Sentimen
Informasi Tambahan
Hewan: Bebek
Pakar Ingatkan Bahaya Penggunaan Alat Negara Jelang Pemilu
Merahputih.com Jenis Media: News
MerahPutih.com - Perangkat negara diharapkan tidak ikut intervensi atau memenangkan calon tertentu pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024).
Pakar Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar mengungkapkan, saat ini mayoritas sedang merasakan buramnya demokrasi di Indonesia. Zainal menawarkan agar di waktu singkat jelang Pemilu 2024, dibuat aturan yang membatasi wewenang presiden, dengan mengacu pada model “lame duck” di Amerika Serikat (AS).
Hal itu disampaikan Zainal saat diskusi bertajuk "Menyelamatkan Demokrasi dari Cengkeraman Oligarki dan Dinasti Politik" di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (14/11).
Baca Juga:
9 Arahan Kapolri ke Anggotanya Terkait Netralitas Polri di Pemilu 2024Hadir juga sejumlah tokoh dalam diskusi itu, di antaranya Franz Magnis Suseno, Prof Ikrar Nusabakti, Usman Hamid, Bivitri Susanto, dan Rafly Harun.
Zainal membeberkan rentetan peristiwa dari pengajuan batas usia capres-cawapres, putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pelanggaran etik berat hakim MK Anwar Usman, hingga majunya putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka menjadi potret buram demokrasi saat ini.
Zainal mengatakan, rentetan peristiwa itu harus menjadi panggilan bagi semua pihak untuk menyelamatkan demokrasi.
"Saya kira kita sudah berhadapan dan selesai pembicaraan kita soal buramnya demokrasi. Nah sekarang adalah musim panggilan untuk menyelamatkan demokrasi," kata Zainal.
Ia pun memberikan tiga buah penawaran agar demokrasi tetap tegak menjelang masa Pemilu 2024 mendatang.
Pertama, dia menilai tidak wajar untuk negara seperti Indonesia dengan sistem presidensil, tidak membatasi sedikit pun soal wewenang presiden ketika proses transisi jelang Pemilu.
Dia pun mengulas soal ilmu di Amerika Serikat dan beberapa negara yang dibahasakan dengan istilah lame duck atau bebek lumpuh. Di mana, Presiden itu harus dibatasi karena sangat potensial menggunakan kekuasaannya. Apalagi, presiden incumbent yang sangat mungkin menggunakan kekuasaannya untuk mendorong calon tertentu untuk menjadi the next president.
"Nah kita tidak mengatur apa-apa soal apa lame duck itu, padahal di beberapa negara itu diatur. Misalnya presiden sudah tidak boleh lagi mengambil langkah-langkah penting yang berkaitan dengan keuangan dan berkaitan dengan jabatan. Itu enggak boleh lah, dihalangi," jelas dia.
"Indonesia itu negara yang sama sekali tidak mengatur lame duck-nya seorang presiden padahal bahaya sekali," sambung Zainal.
Baca Juga:
Pemilu Dilangsungkan 14 Februari, Kaesang Usul Tinta Pencoblosan Warna PinkHal ini penting karena kekhawatiran yang disampaikan Zainal sebagai poin kedua. Yakni dia mengkhawatirkan gejala penggunaan uang negara secara berlebihan. Di mana, akan muncul program-program bantuan langsung tunai atau BLT kepada masyarakat jelang Pemilu.
Zainal menilai, hal-hal itu bakal dilakukan untuk meninabobokan rakyat dan lupa atas problem demokrasi yang dilakukan oleh pengusaha untuk memuluskan calon yang didukung.
Padahal, dia menyebut, BLT yang diberikan merupakan uang rakyat dan bukan uang presiden.
"Itu menjadi bahan yang paling mungkin dipakai untuk meninabobokkan publik," kata Zainal.
"Itu uang kita sebenarnya yang di disalurkan ulang. Jadi jangan sampai kemudian seakan-akan membahasakan itu menjadi uangnya presiden. Dan seakan-akan itu harus menjadi (bagian dari) the next president, atau the next wakil presiden (yang didukung presiden yang sedang berkuasa),” jelasnya.
Kemudian, Zainal juga menyoroti soal penggunaan aparat negara jelang Pemilu.
Dia menyebut, bagaimana TNI-Polri sebenarnya harus keluar dari proses pemilihan karena sebagai armed forces, memiliki kekuatan untuk memaksakan sesuatu.
"Kalau aparat negara itu tidak netral maka saya kira itu adalah intervensi armed forces melalui pintu belakang dan itu berbahaya tentu saja buat demokrasi,” katanya.
“Nah yang ketiga kalau kita mau bicara soal selain penggunaan uang, kemudian aparat yang ketiga adalah penggunaan fasilitas negara," tutup Zainal. (Pon)
Baca Juga:
Heru Budi Minta Warga DKI Pilah-pilah Informasi Jelang Pemilu 2024Sentimen: negatif (98.3%)