Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: BTS, APRIL
Kasus: covid-19
Tokoh Terkait
Kekeliruan BPKP-JPU dan peluang terdakwa lolos
Alinea.id Jenis Media: News
Mudzakkir melanjutkan, BPKP memiliki kemungkinan lalai dalam menghitung kerugian negara dalam megaproyek BTS. Sebab, bisa saja tidak mempertimbangkan kesulitan pekerjaan yang ada mengingat lokasi pekerjaannya berada di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
"Istilahnya 3T itu karena jauh dan di perbatasan juga. Mestinya itu, kan, dipertimbangkan juga,” jelasnya.
Megaproyek BTS, katanya mengingatkan, merupakan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pelaksanaannya sempat tertunda seiring terjadinya pandemi Covid-19. Karenanya, pelaksanaannya pada akhirnya mengikuti kebijakan pemerintah selama pagebluk.
Masih menurut Mudzakkir, BPKP hanya melihat kerugian negara hanya dari aspek pelaksanaan waktu. Namun, tidak memperhatikan situasi dan kondisi, apalagi ada kebijakan karantina saat pandemi.
Ia berpandangan, pelaksanaan megaproyek BTS hingga kini masih berjalan bahkan nyaris selesai. Artinya, hanya molor dari tenggat yang ditetapkan semula.
Diketahui, BPKP dan Kejagung menaksir kerugian keuangan dan perekonomian negara dalam megaproyek BTS menembus Rp8,03 triliun. Nilai ini mengacu 3.242 menara yang belum selesai dibangun hingga 31 Maret 2022 dari total 4.200 menara yang harus dikerjakan.
Klarifikasi BAKTI Kominfo
Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Infrastruktur BAKTI Kominfo, Danny Januar Ismawan, mengatakan, megaproyek BTS tidak berhenti dan terus berjalan meski ada adendum perpanjangan waktu. Bahkan hingga Desember 2022, sudah ada 2.952 lokasi yang on air dan 2.190 yang sudah dilakukan berita acara pemeriksaan hasil pekerja (BAPHP) di luar dari 677 menara yang dikategorikan kahar.
Plt. Direktur Keuangan BAKTI Kominfo, Ahmad Juhari, dalam persidangan menambahkan, pembangunan BTS tahap I hanya sebesar 4.112 titik dari rencana awal sebanyak 4.200 menara. Nilai kontrak pembelian mencapai Rp10,8 triliun, termasuk pajak Rp1,3 triliun dan dipotong langsung.
Kemudian, pada April 2022, dilakukan pengembalian dari konsorsium sebesar Rp1,7 triliun yang masuk ke kas negara. Dengan demikian, pembayaran bersih kepada konsorsium pelaksana proyek berkisar Rp7,7 triliun-Rp7,8 triliun, lebih kecil daripada perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP.
Terdakwa sekaligus bekas Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif, pun angkat bicara. Melalui kuasa hukumnya, Aldres Napitupulu, ia menyampaikan, penghitungan yang dilakukan BPKP tidak benar karena pekerjaan BTS berlanjut sampai sekarang dan dapat dimanfaatkan. Itu, katanya, berdasarkan keterangan ahli, auditor, akuntan, dan ahli hukum keuangan negara yang dihadirkan ke persidangan.
"Ahli hukum keuangan negara tadi dengan tegas menyatakan bahwa harus benar penghitungannya. Berapa uang negara yang keluar itu baru bisa menilai kerugiannya berapa. Dalam perkara ini, kan, sudah ada uang yang dikembalikan. Jadi, nilai yang pasti dari uang negara itu hanya Rp7,7 triliun, tapi BPKP tetap menghitungnya sebesar Rp8 triliun," urainya.
Sentimen: netral (61.5%)