Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Rezim Orde Baru
Institusi: Universitas Indonesia, IPB, Institut Pertanian Bogor, Universitas Paramadina
Kab/Kota: Bogor, Gambir, Solo, Lombok, Palu
Kasus: HAM, KKN, nepotisme, korupsi
Demo Terbagi Dua Kubu, Kelompok Misterius Berpakaian Hitam Anarkis
Keuangan News Jenis Media: Nasional
KNews.id – Suasana demo mahasiswa yang berlangsung di kawasan Patung Kuda, Gambir, Jakarta Pusat. sempat diwarnai dengan kericuhan. Diketahui, ribuan mahasiswa datang dengan membawa sejumlah tuntutan yang berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Hanya saja berdasar pantauan Wartakotalive.com di lokasi sekira pukul 16.40 WIB, massa aksi nampak terbagi menjadi dua bagian. Bagian sisi kiri dari Istana Negara, berkumpul ratusan mahasiswa beralmamater lengkap yang tergabung dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI).
Sementara di sisi kanan Istana Negara, terdapat sejumlah mahasiswa yang membawa bendera Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), melakukan aksi yang mengandung provokasi meskipun jumlahnya jauh lebih sedikit. Beberapa dari mereka nampak tak mengenakan atribut almamater.
Kebanyakan, para massa aksi itu memakai pakaian hitam dan bermasker. Mereka juga mengenakan topi, sehingga hanya sedikit yang terlihat wajahnya. Kendati begitu, aksi yang dilakukan oleh tim kiri itu cukup mengundang atensi polisi lantaran proses penyampaiannya dilakukan secara anarkis.
Mulanya, mereka merobohkan sejumlah beton barier yang dipasang di area depan Istana Negara. Mereka merobohkannya ke arah dalam, sehingga kawat berduri yang dipasang pihak kepolisian, ikut tertimpa beban beton tersebut.
Mereka juga membakar sebuah ban dengan bensin di antara beton barier tersebut. Lama-lama, aksi mereka tambah brutal lantaran semua beton di jajaran paling depan pertahanan, dirobohkan satu persatu oleh mereka.
Mereka memaksa bisa masuk ke dalam istana, bahkan menunjuk-nunjuk pagar betis polisi. Bahkan, kubu mahasiswa sebelah kiri memeringati sisi kanan untuk tidak terprovokasi. Sempat juga terlibat bentrok antara sisi kanan dan kiri.
“Hati-hati provokasi, hati-hati,” teriak orator dari atas mobil komando. Polisi yang menyaksikan itu pun geram. Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo langsung memerintahkan agar massa aksi mundur terutama yang tidak mengenakan almamater.
“Tolong untuk tidak menjatuhkan road barier. Yang tidak pakai almamater, keluar dari barisan. Silakan mundur,” perintah Kombes Pol Susatyo yang tak dihiraukan. Hingga berita ini ditayangkan, polisi masih melakukan pengamanan ketat. Satu buah ban juga masih dibakar di sekitar beton barier tersebut.
13 tuntutan
Diberitakan sebelumnya, sorak sorai pengeras suara dari mobil komando, dibunyikan beriringan dengan kedatangan ratusan mahasiswa dari berbagai almamater universitas ke kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat.
Pantauan Wartakotalive.com di lokasi, massa aksi datang sekira pukul 15.30 WIB dengan satu mobil komando. Mereka datang lebih lambat 3 jam dari rencana sebelumnya yang akan menggeruduk istana pada pukul 13.00 WIB.
Ribuan massa aksi kompak membawa bendera Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) masing-masing, serta spanduk yang berisi raport merah Presiden Joko Widodo selama 9 tahun terakhir. Sesekali, mereka juga bersorak sembari menyanyikan mars perjuangan mahasiswa dan lagu-lagu kebangsaan.
Tak lupa, mereka menyuarakan semangat mahasiswa dan rakyat Indonesia. “Hidup mahasiswa! Hidup rakyat Indonesia!” ucap orator di atas mobil komando kepada seluruh massa aksi. Dari yang nampak, sejumlah mahasiswa itu bersal dari berbagai universitas seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Paramadina, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan lain sebagainya.
Sementara spanduk besar yang dibawa mereka, isinya kebanyakan berupa sindiran soal kembangkitan orde baru dan kecaman kepada Mahkamah Konstitusi (MK) usai ketuk palu terkait usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
“Kemarin paman datang, pamanku dari MK. MK Mahkamah Keluarga,” tulis salah satu spanduk yang dibawa mahasiswa. “Jokowi penghianat,” tulis spanduk lainnya.
Selain itu, para mahasiswa juga menyinggung soal era orde baru yang seakan dimulai kembali. “Reformasi harga mati. Orde Baru muncul kembali,” tulis satu spanduk.
“Awas Orde Baru Vol. 2,” lanjut tulisan itu.
Lebih lanjut, ratusan mahasiswa dari seluruh Indonesia yang hari ini mengepung istana negara, membawa sejumlah tuntutan. Di antaranya:
1. Wujudkan pendidikan yang demokratis dan ilmiah;
2. Tegakkan reformasi hukum
3. Berantas KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme);
4. Tolak Dwi Fungsi TNI/Polri;
5. Tingkatkan aksesibilitas dan equitas layanan kesehatan;
6. Usut tuntas kekerasan aparat;
7. Usut tuntas konflik di daerah PSN
8. Wujudkan Pemilu yang adil dan bersih
9. Putihkan noktah hitam lingkungan;
10. Usut tuntas berbagai pelanggaran HAM berat;
11. Wujudkan pemerataan pembangunan dan pembangunan berdasar HAM (Hak Asasi Manusia);
12. Perbaiki sistem pertanian di Indonesia; dan
13. Tinjau ulang sistem perekonomian Indonesia.
Pandangan pengamat UI
hli Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI) Siti Anggraini turut menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang usia Capres-cawapres. Menurut Titi, keputusan MK tersebut dari sisi substansi bermasalah karena pertimbangan hukumnya tidak solid dan terkesan sembrono.
“Dari sisi substansi bermasalah karena memperhatikan pertimbangan hukum yang tidak solid sembrono dalam pengubahan pendirian hakim antara putusan 29 dan putusan 90,” kata Titi di UI. Selain itu, Titi memandang adanya permasalahan internal yang kuat di dalam kelembagaan MK dalam memutuskan batas usia Capres-cawapres.
“Makanya saya mengatakan bahwa putusan 90 ini memperlihatkan terjadinya politisasi yudisial atau politisasi atas MK yang bahkan diakui sendiri oleh hakim yang ada di dalam MK,” ujarnya.Putusan MK tersebut menciptakan kontroversi di tengah masyarakat dan menimbulkan banyak spekulasi tidak hanya karena isi putusan tapi juga dinamika internal para hakim.
“Jadi justru hakim-hakimlah yang membuat putusan ini menjadi kontroversial dan menciptakan spekulasi,” pungkasnya.
Sementara itu, menyambut putusan MK, sejumlah santri di Lombok Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar doa bersama untuk mengetuk pintu langit agar Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dipilih menjadi cawapres di Pilpres 2024. Kegiatan ini digelar di aula Pondok Pesantren Munzalan Mubarokan Narmada, NTT.
Pimpinan Ponpes Munzalan Mubarokan Narmada, Lombok Barat, TGH. Anwar Toyyib menyampaikan rasa syukurnya atas putusan MK, karena telah memberikan ruang dan harapan lebih luas bagi generasi muda menjadi pemimpin negeri. Menurutnya jika Gibran yang saat ini berusia 36 tahun ikut serta di Pilpres 2024, dirinya bisa menjadi role model kepemimpinan anak muda yang sarat pengalaman.
“Bahasa dan tutur kata beliau yang khas, saya menyampaikan kepada seluruh santri yang hadir, agar bisa dan banyak belajar kepada sosok pemimpin muda mas Gibran,” kata Anwar. Dalam kegiatan tahlil, dzikir dan munajat doa ini, para santri mendoakan langkah Gibran akan mulus sebagai cawapres Pilpres 2024.
Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar, serta pasangan Ganjar Pranowo – Mahfud MD resmi didaftarkan gabungan partai politik pendukungnya sebagai pasangan capres-cawapres 2024 ke KPU RI. Praktis tinggal bacapres Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto yang belum mendaftarkan ke KPU RI. Sosok pendamping Prabowo juga belum diumumkan.
Gibran sebelumnya diisukan menjadi bacawapres mendampingi Prabowo. Langkah Gibran semakin terbuka usai MK memutus mengabulkan permohonan soal batas usia menjadi capres-cawapres dari semula minimum 40 tahun, menjadi boleh di bawah 40 tahun dengan syarat sedang atau pernah menjadi kepala daerah, sebagaimana putusan dalam perkara nomor 90-91/PUU-XXI/2023.
Denny Indrayana Kritik Keputusan MK Soal Usia Cawapres
Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana, kembali buka suara terkait putusan MK yang mengabulkan gugatan syarat pencalonan capres dan cawapres menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Gugatan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 yang dikabulkan tersebut membuat putra sulung Presiden Jokowi, yakni Wali Kota Solo Gibran Rakabuming berpotensi menjadi cawapres Prabowo Subianto. Menurut Denny, keputusan MK itu akan berefek buruk bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Awalnya putusan MK ditunggu untuk membuka peluang Gibran Jokowi sebagai cawapres. Tapi ada aksi, muncul reaksi,” tulis Denny di akun twitternya, @dennyindrayana. Denny mengatakan jika Presiden Jokowi menyetujui keputusan MK dan Gibran jadi cawapres, maka akan memengaruhi kabinet Presiden Jokowi. (Zs/Trbn)
Sentimen: negatif (100%)