Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: KKN, nepotisme, korupsi
Tokoh Terkait
PVRI Ragukan Integritas Majelis Kehormatan MK
Merahputih.com Jenis Media: News
MerahPutih.com- Lembaga kajian demokrasi Public Virtue Research Institute (PVRI) meragukan integritas para anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang baru diumumkan.
Direktur Eksekutif PVRI Yansen Dinata menilai, komposisi keanggotaan majelis etik MK saat ini mengandung potensi konflik kepentingan dari sebagian anggotanya.
Baca Juga:
MK Terima 7 Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim
Yansen menambahkan, dalam sistem politik ketatanegaraan, MK memiliki kewenangan memutus perselisihan pemilu, termasuk jika ada pelanggaran oleh Presiden yang sedang berkuasa atau peserta Pemilu.
PVRI sendiri mengkritik putusan MK yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka, putera sulung Presiden Jokowi.
Pemilu yang adil memerlukan kekuasaan kehakiman yang berani melakukan check and balances atas penyelenggara negara eksekutif.
"Dengan kondisi MK saat ini serta komposisi Majelis Kehormatan yang kental konflik kepentingan, sulit berharap adanya putusan yang berkeadilan jika ada sengketa politik peserta Pemilu,” tambah Yansen kepada awak media di Jakarta, Selasa (24/10).
PVRI memperkirakan Mahkamah Konstitusi (MK) berpotensi memicu konflik politik yang serius dalam Pemilu 2024 dan membuat demokrasi Indonesia berada di ujung tanduk.
PVRI menilai pembentukan komposisi MK itu menambah daftar pelemahan kredibilitas Mahmakah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi dan demokrasi di Indonesia.
Yansen menjelaskan, putusan MK yang meloloskan putra sulung Jokowi melengkapi rangkaian pelemahan demokrasi yang intens selama lima tahun terakhir.
“Pelemahan demokrasi dan kebebasan sipil membesar jika Pilpres 2024 memenangkan dinasti," kata dia.
Hal ini dianggap dia bagian dari rentetan peristiwa yang menandai kemunduran demokrasi.
"Ini juga merupakan bentuk pewajaran praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),” jelas Yansen.
Baca Juga:
Majelis Kehormatan MK Segera Dibentuk Imbas Putusan Batas Usia Capres - Cawapres
Dalam kesempatan yang sama, pengurus PVRI Anita Wahid menambahkan, penentuan Bacapres yang dimuluskan MK mengabaikan secara terang-terangan etika politik.
“Ini membuat demokrasi Indonesia ada di ujung tanduk. Kondisi saat ini mengkhawatirkan,” jelas Anita yang juga merupakan puteri ke-3 Presiden ke-4 KH. Abdurrahman Wahid.
PVRI menyadari, budaya politik Indonesia telah lama lekat dengan KKN. Namun preseden kali ini terlalu mempertaruhkan bangunan masa depan demokrasi Indonesia.
Oleh karena itu, PVRI berusaha mencegah agar berbagai fenomena politik yang mengarah pada politik otoritarianisme dan oligarkisasi harus dicegah.
Yansen dan Anita merupakan aktivis yang ikut mendukung Maklumat Juanda, pernyataan sikap yang didukung ratusan aktivis, tokoh masyarakat, budayawan, seniman, akademisi, ahli ekonomi dan ahli hukum.
Mereka menyesalkan putusan MK. Mereka merilis Maklumat itu hanya satu jam usai putusan MK. Mereka menyatakan situasi politik Indonesia saat ini telah mengembalikan Reformasi ke titik nol.
Sebelumnya, MK mengumumkan pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Senin (23/10).
Pembentukan ini buntut dari banyaknya laporan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.
Juru Bicara Bidang Perkara MK Enny Nurbaningsih menyebutkan tiga anggota MKMK yaitu Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams. (Knu)
Baca Juga:
Gugatan Batas Usia Maksimal Capres-Cawapres Ditolak MK, Prabowo Bisa Ikut Pilpres 2024
Sentimen: negatif (100%)