsi saat ditahan KPK.
Setelah seperti main kucing-kucingan, berkali-kali mangkir dari pemeriksaan polisi dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Firli seperti ‘kena mental’ setelah diperiksa kepolisian, Kamis, 16 November 2023.
Sebelumnya Firli tercatat mangkir dari pemeriksaan polisi pada 20 Oktober 2023, dengan alasan ada agenda kedinasan. Selanjutnya Firli kembali mangkir pada 7 November 2023, untuk menghadiri roadshow antikorupsi di Aceh.
Berikutnya pada 14 November 2023, Firli kembali mangkir, kali ini alasannya karena ia harus memimpin konferensi pers Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus Sorong dan juga karena dipanggil oleh Dewas KPK.
Selain mangkir dari pemeriksaan penyidik kepolisian, Firli juga terkesan menghindar dan mangkir dari pemeriksaan yang akan dilakukan Dewas KPK.
Setidaknya itu terlihat pada 12 November 2023, mangkir dengan alasan ada kegiatan, kemudian pada 14 November 2023, Firli yang sebelumnya mengaku akan penuhi panggilan Dewas KPK dan tidak menghadiri panggilan polisi, nyatanya juga tak hadir ke Dewas KPK.
Adapun alasan yang dikemukakan Firli untuk mangkir dari semua agenda pemeriksaan itu bukan karena sesuatu yang mendesak dan sejatinya bisa diwakilkan pada yang pimpinan KPK lainnya.
Menjadikan sikap Firli jauh dari sifat jantan dan kesatria, berlawanan dengan komitmen pemberantasan korupsi. Menambah daftar ironi dan anomali panglima tertinggi antikorupsi di Tanah Air itu.
Jauh sebelum sikap masa bodoh dan aksi mangkir-nya terhadap panggilan penyidik polisi dan Dewas KPK, Firli memang punya deretan atau daftar sikap dan tabiat yang kontra produktif dengan kapasitasnya sebagai pejabat KPK.
Dengan mudah jejak jejak digitalnya ditelusuri. Pada 8 Agustus 2018, saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK, Firli pernah menjemput langsung seorang saksi yang akan diperiksa oleh penyidik KPK.
Sekalipun mengklaim bahwa tindakannya itu dalam batas wajar karena saksi yang dijemput adalah Bahrullah, Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang merupakan mitra kerjanya, namun Dewas KPK pada September 2019, tetap memutus tindakannya itu sebagai pelanggaran etik berat.
Berikutnya pada November 2018, atas undangan temannya, di satu hotel di Jakarta, Firli diketahui bertemu ketua umum salah satu partai politik.
Meski ia mengaku tidak membahas hal-hal politik dalam pertemuan itu, dan hanya kebetulan, namun secara etik tentu saja itu tak bisa dibenarkan.
Firli juga tercatat melakukan pelanggaran etik berat karena dua kali bertemu Muhammad Zainul Majdi yang ketika itu menjabat Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) dan diduga terkait dengan kasus dugaan korupsi kepemilikan saham pemerintah daerah NTB di PT Newmont tahun 2009-2016. Pertemuan mereka dilakukan pada 12 dan 13 Mei 2018.
Setelah kemudian terpilih dan menjabat sebagai Ketua KPK, Firli rupanya justru semakin menjadi. Pada 24 September 2020, ia kepergok melanggar kode etik dan pedoman perilaku karena menggunakan helikopter mewah untuk kepentingan pribadi.
Perilaku Firli tersebut melanggar peraturan Dewas Nomor 1/2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, agar tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme.
Firli kemudian dijatuhi sanksi teguran tertulis II yang berlaku selama enam bulan. Firli pun meminta maaf kepada masyarakat Indonesia.
Selanjutnya oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Senin, 26 Oktober 2020, Firli juga dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku terkait OTT di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Pasalnya Firli saat itu menerbitkan surat perintah penyelidikan dan pelimpahan perkara tersebut ke pihak kepolisian, yang diduga tidak didahului dengan mekanisme gelar perkara di internal KPK.
Firli yang mengambil alih penanganan Inspektorat Jenderal Kemendikbud itu diduga atas inisiatif-nya sendiri tanpa melibatkan dan mendengar masukan dari pimpinan KPK lainnya.
Meskipun atas laporan ICW tersebut Dewas KPK memutuskan kalau tidak menemukan indikasi pelanggaran etik, namun tetap saja, hal tersebut turut menambah catatan buram Firly sebagai Ketua KPK.
Di internal KPK, Firli juga diduga pernah melakukan upaya untuk dapat ‘mengunci’ Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Diduga ini dilakukan agar ia dapat leluasa mengendalikan koleganya itu, terutama dalam pengambilan keputusan di internal pimpinan KPK.
Hal tersebut dilakukan pada 5 Mei 2021. Firli melalui staf pribadinya, Jeklin Sitinjak, menemui Kasatgas Penyidik untuk meminta berita acara pemeriksaan terkait kasus Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial yang menyeret nama Lili Pintauli Siregar, namun permintaan Firli itu ditolak Kasatgas Penyidik.
Begitupula pada 9 Maret 2022, Firli dilaporkan karena diduga terlibat konflik kepentingan di balik pemberian penghargaan kepada istrinya, Ardina Safitri, yang membuat mars dan hymne KPK.
Sekalipun Dewas KPK kemudian menilai tidak ada pelanggaran kode etik yang dilakukan terkait pemberian penghargaan kepada istrinya itu, namun kesimpulan publik terlanjur menguat, itu tak elok.
Kontroversi Firli masih berlanjut. Ketika pada November 2022 lalu, Ia bertemu dengan Gubernur Lukas Enembe yang tengah berperkara di KPK.
Sekalipun kedatangan Firli di kediaman Lukas Enembe di Distrik Koya Tengah, Jayapura, Papua, tak melanggar kode etik karena dilakukan secara terbuka. Namun itu di luar kelaziman sebagai Ketua KPK.
Dugaan pelanggaran selanjutnya adalah ketika Firli memberhentikan dengan hormat Direktur Penyidikan KPK Brigjen Endar Priantoro. Ia beralasan bahwa masa penugasan Endar di KPK telah habis per 31 Maret 2023.
Padahal, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo telah mengirimkan surat kepada pimpinan KPK untuk memperpanjang penugasan Endar di KPK. Surat itu justru telah diteken pada 29 Maret 2023.
Firli mengabaikan surat Kapolri itu dan menunjuk jaksa Ronald Ferdinand Worotikan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Penyidikan KPK.
Firli juga diduga kerap membocorkan dokumen hasil penyelidikan dugaan korupsi kepada pihak-pihak yang berperkara. Salah satu yang mengemuka adalah terkait dengan kasus korupsi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Karena itu kemudian pada Senin, 10 April 2023, sejumlah mantan pimpinan, dewan penasihat hingga bekas penyidik KPK dan tokoh masyarakat antikorupsi bersama mendatangi gedung Merah Putih. Selain berorasi, mereka juga melaporkan Firli ke Dewas KPK.
Tercatat yang datang ‘menggugat’ Firli ketika itu adalah mantan Ketua KPK periode 2011 Abraham Samad, Ketua KPK periode 2015 Saut Situmorang, eks Wakil Ketua KPK periode 2011 Bambang Widjojanto, mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua dan Budi Santoso, eks penyidik KPK Novel Baswedan, Direktur Amnesty International Usman Hamid dan sejumlah pegawai KPK yang sebelumnya dipecat.
Ketika itu, Abraham Samad yang tampil menyampaikan orasi, menyebut dugaan membocorkan dokumen hasil penyelidikan dugaan korupsi hanya salah satu dari sekian banyak pelanggaran etik yang dilakukan Firli. Perbuatan Firli bukan saja pelanggaran etik, melainkan sudah masuk ranah pidana.
Menurut Abraham, dengan membocorkan dokumen penyidikan KPK, Firli setidaknya bisa dijerat dengan empat pasal berbeda, yakni Pasal 36 juncto Pasal 65 Undang-Undang KPK Tahun 2019. Kemudian, Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi terkait dugaan kesengajaan merintangi penyidikan.
Selanjutnya Firli juga patut diduga melanggar Pasal Pasal 112 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal itu mengatur tindak pidana membocorkan surat dan keterangan rahasia untuk negara.
Firli juga bisa dijerat Pasal 54 juncto pasal 17 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
“Jadi selain pelanggaran etik dan pelanggaran perilaku kita juga menyimpulkan ada pelanggaran pidananya,” ujar Abraham Samad (Kompas.com, 10 April 2023).
Meski akhirnya Firli kembali lolos dari laporan mantan koleganya di KPK itu dan Dewas KPK dinilai tak bernyali dalam memutuskan perkara, namun ironi Firli tak berhenti. Belakangan Firli kembali harus berhadapan dengan kasus yang lebih serius.
Ia diduga telah melakukan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo yang ketika itu adalah Menteri Pertanian diduga melakukan tindak pidana korupsi.
Foto pertemuan keduanya di salah satu lapangan badminton beredar luas. Syahrul juga mengaku sebelumnya juga telah bertemu Firli di rumah Jalan Kertanegara Nomor 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Pada perkara terakhir inilah Firli harus berhadapan dengan institusi yang membesarkan dan memberikannya tiga bintang, pun dengan dewan pengawas internal KPK yang sudah berkali-kali menyidangkan pelanggaran etik-nya.
Akankah ironi Firli terus berlanjut, atau terhenti karena ia ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian. Atau Dewas KPK justru lebih cepat memberi sanksi pelanggaran etik berat sehingga Firli mesti mundur atau diberhentikan sebagai Ketua KPK, Kita nantikan bersama.
-. - "-", -. -Sentimen: negatif (100%)