Sentimen
Negatif (88%)
5 Nov 2023 : 22.35
Informasi Tambahan

Event: Pemilu 2019

Partai Terkait

Toleransi Masyarakat di Media Sosial Jelang Pilpres 2024 Lebih Baik Ketimbang Pemilu 2019

Fin.co.id Fin.co.id Jenis Media: Nasional

5 Nov 2023 : 22.35
Toleransi Masyarakat di Media Sosial Jelang Pilpres 2024 Lebih Baik Ketimbang Pemilu 2019

Editor: Khanif Lutfi |  

Sabtu 04-11-2023,15:00 WIB

Alasan krusial kenapa media sosial bisa membunuh penggunanya (dampak negatif media sosial)--

fin.co.id - Sosiolog Universitas Nasional (Unas) Sigit Rochadi mengatakan bahwa tingkat toleransi masyarakat Indonesia menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 di media sosial lebih baik daripada Pemilu dan Pilpres 2019.

"Menjelang Pemilu 2024, isu SARA tidak mengemuka secara vulgar," ujar Sigit dilansir dari Antara, Sabtu 4 Novermber 2023.

Menurut dia, kondisi ini dikarenakan kini banyak tokoh-tokoh moderat yang memberikan pemahaman mengenai kegagalan yang dialami oleh berbagai negara yang berdasarkan agama dan suku. 

Sehingga mengurangi penggunaan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam berpolitik.

Selain itu, ia menuturkan bahwa banyak pula ulama moderat yang menyerukan kepada masyarakat untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan praktik kehidupan bernegara berdasarkan Bhinneka Tunggal Ika serta meningkatkan toleransi.

Sigit pun mengakui isu SARA sering diterapkan dalam kampanye politik karena isu ini merupakan topik yang paling mudah digunakan untuk memobilisasi massa.

BACA JUGA:PDIP Yakin MKMK Bakal tegakkan Keadilan, Gibran Gagal melenggang Jadi Cawapres Prabowo?

BACA JUGA:Heboh Panggilan 'Papa' ke Jaksa Agung Burhanuddin, Ini Komentar Celine Evangelista

"Dengan dibungkus isu agama, orang cenderung tidak kritis dan taat pada seruan pemimpin agama," ucap dia.

Dosen Sosiologi itu menyatakan bahwa dengan menggaungkan persamaan agama, masyarakat akan dengan mudah dimobilisasi untuk memilih calon tertentu, sedangkan dengan menggarisbawahi perbedaan agama maupun mazhab kepercayaan, publik akan mudah dimobilisasi untuk membenci calon tertentu.

Oleh karena itu, ia berharap para politisi tidak lagi menggunakan isu SARA dalam berkampanye dan masyarakat harus diedukasi untuk menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya toleransi dan menghargai pilihan orang lain.

"Selain itu, pendidikan menjadi media penting terutama untuk membedakan agama sebagai keyakinan atau sebagai ilmu pengetahuan," kata Sigit.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News

Sumber:

Sentimen: negatif (88.9%)