Sentimen
Positif (99%)
20 Okt 2023 : 05.25
Informasi Tambahan

BUMN: PT Pertamina

Kab/Kota: Washington

Kasus: HAM

Tokoh Terkait

Kuasa Hukum: Penetapan Tersangka Karen Agustiawan Sebagai Error in Persona’

Medcom.id Medcom.id Jenis Media: News

20 Okt 2023 : 05.25
Kuasa Hukum: Penetapan Tersangka Karen Agustiawan Sebagai Error in Persona’

Jakarta: Kuasa hukum Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, Togi MP Pangaribuan, menegaskan penyidikan dan penetapan tersangka serta penahanan kepada kliennya tidak sah. Upaya hukum itu dinilai bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam KUHAP dan UU HAM maupun International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).  “Penetapan Karen sebagai tersangka dapat dikategorikan sebagai error in persona, karena kerugian keuangan negara belum pasti dan nyata,” tegas Togi, Jakarta, Rabu, 18 Oktober 2023. Togi menjelaskan maksud dari error in persona, pengadaan LNG sesungguhnya merupakan aksi korporasi yang disetujui secara kolektif kolegial oleh Direksi Pertamina. Selain itu, perjanjian jual beli atau Sales Purchase Agreement (SPA) antara Pertamina dan Corpus Christi Liquefaction (CCL) yang ditandatangani pada 2013 dan 2014 atau era Karen, sudah dianulir SPA pada 20 Maret 2015 atau era Dwi Soetjipto.  “SPA 2015 yang baru ini telah diresmikan Presiden Joko Widodo saat kunjungan kesepakatan bisnis para pengusaha Indonesia dengan Amerika Serikat pada hari Senin, 26 Oktober 2015 di Washington DC,” ungkap Togi. Togi menegaskan pada era Karen tidak ada pengiriman cargo LNG, sehingga tidak ada transaksi uang sepeser pun terkait SPA LNG 2013 dan 2014. "Seluruh SPA pengadaaan LNG di Pertamina, termasuk SPA LNG dari CCL (20 Maret 2015), Total Gas and Power (29 Januari 2016), Chevron Eni Rapak Limited (21 November 2016), Eni Muara Bakau (21 Desember 2016) terjadi pada era Dwi Soetjipto. Sedangkan SPA LNG dengan Woodside Energy Trading Singapore (5 Juni 2017) terjadi pada era Elia Massa Manik. Pengadaan LNG oleh Pertamina terus dilanjutkan sampai saat ini," jelas Togi. Artinya, terang dia, pengadaan LNG di Pertamina memang merupakan aksi korporasi yang sah dalam rangka pelaksanaan perintah jabatan sesuai Inpres, Perpres, dan Surat UKP4, yakni guna mengantisipasi defisit gas dan kebutuhan domestik.  “Pengadaan, pengelolaan dan kemudian realisasi seluruh pengadaan LNG di Pertamina tidak dilakukan Karen Agustiawan pribadi, melainkan korporasi, sebagaimana pengiriman cargo LNG CCL berdasarkan SPA tahun 2015 tersebut kemudian baru terealisasi pada 2019, yaitu sesudah Karen tidak menjabat,” ujar Togi.   Dia mengeklaim pengadaan LNG dari CCL saat ini justru memberikan keuntungan  bahkan lebih besar ketimbang pengadaan dari sumber LNG lainnya. Sehingga, dia menilai keliru jika perhitungan kerugian keuangan negara dalam penyidikan KPK hanya dibatasi hingga 2021. “Dari data yang kami peroleh, pada saat ini pengelolaan cargo LNG dari CCL milik Pertamina justru telah menguntungkan Pertamina sebesar USD88,87 juta atau setara Rp1,3 triliun,” ujar Togi.  Jika Karen menjadi tersangka dan ditahan karena ada kerugian, lanjut dia, logikanya seluruh keuntungan dari penjualan LNG CCL hingga 2040, harus diberikan kepada kliennya. “Hal ini agar sistem penegakan hukum berjalan secara konsisten dan tidak double standard,” ucap dia.

Jakarta: Kuasa hukum Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, Togi MP Pangaribuan, menegaskan penyidikan dan penetapan tersangka serta penahanan kepada kliennya tidak sah. Upaya hukum itu dinilai bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam KUHAP dan UU HAM maupun International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). 
 
“Penetapan Karen sebagai tersangka dapat dikategorikan sebagai error in persona, karena kerugian keuangan negara belum pasti dan nyata,” tegas Togi, Jakarta, Rabu, 18 Oktober 2023.
 
Togi menjelaskan maksud dari error in persona, pengadaan LNG sesungguhnya merupakan aksi korporasi yang disetujui secara kolektif kolegial oleh Direksi Pertamina. Selain itu, perjanjian jual beli atau Sales Purchase Agreement (SPA) antara Pertamina dan Corpus Christi Liquefaction (CCL) yang ditandatangani pada 2013 dan 2014 atau era Karen, sudah dianulir SPA pada 20 Maret 2015 atau era Dwi Soetjipto. 
“SPA 2015 yang baru ini telah diresmikan Presiden Joko Widodo saat kunjungan kesepakatan bisnis para pengusaha Indonesia dengan Amerika Serikat pada hari Senin, 26 Oktober 2015 di Washington DC,” ungkap Togi.
 
Togi menegaskan pada era Karen tidak ada pengiriman cargo LNG, sehingga tidak ada transaksi uang sepeser pun terkait SPA LNG 2013 dan 2014.
 
"Seluruh SPA pengadaaan LNG di Pertamina, termasuk SPA LNG dari CCL (20 Maret 2015), Total Gas and Power (29 Januari 2016), Chevron Eni Rapak Limited (21 November 2016), Eni Muara Bakau (21 Desember 2016) terjadi pada era Dwi Soetjipto. Sedangkan SPA LNG dengan Woodside Energy Trading Singapore (5 Juni 2017) terjadi pada era Elia Massa Manik. Pengadaan LNG oleh Pertamina terus dilanjutkan sampai saat ini," jelas Togi.
 
Artinya, terang dia, pengadaan LNG di Pertamina memang merupakan aksi korporasi yang sah dalam rangka pelaksanaan perintah jabatan sesuai Inpres, Perpres, dan Surat UKP4, yakni guna mengantisipasi defisit gas dan kebutuhan domestik. 
 
“Pengadaan, pengelolaan dan kemudian realisasi seluruh pengadaan LNG di Pertamina tidak dilakukan Karen Agustiawan pribadi, melainkan korporasi, sebagaimana pengiriman cargo LNG CCL berdasarkan SPA tahun 2015 tersebut kemudian baru terealisasi pada 2019, yaitu sesudah Karen tidak menjabat,” ujar Togi.
 
Dia mengeklaim pengadaan LNG dari CCL saat ini justru memberikan keuntungan  bahkan lebih besar ketimbang pengadaan dari sumber LNG lainnya. Sehingga, dia menilai keliru jika perhitungan kerugian keuangan negara dalam penyidikan KPK hanya dibatasi hingga 2021.
 
“Dari data yang kami peroleh, pada saat ini pengelolaan cargo LNG dari CCL milik Pertamina justru telah menguntungkan Pertamina sebesar USD88,87 juta atau setara Rp1,3 triliun,” ujar Togi. 
 
Jika Karen menjadi tersangka dan ditahan karena ada kerugian, lanjut dia, logikanya seluruh keuntungan dari penjualan LNG CCL hingga 2040, harus diberikan kepada kliennya.
 
“Hal ini agar sistem penegakan hukum berjalan secara konsisten dan tidak double standard,” ucap dia.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id

(AZF)

Sentimen: positif (99.4%)